oleh Hasan Al-Jaizy
Imamah berasal dari bahasa Arab.
Fi'il Madhi [Past Verb] : Amma [أَمَّ]
Fi'il Mudhari' [Conform Verb] : Ya'ummu [يَؤُمُّ ]
Mashdar [Original Noun] : Imaamah [إْمَامَةِ ]
Arti dasarnya adalah Tujuan. Bisa pula diartikan 'maju'.
Dari kata tersebut, muncul pula lafadz 'amaam', yang berarti 'di depan'.
Dalam syariat Islam, ulama membagi Imamah menjadi 2, yaitu Imamah Kubra dan Imamah Sughra.
[1] Imamah Kubra [Khilafah], yaitu kepemimpinan umum dunia ataupun akhirat. Para imam adalah para Nabi, dan para khalifah di muka bumi ini.
[2] Imamah Sughra, yaitu kepemimpinan dalam ritual shalat.
Saya tidak ingin membahas terkait siapakah yang layak disebut imam/khalifah di masa kini dan semacamnya. Terlebih jika pembahasan itu menuai pengkafiran, pemfasikan dan penzaliman terhadap individu tertentu.
Kenapa para imam disebut imam? Karena, selain mereka diikuti sebagai Qudwah, mereka juga berada di depan. Seseorang yang berada di depan tidak akan mengikuti yang di belakang. Sebaliknya, orang yang di belakang mengikuti yang di depan. Jika yang di depan mengikuti yang di belakang, maka itu adalah kemunduran. Oleh karena itu, seorang imam, tidak harus menuruti semua kemauan orang-orang belakang. Dan para makmum harus mengikuti imamnya, selama bukan kemunkaran yang diikuti.
Selain pemutlakan Imamah Kubra dan Sughra, ada juga pemutlakan yang disebut-sebut oleh para fuqaha dan ulama syariah, yaitu pemutlakan imamah untuk para mujtahidiin syariah pemilik madzhab-madzhab yang diikuti oleh kaum muslimiin. Jika Anda mendengar istilah Al-A'immah Al-Arba'ah [Imam Yang 4], maka maknanya berkomposisikan 4 imam besar, yaitu Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi'i dan Ahmad bin Hanbal rahimahumullah.
Juga para ushuly atau ulama Ushul Fiqh, memiliki pemutlakan imamah dalam bidang Ushul Fiqh. Dalam pengilmuan Ushul Fiqh, dikenal 3 tarekat: [1] Tarekat Al-Mutakallimiin, yang para imamnya adalah Al-Juwainy, Al-Ghazaly dan lainnya, [2] Tarekat Al-Fuqahaa' [tarekat Al-Hanafiyyah], yang para imamnya adalah Al-Karkhy dan Al-Bazdawy, [3] Tarekat Al-Jam' Bainahuma [menggabungkan antara kedua tarekat tersebut], seperti As-Subky.
Dan bagi para mufassiriin atau ulama ahli tafsir, mereka memutlakkan imamah dalam bidang Tafsir. Seperti Mujahid, Al-Hasan Al-Bashry, Said bin Jubair dan lainnya.
Jangan lupa juga dalam ilmu Qira'at, ada pula pemutlakan imamah. Di antaranya: Nafi, Al-Kasaa'i, Aashim dan lainnya.
Dalam ilmu hadits, terutama berkaitan dengan ilmu Al-Jarh wa At-Ta'diil, Ali bin Al-Madiiny dan Yahya bin Ma'iin merupakan imam terbesar. Juga lainnya.
Jika disebutkan bagimu 'Al-A'immah As-Sittah' [Imam Yang 6], maka ketahuilah mereka adalah Al-Bukhary, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasaa'i, dan Ibnu Maajah. Dan ada pula yang menggantikan Ibnu Maajah dengan Maalik, ataupun Ad-Daarimy.
Itulah beberapa macam pemutlakan lafadz imam dalam berbagai cabang ilmu syariat.
Sementara, kembali ke keluasan penggunaan bahasa, imam dalam bahasa kita bisa dimaknai 'pemimpin' [leader] secara mutlak. Seperti, seorang kepala keluarga adalah imam. Karena itu, Anda kadang menemukan beberapa akhwat usia sekitar 23 menulis status yang menunjukkan ia sedang dalam masa penungguan terhadap imamnya.
