Thursday, November 15, 2012

Sketsa IX

Bertiga telusuri belantara ngeri. Pohon-pohon besar benar-benar berbisik melalui gesekan tiap dedaunan. Suara-suara hewan malam memperkelam suasana. Angin-angin liar nan dingin saling beradu kekuatan hingga tiap-tiapnya saling bentrok. Suyuthi, Syirozi dan Nawawi tak gentar hadapi itu semua. Tekad mereka sudah bulat, seperti bulatnya mata santriwati bernama Qomariah, biasa dipanggil Mariah ketika terlihat cantiknya. Kalau terlihat ganteng, tentu ia akan dipanggil Qomar.

Tiba-tiba dalang menyeruak untuk kedua kalinya. Kali ini dengan muka masam ia mengisyaratkan kekecewaan. Baiklah....baiklah...saya kembali ke benang merah.

Mereka bertiga saling bergandeng tangan. Jangan sampai satu dari mereka berpisah. Jika Suyuthi yang terpisah, maka merugilah Syirozi dan Nawawi. Karena hanya Suyuthi yang tahu jalan. Sedangkan Syirozi dan Nawawi tahu tempe. [tiba-tiba teringat muka masam dalang. Baiklah. Tidak boleh bercanda.]

Sedang ngeri-ngerinya berjalan, mereka bertiga mendengar suara orang-orang bercakap di suatu sudut yang tak jelas. Ketiganya berhenti melangkah. Namun degup jantung mereka semakin keras. Suara siapakah itu? Semakin dekat....semakin dekat...semakin dekat.

Suyuthi berusaha mengetahui pemilik suara dengan memasang telinganya tegak-tegak. Ia pun memasang kaca telinga agar bisa mendengar lebih jelas. Terdengar semakin dekat dari

sebuah sudut . Ya! Di balik pohon besar itu ada sosok-sosok berjalan!

'Merunduk!' bisik Suyuthi. Mereka bertiga pun merunduk. Kepala mereka terlindungi oleh ilalang setengah badan. Tepat di depan mereka, melintas 4 jasad. Dengan mata tajam, Suyuthi mengintip dari sela-sela ilalang. Siapakah mereka? Suyuthi yang mempunyai akal cerdas, memaksimalkan daya nalarnya untuk mengenalkan sosok itu padanya. Ia mencoba menterjemahkan gerakan tiap-tiap dari 4 jasad itu.

Ia berhasil mengenali mereka. Ada Mbah Dukun, Ki Joko Bedon. Terlihat dari bentuk kepalanya dan bayangan jenggotnya. Bau kemenyan tubuhnya pun bisa ia cium. Di sampingnya adalah Ki Lambad, dukun pula. Anak buah kesayangan Ki Joko Bedon. Di samping Ki Lambad, ada Gus Kelor, seorang guru sakti di perguruannya. Dan satu yang terakhir, ia sangat hafal gaya jalannya dan gerak-geriknya. Siapa lagi kalau bukan Purnomo?

Mereka berempat lah yang hendak mengambil pusaka terpendam di Petilasan Sunan Blacan. Lalu, mengapa Purnomo? Hampir-hampir Suyuthi tak percaya kenapa Purnomo? Suyuthi sempat melirik dalang dan bertanya, "Lang, kenapa Purnomo?" Tentu saja dalang tidak mau disalahkan. Dalang pun menatap saya dan bertanya, "Kenapa Purnomo?" Nah, sekarang malah saya yang jadi tertuduh. Saya jadi bingung.

Tapi, kenapa dalang dan Suyuthi tidak bertanya pada Purnomo langsung, "Kenapa kamu?" Nanti Purnomo pun ikut-ikutan bingung. Inilah sumber kebingungan, saling bertanya dan mempertanyakan. Jika sudah ditanya, menyuguhkan pertanyaan ke orang lain. Semuanya jadi ikutan bingung. Seandainya mereka nrimo saja, tentu semua tidak bingung. Kembali ke cerita.

Suyuthi memungut beberapa kerikil untuk bekal melempar. 4 manusia itu sudah melintas dan melewati persembunyian 3 pendekar muda ini sejarak 25 tombak. Kesempatan Suyuthi untuk lempar batu sembunyi upil.

Suyuthi melempar kerikil-kerikil.

'Tak!' Rupanya salah satu kerikil itu tepat mengantup di bagian kepala botak Ki Joko Bedon. Sakit. Ia pun misuh-misuh dan mengutuk plus memaki. "Lakra'a, bajir*t, bajig*r, guath*l, guap*e" direnteti kemudian deretan nama-nama binatang yang tercantum di kamus hewan dan nama-nama kotoran tiapnya. Semua misuhan itu Ki Joko sebutkan dengan amat fasih.

"Ada apa gerangan, Ki Joko?" tanya Gus Kelor.

"Aku merasa ada yang mengikuti kita. Khadamku sudah kuminta cari dimana dan siapa mereka. Namun belum tertemu. Botakku terantup kerikil kiriman mereka," jawab Ki Joko Bedon dengan tenaga dalam tingkat bus tingkat. Matanya menerawang lekat-lekat beberapa situs gelap. Namun tak jua ia temukan adanya nafas-nafas manusia di sana.

"Kita lanjutkan lagi perjalanan kita," amar Ki Joko berlekas. Ia benar-benar merasa diikuti.

Dan memang, Suyuthi, Syrozi dan Nawawi mengikuti dan mengintai mereka dari beberapa bilik semak dan ilalang.

Hingga kemudian perjalanan 4 orang itu berakhir di sebuah pohon yang amat besar. Akarnya meraksasa, bahkan ada yang menjulang hingga membentuk beberapa ayunan. Tubuh pohon itu dirantai oleh tumbuhan menjalar liar. Ada sedikit tanah lapang di antara akar-akar besar. Di sana mereka terhenti....

Apa yang akan mereka lakukan????



No comments:

Post a Comment