Friday, November 2, 2012

Tidak Bisa Ngarab?

oleh Hasan Al-Jaizy

Anda tidak bisa berbahasa Arab?
Anda tidak bisa membaca kitab?

Jangan bermuram durja ketika mengaca diri dan melihat bahwasanya, 'wah, gue ga bisa berbahasa Arab, lho.' Ketahuilah, bahwa mempelajari dan menguasai Bahasa Arab itu tidak wajib. Tidak wajib. Tidak wajib kecuali:

--> sebagian dzikir dalam shalat dan mana Surat Al-Fatihah. Juga sebagai bonus tambahan ayat-ayat lain.
--> bagi yang BERKONSENTRASI di ilmu syariah.

Jangan minder ketika di pengajian, ternyata teman-teman bisa memahami bahasa Arab. Karena mungkin mereka diberi rizki lebih, yaitu pendidikan di pondok dulu, atau pendidikan kampusnya, atau mengenal bahasa Arab lebih dahulu. Tapi minderlah ketika punya teman dekat, kenal bahasa Arab bareng, satu pengajian, dan bedanya: dia bisa baca kitab sedangkan kamu tidak. Nah, minderlah kalau begitu.

Namun, bagi yang berkonsentrasi di ilmu syariah, seperti rutin mengikuti kajian syariah tiap hari atau seminggu sekian kali, atau banyak menulis tentang ilmu syar'i, apapun itu cabangnya, maka ia HARUS punya kemampuan Arabic. Minimal: bisa baca kitab. Itu sudah mencukupi. Tidak harus bisa bicara Arabic fluently.

Once again, menguasai Arabic bukan sebuah kewajiban [fardhu ain]. Tidak mungkin menjadikannya kewajiban bagi setiap orang dan setiap anak pengajian. Ini akan memberatkan. Karena Arabic bukan bahasa yang baru dipelajari setahun, langsung menjadikan pembelajar ahli. Membutuhkan 'otak' juga.

======================================

Cuma, begini:

Bisa membaca kitab [Arabic] itu memang tidak wajib. Tapi, tetap saja bisa menjadi problem untuk penuntut ilmu yang mengaji bertahun2. Problem itu mungkin belum kerasa sekarang. Tapi, suatu saat akan terasa. Terasa sekali.

Nanti ketika sudah menjadi thalib senior, sudah banyak pengetahuan, tapi ketika diminta syarh [menjelaskan] kitab oleh para junior atau pemula, eeeh...malah merujuk pada buku terjemahan. Takutnya, para pemula akan nyeletuk, 'Aduh, Kang....kalau cuma buku terjemahan, ana sendiri juga bisa baca di rumah.'

Atau nanti ketika sudah menjadi dai besar, mengkritik Aswaja [misalnya], lalu pihak Aswaja menyodorkan dalil atau bukti dari kitab kuning atau kitab Arab tanpa terjemahan. Eeeh...malah kemudian berkata, 'Afwan, ana tidak [belum] bisa baca Arab gundul. Antum ada terjemahannya ga?' Ya kalau begini siap-siap jadi bahan tertawaan mereka.

Sementara teman2 Aswaja, HTI daaan golongan2 lain, banyak yang mulai belajar baca kitab. Nanti mereka pas sudah bisa, cukup nanya:

"Loe bisa baca kitab ga, gan?"

Jawab: "Wah, afwan. Ana belum bisa, nich."

"Loe baca kitab aje ga bisa, udah bisa ngeritik imam gue. Loe tuh ga ngaca kali, ye?"

==================================

Gambaran dan kalimat2 di atas mungkin kurang berkenan. Tapi, insya Allah itu terjadi. Sekarang sudah terjadi. Terlebih di masa depan nanti. Bakal banyak terjadi. Semua firqoh sudah punya pegangan Arabic, kitab dan bantahan. Kalau kita cuma punya pegangan terjemahan, artikel dan klik-klik, boleh jadi kita berjaya di depan layar, tapi kita akan menjadi putri malu di dunia nyata.

Sekali lagi, ngarabic itu tidak wajib. Jadi, jangan paksakan manusia untuk ngarabic, kecuali jika manusia tsb spesialis ilmu agama.

No comments:

Post a Comment