oleh Hasan Al-Jaizy
Bermula kucuran renyuh di hati itu mengalir dari sebuah video di YouTube. Sebenarnya bukan pertama kali iba menggentayangi hati. Sudah lama. Namun, video sederhana itu memperlihatkan seorang anak kecil belum mencapai usia baligh berjalan di sebuah jalan. Rupanya ada beberapa tentara Yahudi terlaknat dari negara penjajah, yaitu negara Israel, menjaga jalan. Mereka pun memeriksa anak itu luar dalam. Dengan kasar. Anak itu membawa tas, sepertinya hendak pergi ke sekolah. Tasnya dikobok-kobok. Pemandangan itu menjadi tradisi di sana.
Yang membuat fikirku hingga kini adalah judul video itu. Berbahasa Arab. Maknanya: "Bayangkan jika dia adalah adik kecilmu".
Bayangkan jika anak kecil yang digorok lehernya hingga putus di Suriah itu adalah adik kecilmu, atau anakmu.
Bayangkan jika mulut Bakkour yang dipreteli hingga hancur dan hilang, hingga yang terlihat hanya darah dan daging dari bawah hidung menuju leher, hingga gigi pun sudah hilang, adalah saudara terdekatmu.
Bayangkan jika orang-orang dewasa yang dibakar hidup-hidup namun setelah selesai dibakar mereka masih hidup, adalah orang terdekatmu.
Bukan berarti amarku untukmu membayangkan sehingga menakut-nakuti dan menghantui. Bayangkan sejenak saja. Lalu, fikirkan, upaya apa dari kita sehingga bisa menghidupkan kembali makna 'muslim dan satu lainnya bagaikan satu jasad, dalam kasihnya, kelembutannya, kecintaannya, sehingga jika satu merasakan sakit, berpuluh bagian lain tidak bisa tenang tertidur karena ikut merasakan'.
Dulu kau pernah ceritakan nikmat dan indahnya menjadi bagian dari kaum muslimin. Ketika kau pergi ke Bosnia, kau disambut dengan cinta persaudaraan. Ketika kau pergi ke Inggris sekalipun tuk temui muslim di sana, kau dirangkul dengan cinta persaudaraan. Dulu kau ceritakan padaku ziarahmu menuju tanah suci, kau suguhkan padaku gambaran persatuan dan persaudaraan dalam keringat, upaya dan pengorbanan. Dan mohon kini ceritakan pula padaku apa yang telah kita korbankan ketika saudara-saudara kita menjadi korban kezaliman Yahudi.
Biar bersungai tinta dijadikan isi busur untuk menulis cita, kita selalu bertanya, 'Kapankah aku mendengar saudara-saudaraku di sana menikmati hidup sebagaimana aku punya?' Biar bergunung keping kita bentangkan untuk mereka.
Dan doa adalah senjata orang beriman. Dengan doa, orang beriman terbaca keimanannya oleh Allah. Bukan indahnya bait-bait doa yang diperlukan, melainkan kehadiran hati dalam mendoakan. Maka, ketika yang termampu olehmu adalah berdoa, jangan biarkan hatimu bergetar marah dengan ejekan manusia yang berkata, 'Mana suaramu? Mana upayamu?'. Biarlah Allah yang Maha Mendengar suaramu dan Maha Mengetahui upayamu, baik di hingar keramaian atau di tirani kesepian. Jika tuntutan atau ejekan manusia memancing getaran hatimu, ketahuilah mereka tak berhenti memaksamu. Karena ketika kau angkat suara, kau akan diteriaki, 'Kau hanya mampu berbicara. Berkata itu mudah!'
Jangan getarkan hatimu dengan gejolak marah karena mereka, tapi getarkan hati dan jasadmu dengan doa-doamu untuk saudara. Apa yang kau mampu, maka lakukanlah ia tanpa menunda. Apa yang tidak kau mampu, maka berharaplah semoga kau mampu kelak melakukannya. Tiap manusia ada kadarnya. Dan orang yang sombong seringkali berbuat melebihi kadarnya.
Bingkisan doa dan harapan untuk semua saudara nun jauh di sana.
Yang membuat fikirku hingga kini adalah judul video itu. Berbahasa Arab. Maknanya: "Bayangkan jika dia adalah adik kecilmu".
Bayangkan jika anak kecil yang digorok lehernya hingga putus di Suriah itu adalah adik kecilmu, atau anakmu.
Bayangkan jika mulut Bakkour yang dipreteli hingga hancur dan hilang, hingga yang terlihat hanya darah dan daging dari bawah hidung menuju leher, hingga gigi pun sudah hilang, adalah saudara terdekatmu.
Bayangkan jika orang-orang dewasa yang dibakar hidup-hidup namun setelah selesai dibakar mereka masih hidup, adalah orang terdekatmu.
Bukan berarti amarku untukmu membayangkan sehingga menakut-nakuti dan menghantui. Bayangkan sejenak saja. Lalu, fikirkan, upaya apa dari kita sehingga bisa menghidupkan kembali makna 'muslim dan satu lainnya bagaikan satu jasad, dalam kasihnya, kelembutannya, kecintaannya, sehingga jika satu merasakan sakit, berpuluh bagian lain tidak bisa tenang tertidur karena ikut merasakan'.
Dulu kau pernah ceritakan nikmat dan indahnya menjadi bagian dari kaum muslimin. Ketika kau pergi ke Bosnia, kau disambut dengan cinta persaudaraan. Ketika kau pergi ke Inggris sekalipun tuk temui muslim di sana, kau dirangkul dengan cinta persaudaraan. Dulu kau ceritakan padaku ziarahmu menuju tanah suci, kau suguhkan padaku gambaran persatuan dan persaudaraan dalam keringat, upaya dan pengorbanan. Dan mohon kini ceritakan pula padaku apa yang telah kita korbankan ketika saudara-saudara kita menjadi korban kezaliman Yahudi.
Biar bersungai tinta dijadikan isi busur untuk menulis cita, kita selalu bertanya, 'Kapankah aku mendengar saudara-saudaraku di sana menikmati hidup sebagaimana aku punya?' Biar bergunung keping kita bentangkan untuk mereka.
Dan doa adalah senjata orang beriman. Dengan doa, orang beriman terbaca keimanannya oleh Allah. Bukan indahnya bait-bait doa yang diperlukan, melainkan kehadiran hati dalam mendoakan. Maka, ketika yang termampu olehmu adalah berdoa, jangan biarkan hatimu bergetar marah dengan ejekan manusia yang berkata, 'Mana suaramu? Mana upayamu?'. Biarlah Allah yang Maha Mendengar suaramu dan Maha Mengetahui upayamu, baik di hingar keramaian atau di tirani kesepian. Jika tuntutan atau ejekan manusia memancing getaran hatimu, ketahuilah mereka tak berhenti memaksamu. Karena ketika kau angkat suara, kau akan diteriaki, 'Kau hanya mampu berbicara. Berkata itu mudah!'
Jangan getarkan hatimu dengan gejolak marah karena mereka, tapi getarkan hati dan jasadmu dengan doa-doamu untuk saudara. Apa yang kau mampu, maka lakukanlah ia tanpa menunda. Apa yang tidak kau mampu, maka berharaplah semoga kau mampu kelak melakukannya. Tiap manusia ada kadarnya. Dan orang yang sombong seringkali berbuat melebihi kadarnya.
Bingkisan doa dan harapan untuk semua saudara nun jauh di sana.
No comments:
Post a Comment