Friday, November 9, 2012

SALATIGA, SELALU DALAM KENANGAN : [7] "Topeng!"


oleh Hasan Al-Jaizy

Di episode 6 kemarin, saya telah mengupas para Iqballers. Mereka adalah makhluk-makhluk pondok yang saya kenal bernama Iqbal. Iqbal yang terdekat dengan saya bernama panjang Iqbal Mu'ammar Rosyad. Teman sejak 1999 dan sampai kapan entah. Hanya untuk sekarang, jarak yang terlalu jauh, memisahkan kedekatan kita.

Iqbal yang satu ini merupakan salah satu teman pertama yang saya kenal di masa pendaftara calon santri baru. Dulu, ia pualing heboh sendiri ketika saya, Adnan (santri lama) dan Fairuz (santri lama) memakai kaos merah yang sama, bertuliskan Brigade Life Skill. Ia tak henti mempertanyakan kenapa kok bisa sama.

Darinya juga, saya belajar menggunakan satu kosakata baru yang belum pernah saya tahu sebelumnya di Jakarta. Kosakata itu berbunyi "THOK". Biasanya digunakan wong Jowo untuk mengungkapkan kecukupan, seperti "Sijhi Thok", maksudnya Satu Saja. Bisa juga disingkat Sithok.

Dulu, tahun 1999, ada seorang remaja 'keren' duduk di bangku SMA, tepatnya kelas 3, bernama Marthena Taufan Hafian. Pinter, cakep dan 'tidak-alim'. Dikenal pinter benar-benar. Dikenal cakep tidak benar. Paling benar: tidak alim. Nah, remaja keren ini punya panggilan 'Topeng', ple-setan dari Taufan yang merupakan nama aslinya. Asalnya dari Cirebon. Topeng yang satu ini juga jago main bola. Merupakan pendekar team sepakbola pondok bernama Khoibar Soldiers bersama legenda pondok lainnya bernama Mu'min Aziz.

Ketika Iqbal Mu'ammar masih di kelas 1 SMP, ia dekat sekali dengan Topeng. Karena kedekatan itulah, keduanya identical. Setelah si Topeng lulus pondok, julukan 'Topeng' diwariskan ke Iqbal. Dan untuk 2000 kemari, Iqbal Mu'ammar dikenal dengan sebuat 'Iqbal Topeng'. Begitulah sejarahnya.

Iqbal Topeng adalah teman saya yang paling rame. Sepi kalau tidak ada dia, dan rasanya ingin menyepi kalau ada dia. Heheh. Ga ada Topeng memang ga rame. Kami [saya, Topeng dan beberapa kawan] ketika SMA sering bertamasya dan rihlah ke kebun-kebun untuk tadabbur alam. Salah satu tempat yang pernah kami kunjungi adalah daerah Senjoyo. Yaitu sebuah pemandian semi-alami di dalam desa, yang untuk ke sana harus melewati kebun-kebun dan juga sungai.

Ya, saya ingat kala itu tahun 2003, ketika kami masih duduk di kelas 1 SMA. Saya mengajak sekitar 8 teman terdekat untuk bertualang ke Senjoyo. Teman-teman saya yang kala itu sedang bokek dan tong-pes, tentu saja senang menyambut ajakan saya. Mereka mengira saya berani mengajak jalan-jalan ke pemandian karena baru dapat kiriman dari ortu atau pinjaman uang dari teman. Padahal saya juga cuma punya Rp. 10.000.

Teman-teman mengamuk tapi ngakak bareng di perjalanan ketika saya dengan jujur mengutarakan jumlah uang saya. Tapi, the show must go on. Kami ketika itu, juga bersama Iqbal Topeng, bertualang ke pemandian.

Di momen lain, saya sangat terkenang ketika kami berdua pulang dari mengajar anak-anak mengaji hari Jum'at malam. Berdua di atas sepeda motor. Jalannya pelan sekali. Jalanan pun gelap sekali; karena tidak ada penerangan jalan. Di samping jalan pun kebun dan sawah semua. Sambil berjalan pelan, kita sekadar cerita-cerita melepas tawa dan kegembiraan semata.

Ada sebuah cerita jenaka tentang Iqbal Topeng ini. Sebuah cerita di masa liburannya, di Madiun.

Suatu hari, bibinya Topeng melahirkan anak. Karena Topeng dikenal oleh keluarganya anak Pondok, maka bolehlah ia dianggap 'punya ilmu'. Setidaknya ilmu bahasa Arab dan agama yang lebih. Bibinya pun meminta Topeng untuk mencarikan nama yang bagus untuknya.

"Bal, tolong kamu cari nama yang apik donk buat bayiku."

"Hmmm...QURROTUL QODAM ae!" jawab Topeng. Bibinya pun berfikir sejenak. Mungkin ia teringat pada nama Qurrotul Ain, namun ini agak berbeda: Qurrotul Qodam. Bibinya setuju.

Nama itu belum resmi menjadi nama bayi. Suatu hari, bibinya bertanya pada Topeng, "Bal, artinya Qurrotul Qodam itu apa, toh?"

Iqbal Topeng pun menjawab sejujurnya, "Bal-balan, Bu dhe!" Kontan bibinya mengamuk kemudian.

Bal-balan = Playing Football
Football = Qurrotul Qodam

Sebenarnya banyak...banyak sekali kenangan Topeng di Salatiga. Hanya, tidak mungkin saya ungkapkan itu semua. Petualangan-petualangan serudan kenangan tidak semua layak diumbar kembali.

