Wednesday, November 14, 2012

Sketsa V


oleh Hasan Al-Jaizy

Di perguruan silat hijau, malam Satu Suro adalah malam keramat [dimuliakan]. Sehingga malam itu selalu ditunggu-tunggu oleh para pembesar perguruan untuk melakukan ritual tertentu. Dan memang, sudah tradisi di sana, jika datang malam satu Suro, tiap-tiap guru akan dibebani untuk melakukan khalwat [menyendiri/mengasingkan diri di suatu tempat sepi untuk bertafakkur]. Tempat-tempat untuk khalwat ditunjuk oleh pemimpin. Dan semalam suntuk, mereka harus pergi sendirian ke tempat yang ditentukan. Mereka akan dicek satu persatu di jam tertentu untuk pemastian kuat atau tidaknya bertafakkur. Jika ternyata ketahuan tidak hadir di tempat atau kabur, maka ia akan mendapat hukuman puasa buah selama seminggu.

Lebih dahsyatnya lagi, malam Satu Suro kali ini bertepatan dengan malam Jum'at yang tidak akan disinari oleh bulan apapun. Baik itu Purnama, Sabit, atau lainnya. Maka sore itu terasa sekali aura mistis di sebagian muka para petinggi perguruan.

Suyuthi mengelak ketika ditunjuk untuk melakukan ritual. Para sesepuh geram terhadapnya. Hendak pula mereka melahap anak muda ini. Belum ada sejarah tercatat di prasasti perguruan adanya pembangkak sebelum malam Satu Suro. Namun, Haji Asnawi yang selalu membela Suyuthi, berhasil menahan amarah sesepuh lainnya. Haji Asnawi adalah salah satu sesepuh yang paling dihormati. Kalimat dan titahnya laksana sabda suci. Dianut dan membuat manut. Padahal beliau sendiri benci sikap berlebihan itu dari para murid.

Suyuthi berhasil meloloskan diri dari pemaksaan di malam satu Suro. Ia punya rencana bagus. Apa pula rencana ia punya? Ia kini berteman dengan beberapa murid dari perguruan sawah, musuh dari perguruan hijau. Mahunya adalah mengajak Nawawi dan Syirozi, dua teman dari perguruan seberang, untuk berkeliling kampung dan hutan malam itu. Dengan cara menyelinap di semak-semak. Ia ingin mengintai semua gerakan para calon petapa di tempat mereka masing-masing. Suyuthi hafal sudah tempat-tempat keramat dan angker. Rencananya pula ia hendak mengusili setiap pertapa yang ditemuinya.

Di desa itu dikenal seorang dukun sakti, disebut Mbah Joko Bedon. Jidatnya jenong menjorok ke timur. Kepala atas bagian depan botak licin, sementara selebihnya ditumbuhi rambut panjang tak terurus. Matanya tajam memandang. Berkumis tebal. Bibirnya tak terlihat karenanya. Berjenggot panjang pariwisata. Selalu memakai baju hitam. Pernah sekali memakai kaos bola keluar rumah, tapi kemudian para pendekar protes, "Zaman pendekar gini belon ada kaos bola, kallee'."

Mbah Joko Bedon dikenal memiliki ilmu hitam yang sangat kuat. Jika dia sudah murka pada seseorang, pasti akan terjadi sesuatu pada orang tersebut. Ia sangat benci pada perguruan sawah. Karena itu, pernah ia mengirimkan beberapa khadamnya untuk menyerang pemimpin perguruan itu, namun ternyata mereka mental semua.

Dan malam satu suro yang keramat bertepatan malam Jum'at ini, Mbah Joko berencana akan menarik beberapa pusaka dari petilasan Sunan Blacan; sebuah tempat sepi kramat nan angker terletak sejauh 200 kali gonggongan anjing dari pondok perguruan hijau.

Suyuthi, Nawawi dan Syirozi selepas Isya sudah mulai online di bambu-bambu belakang pondok.

"Ke mana dulu kita menuju, kawan?" tanya Syirozi tak sabar pula ia punya hati.

"Kita akan menuju ke gubuk Mbah Maherjaen," jawab Suyuthi mantap.

"Di mana itu?"

"40 tombak sebelum makamnya," ucap Suyuthi.

Mereka mulai membayangkan apa yang akan tampak dan terjadi di sana. Perlahan mereka berjalan dengan jantung berdebar-debar...

...

No comments:

Post a Comment