Thursday, November 8, 2012

Madzhab Tele Visi


oleh Hasan Al-Jaizy

Sebelumnya, saya menegaskan bahwa tidak semua program televisi itu tele visi. Penegasan ini agar pembaca yang memang ditakdirkan hobi nonton tv atau menjadikannya second wife bahkan second 'god' tidak mencak-mencak televisi disebut tele visi.

Madzhab yang penulis maksud adalah jalur opini, arusnya atau kecondongannya. Televisi adalah alat penyihir. Di beberapa keluarga, terutama di perkotaan, televisi adalah first god atau second god. Mereka mewajibkan menontonnya sebagaimana agama mewajibkan banyak kewajiban. Dan jika luput suatu program yang sebenarnya tidak bermanfaat, menyesalnya melebihi sesalan orang beriman ketika tahu ada saudaranya yang murtad.

Madzhab televisi, menyaingi madzhab2 fiqhy islamy. Dalam hal siyaasah (politik), yang dianut adalah madzhab televisi. Dalam perkara terorisme dan jinayah, madzhab televisi dirajihkan, selama tidak mencemarkan nama kelompok atau radio atau jemaahnya. Bahkan dalam perkara aqidah dan keyakinan, bagaikan merokok rokok kretek tanpa filter. Asal hisap saja. Nanti ketika batuk-batuk dan masuk rumah sehat, menyalahkan siapa?

Anak-anak sedini mungkin justru diajari bermadzhab tele visi. Sajian dan kajian film barat, program musik, gosip, lawakan dan seluruh bidang yang ada di sana. Nanti kalau sudah besar, mereka akan berdalil dengan ayat-ayat 'suci' karya Iwan Fals, Hanung, Peterporn, hingga Sule Sutisna. Manhaj pendalilan mereka asal jadi, ngena dan diridhai.

Madzhab tele visi adalah gaya berfikir menggunakan pandangan (visi) yang condong kotor (tele). Tapi tidak semuanya tele. Kadang ada benarnya, tapi berbalut keburukan dan kekotoran. Tidak semua yang tampak dan teropinikan dari televisi itu adalah tele visi. Tulisan ini pun tidak mesti benar semuanya dan harus disetujui di semua lini.

Televisi tidak menjadi tele visi ketika menyuguhkan program bermanfaat dan iklan yang beradab, baik dari segi religi maupun kultur. Seperti kata dosen saya yang berasal dari Suriah di tahun 2009: "Jika televisi digunakan untuk dakwah ilmiah yang positif, ia lebih baik dari ratusan universitas." Well, memang terkesan hiperbola. Tapi, ambil point benarnya saja. Jangan permasalahkan pemilihan katanya. Toh beliau ini sudah mengunjungi hampir seluruh negara Islam di dunia dan punya pandangab dengan proof yang lebih valid plus proven dibanding kita.

Harapan penulis kelak negara ini mempunyai channel2 tv yang isinya kajian2 ilmiah dengab pemahaman religius yang benar. Tentu saya tidak ingin ala pemahaman hizbiyyah sepihak, atau pemahaman golongan sesat. Masih ada harapan untuk masa depan. Saudi, Mesir dan beberapa negara Islam di TimTeng sudah punya TV nasional resmi yang religius dan ilmiah. Channel ArRahmah misalnya. Meskipun ada beberapa individu dari madrasah spesialis men-jarh ulama (baca: mengghibahi), channel itu semakin kuat dan berkembang. Ada juga channel An Nas yang dulunya adalah channel umum tak ada sentuhan religi sama sekali. Tapi sekarang menjadi channel berhaluan dan beraliran salafy.

Nah, hal di atas adalah sesuatu. Jika nanti ternyata harapan itu tercapai atau bahkan lebih, pelaku dakwah dan establisher nya jangan jadi sombong. Jangan sampai ketika sudah diminati masyarakat malah menjadi sempit dengan stiker2, gambar tempel dan lambang2 atau simbol2 yang justru akan membuyarkan keikhlasan dan mengembalikan manusia hidup dalam petak-petak sawah.

Maka bermadzhablah dan tetaplah dalam kebenaran. Jangan bermadzhab ala tele. Jangan bervisi ala tele. Betapa banyak orang suci dikotori oleh tele visi. Betapa banyak orang kotor diagungkan di tele visi.

Sekiloan.

1 comment:

  1. assalamua'alaikum
    pak kalau boleh usul, semua tulisan yang bapak tulis dijadikan booklet saja, sepertinya ada salah satu tulisan yang mengatakan bahwa bapak akan punya perpustakaan sendiri, dengan kitab-kitab asli. nah nda ada salahnya juga tulisan bapak di print dijadikan booklet supaya dibaca sama generasi penerus bapak.
    #sedikitusul

    ReplyDelete