[saya menulis ini juga tanpa sepengetahuan makhluk yang bersangkutan]

Di episode 6 kemarin, saya telah mengupas para Iqballers. Mereka adalah makhluk-makhluk pondok yang saya kenal bernama Iqbal. Iqbal yang terdekat dengan saya bernama panjang Iqbal Mu'ammar Rosyad. Teman sejak 1999 dan sampai kapan entah. Hanya untuk sekarang, jarak yang terlalu jauh, memisahkan kedekatan kita. Iqbal yang satu ini merupakan salah satu teman pertama yang saya kenal di masa pendaftara calon santri baru. Dulu, ia pualing heboh sendiri ketika saya, Adnan (santri lama) dan Fairuz (santri lama) memakai kaos merah yang sama, bertuliskan Brigade Life Skill. Ia tak henti mempertanyakan kenapa kok bisa sama. Darinya juga, saya belajar menggunakan satu kosakata baru yang belum pernah saya tahu sebelumnya di Jakarta. Kosakata itu berbunyi "THOK". Biasanya digunakan wong Jowo untuk mengungkapkan kecukupan, seperti "Sijhi Thok", maksudnya Satu Saja. Bisa juga disingkat Sithok. Dulu, tahun 1999, ada seorang remaja 'keren' duduk di bangku SMA, tepatnya kelas 3, bernama Marthena Taufan Hafian. Pinter, cakep dan 'tidak-alim'. Dikenal pinter benar-benar. Dikenal cakep tidak benar. Paling benar: tidak alim. Nah, remaja keren ini punya panggilan 'Topeng', ple-setan dari Taufan yang merupakan nama aslinya. Asalnya dari Cirebon. Topeng yang satu ini juga jago main bola. Merupakan pendekar team sepakbola pondok bernama Khoibar Soldiers bersama legenda pondok lainnya bernama Mu'min Aziz. Ketika Iqbal Mu'ammar masih di kelas 1 SMP, ia dekat sekali dengan Topeng. Karena kedekatan itulah, keduanya identical. Setelah si Topeng lulus pondok, julukan 'Topeng' diwariskan ke Iqbal. Dan untuk 2000 kemari, Iqbal Mu'ammar dikenal dengan sebuat 'Iqbal Topeng'. Begitulah sejarahnya. Iqbal Topeng adalah teman saya yang paling rame. Sepi kalau tidak ada dia, dan rasanya ingin menyepi kalau ada dia. Heheh. Ga ada Topeng memang ga rame. Kami [saya, Topeng dan beberapa kawan] ketika SMA sering bertamasya dan rihlah ke kebun-kebun untuk tadabbur alam. Salah satu tempat yang pernah kami kunjungi adalah daerah Senjoyo. Yaitu sebuah pemandian semi-alami di dalam desa, yang untuk ke sana harus melewati kebun-kebun dan juga sungai. Ya, saya ingat kala itu tahun 2003, ketika kami masih duduk di kelas 1 SMA. Saya mengajak sekitar 8 teman terdekat untuk bertualang ke Senjoyo. Teman-teman saya yang kala itu sedang bokek dan tong-pes, tentu saja senang menyambut ajakan saya. Mereka mengira saya berani mengajak jalan-jalan ke pemandian karena baru dapat kiriman dari ortu atau pinjaman uang dari teman. Padahal saya juga cuma punya Rp. 10.000. Teman-teman mengamuk tapi ngakak bareng di perjalanan ketika saya dengan jujur mengutarakan jumlah uang saya. Tapi, the show must go on. Kami ketika itu, juga bersama Iqbal Topeng, bertualang ke pemandian. Di momen lain, saya sangat terkenang ketika kami berdua pulang dari mengajar anak-anak mengaji hari Jum'at malam. Berdua di atas sepeda motor. Jalannya pelan sekali. Jalanan pun gelap sekali; karena tidak ada penerangan jalan. Di samping jalan pun kebun dan sawah semua. Sambil berjalan pelan, kita sekadar cerita-cerita melepas tawa dan kegembiraan semata. Ada sebuah cerita jenaka tentang Iqbal Topeng ini. Sebuah cerita di masa liburannya, di Madiun. Suatu hari, bibinya Topeng melahirkan anak. Karena Topeng dikenal oleh keluarganya anak Pondok, maka bolehlah ia dianggap 'punya ilmu'. Setidaknya ilmu bahasa Arab dan agama yang lebih. Bibinya pun meminta Topeng untuk mencarikan nama yang bagus untuknya. "Bal, tolong kamu cari nama yang apik donk buat bayiku." "Hmmm...QURROTUL QODAM ae!" jawab Topeng. Bibinya pun berfikir sejenak. Mungkin ia teringat pada nama Qurrotul Ain, namun ini agak berbeda: Qurrotul Qodam. Bibinya setuju. Nama itu belum resmi menjadi nama bayi. Suatu hari, bibinya bertanya pada Topeng, "Bal, artinya Qurrotul Qodam itu apa, toh?" Iqbal Topeng pun menjawab sejujurnya, "Bal-balan, Bu dhe!" Kontan bibinya mengamuk kemudian. Bal-balan = Playing Football Football = Qurrotul Qodam Sebenarnya banyak...banyak sekali kenangan Topeng di Salatiga. Hanya, tidak mungkin saya ungkapkan itu semua. Petualangan-petualangan serudan kenangan tidak semua layak diumbar kembali. [saya menulis ini juga tanpa sepengetahuan makhluk yang bersangkutan]

No comments:

Post a Comment