Monday, November 19, 2012

Sketsa XVI


"Hmm...kalimat sombongmu akan berhenti di situ. Kupanggil saja mereka. Ayo, keluarlah kalian dari ilalang," seru Haji Asnawi.

Lalu terdengarlah suara gesekan dan terlihat ada ilalang yang bergoyang dari suatu sudut....Ki Joko menunggu dengan sedikit kecemasan...siapakah itu????

Eng Ing Eng. Keluarlah dua pemuda gagah berbaju taqwa putih. Syukur-syukur celana yang dipakainya bukan celana maksiat, jadi matching dengan baju mereka. Dua pemuda tersebut berusia sekitar 30 tahunan. Mereka berdua berjenggot dan terlihat shalih.

Melihat mereka berdua, Ki Joko Bedon gentar bukan main. Ia ingat sekali mereka berdua adalah yang meruqyah banyak dari para murid perguruan sawah. Mereka berdua juga pernah mendatangi langsung ke rumah Ki Joko dan menempelengnya dengan kasar di depan orang-orangan sawah. Ki Joko seketika merasa ciut. Semua jin khadamnya juga ngumpet di balik pohon. Ada pula yang langsung nyungsep ke lubang. Mereka pernah dibakar rupanya oleh kedua pendekar putih tersebut. Siapakah mereka?

"Ha? Ustadz Zururi dan Ustadz Hisby???" bisik Nawawi dan Syirozi keras-keras. Suyuthi terkaget, "Kalian kenal 2 orang itu?"

"Tentu saja kami kenal! Kedua ustadz itu adalah mantan guru di perguruan kami! Mereka berdua pernah mengalahkan makar Ki Joko dengan telak!" jawab Nawawi masih berbisik. Namun nada emosinya dan sensasinya teriring jelas.

"Mantan guru? Mereka sudah keluar dari perguruanmu?" tanya Suyuthi.

"Ya. Mereka telah keluar beberapa bulan lalu," jawab Nawawi.

"Sebabnya apa?" selidik Suyuthi.

"Aku tak tahu semuanya, kawan. Tapi yang ku tahu penyebabnya adalah Ustadz Zururi pernah menerima dana dari sebuah kerajaan di negeri minyak. Dana itu untuk pembangunan beberapa unit gubuk untuk dihuni beberapa murid. Juga untuk memperkaya koleksi kitab warisan ulama. Nama kerajaan itu adalah Uripken Warisan. Tapi, beberapa sesepuh dan pendekar di perguruan kami menyatakan bahwa kerajaan itu sesat dan dananya haram. Barangsiapa menerima dana itu, maka ia akan dicela. Ustadz Zururi bersikeras demi maslahat gubuk dan kitab. Namun salah satu sepuh kami, Syaikh Mubaddi' At-Tahdziiry mengusirnya dari perguruan," terang Nawawi.

"Waw, perpecahan di perguruan kalian sendiri," tanggap Suyuthi tersenyum kecil. "Lalu, bagaimana dengan yang satu lagi, Ustadz Hizby?"

"Ustadz Hisby?" sergah Syirozi. "Hehe, dia karena punya banyak teman dan beberapa kali duduk santai dengan beberapa orang kerajaan di kedai-kedai. Itulah akibatnya."

"Hush, jaga mulutmu, Syiro. Ini malam satu Suro. Ojo golek perkoro. Ojo golek goro-goro!" sergah Nawawi. "Ustadz Hisby itu orang baik dan saleh. Wong sesama saudara, sedulur seluhur, mosok dilarang duduk santai bareng!? Kaedahnya agak aneh iki: barangsiapa yang duduk dengan wong kerajaan, maka ia serupa tingkahnya dengan wong kerajaan. Aku dan kau kini duduk dan ngintip bareng, aku dari perguruan murni, kau dari perguruan hijau, apa kemudian aku juga akan dikeluarkan dari perguruan jika ketahuan berteman dekat denganmu, Suyuthi? Ganjil dan janggal, bukan?"

"Bukan, tapi aneh!" tandas Suyuthi.

Mereka bertiga pun menonton kembali apa yang tersaksi di sana. Kelihatan jelas kegugupan Ki Joko melihat kedua pendatang baru itu, Ust. Zururi dan Ust Hisby.

"Apa kau masih mau mencari perkara pada kami, Ki Joko?" tanya Ust. Hisby dengan tatapan halilintar.

"Kau menantang aku?" Rupanya Ki Joko masih terselimuti gengsi. Ia tak hendak mengalah. Kiranya masih ada sisa tenaga dalam yang terpunya. Dan Ust. Hisby juga Zururi yakin bahwa Ki Joko sebenarnya begitu lemah. Pula Haji Asnawi. Beliau sangat yakin Ki Joko takkan mampu menghancurkan kedua orang ini, penghafal Al-Qur'an dan ribuan hadits.

Diam-diam Ki Joko merogoh sesuatu di dada bawahnya. Dan kapan-kapan kau akan tahu apa yang terjadi kemudian....

....

No comments:

Post a Comment