Wallahu a'lam wal musta'aan
Fi'il Madhi [Past Verb] : Amma [أَمَّ]
Fi'il Mudhari' [Conform Verb] : Ya'ummu [يَؤُمُّ ]
Mashdar [Original Noun] : Imaamah [إْمَامَةِ ]
Arti dasarnya adalah Tujuan. Bisa pula diartikan 'maju'.
Dari kata tersebut, muncul pula lafadz 'amaam', yang berarti 'di depan'.
Dalam syariat Islam, ulama membagi Imamah menjadi 2, yaitu Imamah Kubra dan Imamah Sughra.
[1] Imamah Kubra [Khilafah], yaitu kepemimpinan umum dunia ataupun akhirat. Para imam adalah para Nabi, dan para khalifah di muka bumi ini.
[2] Imamah Sughra, yaitu kepemimpinan dalam ritual shalat.
Saya tidak ingin membahas terkait siapakah yang layak disebut imam/khalifah di masa kini dan semacamnya. Terlebih jika pembahasan itu menuai pengkafiran, pemfasikan dan penzaliman terhadap individu tertentu.
Kenapa para imam disebut imam? Karena, selain mereka diikuti sebagai Qudwah, mereka juga berada di depan. Seseorang yang berada di depan tidak akan mengikuti yang di belakang. Sebaliknya, orang yang di belakang mengikuti yang di depan. Jika yang di depan mengikuti yang di belakang, maka itu adalah kemunduran. Oleh karena itu, seorang imam, tidak harus menuruti semua kemauan orang-orang belakang. Dan para makmum harus mengikuti imamnya, selama bukan kemunkaran yang diikuti.
Selain pemutlakan Imamah Kubra dan Sughra, ada juga pemutlakan yang disebut-sebut oleh para fuqaha dan ulama syariah, yaitu pemutlakan imamah untuk para mujtahidiin syariah pemilik madzhab-madzhab yang diikuti oleh kaum muslimiin. Jika Anda mendengar istilah Al-A'immah Al-Arba'ah [Imam Yang 4], maka maknanya berkomposisikan 4 imam besar, yaitu Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi'i dan Ahmad bin Hanbal rahimahumullah.
Juga para ushuly atau ulama Ushul Fiqh, memiliki pemutlakan imamah dalam bidang Ushul Fiqh. Dalam pengilmuan Ushul Fiqh, dikenal 3 tarekat: [1] Tarekat Al-Mutakallimiin, yang para imamnya adalah Al-Juwainy, Al-Ghazaly dan lainnya, [2] Tarekat Al-Fuqahaa' [tarekat Al-Hanafiyyah], yang para imamnya adalah Al-Karkhy dan Al-Bazdawy, [3] Tarekat Al-Jam' Bainahuma [menggabungkan antara kedua tarekat tersebut], seperti As-Subky.
Dan bagi para mufassiriin atau ulama ahli tafsir, mereka memutlakkan imamah dalam bidang Tafsir. Seperti Mujahid, Al-Hasan Al-Bashry, Said bin Jubair dan lainnya.
Jangan lupa juga dalam ilmu Qira'at, ada pula pemutlakan imamah. Di antaranya: Nafi, Al-Kasaa'i, Aashim dan lainnya.
Dalam ilmu hadits, terutama berkaitan dengan ilmu Al-Jarh wa At-Ta'diil, Ali bin Al-Madiiny dan Yahya bin Ma'iin merupakan imam terbesar. Juga lainnya.
Jika disebutkan bagimu 'Al-A'immah As-Sittah' [Imam Yang 6], maka ketahuilah mereka adalah Al-Bukhary, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasaa'i, dan Ibnu Maajah. Dan ada pula yang menggantikan Ibnu Maajah dengan Maalik, ataupun Ad-Daarimy.
Itulah beberapa macam pemutlakan lafadz imam dalam berbagai cabang ilmu syariat.
Sementara, kembali ke keluasan penggunaan bahasa, imam dalam bahasa kita bisa dimaknai 'pemimpin' [leader] secara mutlak. Seperti, seorang kepala keluarga adalah imam. Karena itu, Anda kadang menemukan beberapa akhwat usia sekitar 23 menulis status yang menunjukkan ia sedang dalam masa penungguan terhadap imamnya.
Wallahu a'lam wal musta'aan
No comments:
Post a Comment