Tuesday, November 13, 2012

HIDUPMU INSPIRASIMU : [6] "Mengelus Hati dengan Hati"


oleh Hasan Al-Jaizy

Ada manusia yang Allah ciptakan hatinya lembut sekali; sehingga mudah memperhatikan sesuatu yang baik baginya dengan sedalam-dalam perhatian. Seakan banyak dari sesuatu di dunia ini adalah kekasihnya. Ketika temannya diterpa musibah, ia adalah orang pertama yang mendoakan kebaikan, bahkan mendahului doa-doa sang korban. 

Tiap-tiap manusia Allah citakan berbeda kualitas kelembutan hatinya. Jangan dipungkiri bahwa ada pula manusia yang Allah berikan tabiat hati meninggi, keras dan angkuh. Bisa disebabkan keturunan, bisa pula karena lingkungan. Karena itu, sungguh ada orang muslim berilmu yang keras hatinya, padahal ia tahu agamanya melarang itu. Dan ada orang Budha yang lembut hatinya [dalam bermu'amalah sesama manusia], padahal ajaran Islam sempurna mengatur hati. Budhisme tidak.

Akhir Ramadhan kemarin, saya sempat menonton kajian Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid. Kala itu temanya adalah 10 hari terakhir Ramadhan. Kukatakan padamu bahwa beliau adalah syaikh besar, dai besar, yang tidak pernah sekalipun ku ketahui menangis di hadapan audiens. Baik itu di kajian masjid, kampus-kampus atau televisi. Di kajian bertema 10 hari terakhir Ramadhan itu, saya menatap muka beliau lekat-lekat. Setelah muqaddimah [hamdalah dan shalawat], beliau memulai menyebut beberapa dalil tentang hari-hari terakhir Ramadhan. Saya melihat langsung dan merasakan seakan perasaan ini tepat, beliau sedang menahan tangisan. Sulit memang dilukiskan dengan kalimat. Tetapi, saya benar-benar merasakan syaikh Al-Munajjid sedang menahan sesuatu yang ingin menyeruak keluar.

Beberapa minggu sebelum Ramadhan kemarin,

saya mendapat kabar orang tua [ibu kandung] Syaikh Mus'ad meninggal. Syaikh Mus'ad adalah dai Mesir yang pernah mengetuk perasaan saya dengan kajian Risaalah ila Al-Mudarrisnya di akhir tahun 2010. Beliau berwajah teduh, berjenggot lebat, besarnya melebihi kepala bahkan. Tidak pernah sekalipun ia menangis di kajiannya. Yang tersering adalah tersenyum. Manusia mencintainya karena wajah yang ramah dan kalimat-kalimat tulus.

Ketika itu, saya menyaksikan rekaman kajian beliau di YouTube yang terbaru, berjudul Risaalah ila Ummy [Risalah Untuk Ibuku] di channel Ar-Rahmah. Kajian itu bertepatan pada 2 hari setelah wafat ibu kandungnya. Di menit ke sekian, tiba-tiba tangisannya membuncah begitu saja. Mengalir air mata begitu saja. Tubuhnya gemetar begitu saja. Ia menangis sekian detik setelah sebelumnya mengatakan kira-kira, "Telah wafat ibuku 2 hari yang lalu, dan telah tertutup bagiku satu pintu surga yang takkan terbuka lagi."

Demi Sang Muqallib Al-Quluub, pemandangan sederhana itu sangat mengena buat saya. Sehingga terkadang ketika saya mengingat ibu kandung sendiri atau menulis sesuatu tentang orang tua, saya teringat beliau dan tangisannya yang hanya sekian detik tertumpah namun tumpahannya sangat membekas.

Sesungguhnya jika setiap dai menasihati dengan hati, maka pasti ada hati-hati yang terketuk dan merunduk. Kau tahukah, kenapa banyak penolakan dan pembangkangan terhadap nasihatmu? Karena mungkin timing nya tidak tepat, atau akhlakmu yang cacat, namun yang termungkin adalah karena hatimu tidak ikut serta dalam merangkai kalimat.

Kenapa seorang ibu seringkali lebih didengar nasihatnya dibanding seorang ayah? Kenapa ibu lebih berpotensi dan mahir mendidik anaknya? Karena ibu mengelus hati anak dengan hati, bukan dengan wibawa maupun gengsi.

Dosenku dari Mesir, Al-Basyiry di era 2008 dahulu, pernah berujar, "Jika engkau menasehati saudaramu dengan hati atau langsung dari hati, maka nasehatmu akan sampai ke hati saudaramu itu."

Dosenku yang lain di kemarin hari, Syaikh At-Turky, berujar, "Tahukah kalian apa bedanya menasehati dengan cinta dan menasehati tanpa cinta? Menasehati dengan cinta adalah kelembutan, harapan, kasih sayang dan doa. Sedangkan menasehati tanpa cinta adalah cacian, makian dan perendahan."

Yang pertama dilakukan untuk mengerahkan hati yang tulus adalah mempertulus hati dan mengikhlaskannya demi keridhaan Allah. Karena saya menulis ini di Facebook, maka saya berikan gambaran soal yang nyata dan saya yakin itu pernah terjadi padamu:

Kau pernah menulis sebuah status yang bermanfaat untuk selainmu, tanyakan diri sendiri dan ingat-ingat mana status yang benar-benar MURNI terbangun di atas keikhlasan dan mana status yang sekadar ingin menulis saja. Ingat-ingat lagi. Ketika sudah ingat yang mana, maka ingat kemudian bagaimana manusia menanggapi statusmu. Terkadang ada status yang sederhana tapi bermanfaat dan kau ikhlaskan itu demi Allah, namun banyak orang mendapatkan manfaat dan tercerahkan. Ada pula status panjang yang dibuat-buat indah namun justru seakan semua orang lari darinya.

Fikirkan bahwa ketika kau mencintai manusia karena kecintaanmu terhadap Allah, maka dengan mudah Dia akan membukakan hati-hati untuk menerima dan mencintaimu sebaliknya. Maka, cintailah saudaramu, temanmu, umat dan bangsa karena kecintaanmu terhadap Allah. Sesungguhnya nama-nama kelompok, nama-nama orang besar secara hakikat bukanlah yang membuka hati terkunci. Tetapi Allah-lah yang membukanya.

Maka, eluslah hati manusia dengan hatimu yang juga manusia. Baik itu dengan akhlakmu, tutur sapamu, indah bahasamu, teduh tatapanmu, baik tulisanmu atau dengan sederhananya pemberianmu.

dan...

Hidupmu...inspirasimu...hidupmu...inspirasi untuk selainmu...maka lihatlah ayat-ayat, di sanalah berjuta inspirasi untukmu.


No comments:

Post a Comment