Mereka bertiga [Suyuthi, Syirozi dan Nawawi] pun menonton kembali apa yang tersaksi di sana. Kelihatan jelas kegugupan Ki Joko melihat kedua pendatang baru itu, Ust. Zururi dan Ust Hisby.
"Apa kau masih mau mencari perkara pada kami, Ki Joko?" tanya Ust. Hisby dengan tatapan halilintar.
"Kau menantang aku?" Rupanya Ki Joko masih terselimuti gengsi. Ia tak hendak mengalah. Kiranya masih ada sisa tenaga dalam yang terpunya. Dan Ust. Hisby juga Zururi yakin bahwa Ki Joko sebenarnya begitu lemah. Pula Haji Asnawi. Beliau sangat yakin Ki Joko takkan mampu menghancurkan kedua orang ini, penghafal Al-Qur'an dan ribuan hadits.
Diam-diam Ki Joko merogoh sesuatu di dada bawahnya. Oh, bukan! Di balik badannya atau di punggung bawah. Seperti ada sesuatu di balik pakaian Ki Joko. Ust. Zururi dan Ust. Hisby sudah memasang ancang-ancang, kuda-kuda, benteng-benteng dan pion-pion sebagai persiapan menahan serangan atau menyerang. Ki Joko masih merogoh sesuatu di punggung sebelah bawah. Lalu ia pun mengeluarkan sesuatu. Rupanya itu adalah...
secarik kertas! Ki Joko pun membacanya dalam-dalam. Tiba-tiba, "Tuk!"
"Adaw!" teriak Ki Joko kesakitan sambil mengelus botak batoknya. Ada yang menimpuk kepalanya.
"Makanya, baca teks sebelumnya! Udah baca belom!??? Main-main!" Rupanya dalang lah yang menimpuk Ki Joko dengan kenari. Ia sedang mengamati sandiwara di atas pohon. "Ayo, mulai! Bikin lama ajah! Saya mau kondangan nih!"
Ki Joko pun berubah menjadi serius wajahnya. Lalu ia memberi isyarat sesuatu pada Ki Lambad dan kedua pembantunya. Isyarat yang hanya diketahui mereka.
Tiba-tiba...
Keempat satanis itu lari secepat kilat ke balik pohon besar dan menghilang dalam kegelapan. Serentak dan kompak sekali.
Semuanya terkaget! Tidak menyangka mereka akan kabur. Terutama Ust. Hizby dan Ust. Zururi. Keduanya tersentak dengan kecepatan mereka kabur. Bahkan si dalang pun mulai buka teks, sambil bertanya dalam batin, 'Emangnya di teks mereka disuruh kabur!?' Tiba-tiba...
"Tak!"
Sesuatu menyambar kepala dalang. Blangkonnya pun hampir jatuh. Dalang mengelus-elus separuh ndasnya. Penulis pun terkekeh-kekeh. Rupanya ia yang melempar bata ke kepala dalang.
========================
"Apa yang harus kita lakukan, Ki Haji?" tanya Ust. Zururi. "Mereka telah ditelan kegelapan. Kita tak mungkin mengejar mereka!"
"Adalah Purnomo dan anak-anak perguruan ku yang harus dibereskan!" tegas Haji Asnawi. Purnomo makin bergidik. Gigi tonggosnya yang cukup menjulang ke depan itu tak bisa mem-balance rasa takutnya. Sementara Haji Asnawi menatapnya marah sekali. Kedua matanya bagaikan mengeluarkan busur-busur panah yang menghujam di tiap lirikan.
4 pendekar muda dari perguruan hijau, mau bagaimanapun tidak akan berkutik. Karena kesaktian Haji Nawawi jauh di atas mereka. Tenaga dalamnya juga tak sebanding dengan milik mereka. Terutama jika Ki Haji baru saja melahap makanan, tenaga dalamnya bisa mengalahkan tenaga listrik. Jika engkau duduk bersamanya dan dia mengeluarkan sepersekian dari tenaga dalamnya, kau akan merasakan getaran yang membuatmu terkaget. Lebih-lebih, aroma tenaga dalamnya beracun. Terutama setelah memakan telur. SuNgGuH tErLaLu!!!
"Kalian berempat! Pulanglah segera sekarang!" seru Haji Asnawi. "Aku tak mau berdiskusi dan berdebat apapun di sini dengan kalian!"
Haji Asnawi memang paling benci berdebat tanpa keperluan. Karena itu, ia tidak pernah mau mengeluarkan perkataan yang menimbulkan perdebatan. Berbeda dengan beberapa Facebooker temannya Nawawi. Teman-temannya beberapa kali menulis status yang menimbulkan perdebatan, namun ketika dilawan dan diajak debat, langsung berlindung di balik gapura hadits dan perkataan para ulama. Kadang Nawawi juga dongkol sendiri. Nyuruh orang tidak berdebat tapi kok mancing-mancing? Sama seperti beberapa gadis desa di sekitar pondok. Memakai busana menor memancing pandangan pria. Tapi, ketika ditatap, mereka marah. Cuma bedanya, mereka tidak berlindung kemudian di balik dalil. Selain karena mereka tidak tahu dalilnya, mereka juga -setidaknya- merasa bahwa penyebab jelalatan mata lelaki adalah mereka sendiri. Tiba-tiba...
"Tek!"
Sesuatu mengenai kepala penulis. Penulis mengelus-elus kepalanya.. Dilihatnya dalang sudah di bawah pohon kenari sambil berkacak pinggang. Mukanya suram, muram dan kelam. Rupanya ia tadi melempar batu ke kepala penulis. "Benang merah!" teriaknya.
Baiklah. Akhirnya keempat pendekar itu pulang seketika itu juga. Sementara Haji Asnawi, Ust. Hisby dan Ust. Sururi tetap di sekitar pohon. Mereka memporak-porandakan semuanya. Termasuk makanan yang disaji untuk para setan. Nawawi, Syirozi dan Suyuthi masih memperhatikan dari semak-semak. Mereka masih bersembunyi.
Sebelumnya, Nawawi berencana untuk menampakkan diri. Tapi, Suyuthi mencegahnya. 'Biarkan saja! Kita tidak tahu siapa tahu tahu-tahu nanti tanpa sepengetahuan mereka ada sesuatu terjadi."
Tak lama kemudian, Haji Asnawi, dan kedua ustadz pergi berpaling. Mereka berpulang. Ketiga pendekar muda menguntit dari belakang. Menjaga jarak agar tidak ketahuan. Sekitar 25 tombak jarak terjaga.
Syirozi tiba-tiba mendengar suara gesekan-gesekan di belakang mereka. Ia mencolek kedua pendekar. "Ssst. Aku mendengar sesuatu di belakang."
Ya...ada suara gesekan di belakang! Mereka pun menoleh dengan penasaran dan kengerian ke belakang....
.....