Tuesday, November 27, 2012

HIDUPMU INSPIRASIMU : [15] "Yang Takkan Berubah Adalah Adanya Perubahan"


oleh Hasan Al-Jaizy

Seorang pria sedang menonton televisi bersama beberapa temannya di rumah sewaan. Rupanya mereka sedang menyantap sebuah program yang disukai bersama. Lalu tibalah masa iklan terlampir. Jeda acara sementara. Ia mengambil remote TV. Hendak mengganti channel. Siapa tahu ada yang menarik. Dan inilah yang bisa kau gali dari manusia modern. Ketika kegiatan mereka terjeda, pasti mereka akan mencari sesuatu lain sebagai pengisi senggang. Kelihatannya bagus. Namun, bagaimana jika pengisi jeda itu berdampak negatif? Negatif, entah dari segi kandungan sesuatu, atau dari mereka sendiri. Seperti menonton program informatif religius, lalu ketika jedanya menonton program anti-religius. Atau banyak-banyak menyelang-nyeling akhirnya tidak satupun faedah terdapat. Manusia modern, banyak jelajahannya, sedikit mengambil ibrahnya.

Sedang asyik merunut channel2 satu persatu, ia memakukan layar pada satu channel. Rupanya program religius. Tampak ada pembawa acara dan pembicara. Oh, rupanya pembicara itu seorang ustadz. Terlihat ngustadz karena memakai peci dan baju taqwa. Lalu pria itu nyengir sendiri. Nyengir mengejek.

"Ada apa, bos?" tanya temannya.

"Kamu tahu ustadz itu? Dia adalah teman sekelas saya. Apa pula yang ia lakukan di sana? Dulu kami berteman. Yang aku kenal, dia dulu bengal, suka begadang dan senang bermaksiat di depan kawan-kawan," jawabnya yang dilanjutkan dengan tawa terkekeh.

"Kok bisa ya dia jadi pembicara di situ? Ckckck." Teman lainnya geleng-geleng.

Sepotong cerita di atas bisa saja tercatat di lembaran hidupmu. Sebagian orang yang menonton TV, suka membicarakan apa dan siapa yang mereka saksikan di TV. Terlebih jika ramai menontonnya. Dan ketika mereka membenci sesuatu atau seseorang, lisan tak terjaga terhunus dan membunuh nama-nama tanpa sepengetahuan pemilik nama-nama.

Yang ingin kuingatkan pada diriku dan dirimu adalah bahwa segala sesuatu di dunia ini lazim berubah. Kau pasti berubah. Pasti ada perubahan dalam dirimu. Karena:

Sesuatu yang tidak akan berubah adalah adanya perubahan itu sendiri.

Bisa saja sesuatu atau seseorang berubah menjadi lebih baik. Bisa pula malah lebih buruk. Dan bukankah seorang Muslim dianjurkan untuk menjadi lebih baik dari hari sebelumnya!? Namun, sungguh...hal itu sangat sulit.

Ketika kau mendapati temanmu dalam madzhar [penampakan] yang baik, sementara dahulu sungguh buruk ia berlaku, maka jangan ungkit yang berlalu. Jangan ambil kembali angin-angin busuk yang telah berlalu. Jangan pula mencarinya. Karena ia telah berubah. Ia telah berupaya merubah dirinya menuju kebaikan. Mungkin saja upayanya menuju kebaikan sangat keras dan perih.

Tidak menutup kenyataan bahwa beberapa ustadz yang kau berguru padanya, dahulu adalah preman di era remaja mereka. Dan ibrah sejarah yang kau ambil darinya bukanlah karena premannya ia dahulu. Yang justru harus kau pertanyakan adalah, kenapa dahulu ia adalah sampah masyarakat, dan kini ia adalah permata umat!? Dan juga malulah pada cermin. Di sana ada sebuah wajah terlukis. Yang jika kau bertanya siapakah pemilik wajah, cermin akan menjawab, ia adalah kau sendiri. Itulah kau, yang belum seberapa menjadi.

Ketika temanmu maju dan menjadi pemimpin umat atau orang kaya, maka jangan kau kejar masa lalu mereka dengan kalimat, 'Haha...dahulu ia terlihat culun' dan 'Haha...dahulu ia berangkat sekolah pun jalan kaki karena tiada ongkos'. Tapi cecarlah diri sendiri, kenapa dahulu kau lebih berkelas darinya, namun kini ia berkelas, sementara kau dikeluarkan dari kelas!?

Dan jangan lupa: 'Lisan dan hati pendengki tak pernah istirahat dan berhenti'. Orang yang paling letih adalah pendengki; sedangkan ia tak mendapat apa-apa kecuali daging bangkai dan kehinaan. Kapankah pendengki berubah menjadi penghormat?

Saya punya seorang teman berasal dari Magelang. Ketika masih SMP dahulu, ia terlihat lemah gemulai. Wajahnya tampan sekali. Namun, jika tidak diimbangi kelelakian dari segi fisik atau sikap, maka ketampanan bisa terpandang sebagai keayuan. Teman-temannya merendahkannya karena gemulainya. Lalu ia pun masuk ke pondok selepas lulus SMP. Di pondok, ia bertekad untuk berubah. Merubah apa yang sebelumnya terlekat pada dirinya.

Hari-hari, selain belajar dan mengaji, ia mengisi waktu untuk olahraga dan angkat barbel. Hingga dalam kurun waktu setahun, tubuhnya mengekar. Padahal dahulu ia sangat kecil dan gemulai. Maka tubuhnya pun lebih kekar dibanding tubuh teman-teman yang dahulu merendahkannya.

Atau....

Ada temanku berasal dari sebuah desa di Jawa Timur. Masa kecilnya menderita. Ia terkena penyakit sangat serius yang menyebabkannya sering dirawat di rumah sakit. Padahal ayah ibunya begitu miskin, sehingga tiada daya cukup tuk membiayai segalanya. Kedua orang tuanya hingga hampir putus asa. Salah satu tetangga mereka adalah orang sukses di desa kala itu. Ia banyak membantu mereka dari segi materi.

Dan kini, anak itu telah menjadi seorang mahasiswa. Sekampus dengan saya. Allah mengangkat derajatnya karena kesabaran dalam hidup, ketekunan dan kebaikan hatinya. Kini berilmu tinggi. Disenangi, disegani dan dihargai semua temannya. Allah benar-benar memuliakannya.

Dan ketika saya ziarah ke kampungnya, saya mendapati rumahnya beralaskan tanah dan sangat sederhana. Namun, sekali lagi, Allah mengangkat derajatnya dengan ilmu sehingga saya belajar hal-hal besar darinya.

Maka, teringatlah perkataan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimiin -rahimahullah-:

كم من رجل ليس له حسب ولا نسب
ولكن رفعه الله بالعلم

"Betapa adanya manusia
tiada ia miliki derajat harta
tiada pula ia miliki nasab (mulia)
tetapi dengan ilmu Allah mengangkat derajatnya"

Sebaik-baik perubahan adalah perubahanmu menuju kebaikan dengan ilmu.

No comments:

Post a Comment