Saturday, September 29, 2012

Sketsa II

oleh Hasan Al-Jaizy

...dan usahlah berlebihan dalam sukai seseorang; karena terkadang suka-menyuka butakan hati bermata. Sehingga aib tak terjumpa, yang ada hanya suka. Seperti Suyuthi yang ketika masih sekolah di pondok penuh prestasi dan gemilang nan cemerlang, betapa berhamburnya para santriwati mengantri. Duhai....rupanya mereka sedang mengantri ambil jatah buka puasa.

Zaman Suyuthi masih mengenyam kitab kuning bersama Pak Kyai, HP belum dikenal. Istilah 'telepon genggam' juga majhul murakkab. Santri-santri hanya mengenal goda-menggoda di perempatan depan pondok ketika santriwati lewat menuju asramanya dari pasar. Atau titip-titip surat, entah surat kabar atau surat kaleng. Ku tak tahu persis? Kamu tahu gak? Ga tahu pasti, kan? Wong yang bikin ceritanya saya kok!

Kala itu ada seorang santriwati cantik rupawati nan jelita, sebut saja namanya Qomariah [panggilannya Mariah, itu kalau pagi. Semoga malamnya bukan Qomar]. Ia anak orang berada, selama kedua orang tuanya masih ada. Dikenal sebagai gadis tercantik sepondok. High Quality. Rupanya ia pula kepincut dengan kemasyhuran Suyuthi yang namanya terombang-ambing di angkasa kabupaten dari mulut ke mulut. Dan rupanya Suyuthi pun rupawan, selera pedas.

Tak tahulah bagaimana bisa, namun orang tua Mariah fahami segala gejala keterikatan batin anaknya. Suyuthi pun tak bisa mengelak karena desas-desus selalu menuding dirinya yang punya hubungan gelap; padahal sungguh ia adalah santri alim yang tak berani macam-macam. Namun apa daya, bermulut-mulut membahana. 

No comments:

Post a Comment