oleh Hasan Al-Jaizy
Menghadapi kenyataan pahit, tentu perlu solusi untuk memaniskan kembali hembusan realita. Sebagainya pahit dan sakitnya hati mendengar kabar-kabar dunia Islam, tentu perlu solusi untuk memaniskannya kembali. Atau sebelum menjadi manis, jadikan ia tawar terlebih dahulu.
Kita semua diminta untuk membantu sesuai kadar yang termampukan. Jika tidak mampu menjadi yang terbaik, maka jadilah yang baik. Jika kesulitan menjadi yang baik, maka jangan pernah menjadi yang buruk. Intinya: tetaplah baik.
Jika yang dibutuhkan adalah kerahan pasukan, lalu kau ditunjuk untuk ikut serta dan kau memang mampu, maka pergilah. Dan jangan wartakan kepergianmu pada manusia sedunia. Atau kau ingin membatalkan amalan sebelum amalan? Karena pergimu itu adalah perjalanan menuju jihad. Bukankah kelak macam orang yang pertama diseret ke neraka adalah ia yang pergi ke medan kemudian mati terbunuh namun rupanya hatinya kotor!? Padahal manusia dari timur ke barat menyangka ia seorang syahid.
Dan ternyata yang dibutuhkan adalah senjata. Maka, alam pun meminta keping-kepingmu di saku. Berikanlah pada mereka jika memang kau punya dan kebutuhanmu telah tercukupi. Namun, jangan jadikan apa yang kau bentangkan dari keping-keping sebagai modal tertawamu dan modal kebanggaanmu di depan manusia. Setelah memberi, jangan melacur kemudian.
Atau rupanya kau tak punya keping-keping dan kertas-kertas, maka masih ada sisi yang bisa kau raih untuk menolong agama-Nya dan menolong saudara-saudaramu. Kau bisa mewartakan kabar buruk pada temanmu yang kaya sehingga mereka tergerak memberi? Jika bisa, maka lakukan. Kau punya kalimat terfikir di alam batin yang bisa membuat manusia tergerak dan tersadar? Jika punya, maka senandungkanlah. Kau punya apa? Kau punya apa? Apapun yang kau punya, berikanlah. Bentangkanlah. Bukan demi derajat dirimu. Tetapi sebagai salah satu bentuk menolong agama-Nya dan membantu saudara di sana.
Terduduk di depan layar tidak tercela. Berteriak di jalanan juga tidak selalu tercela. Yang tercela adalah ketika kau hendaki kebaikan dengan perbuatan atau gerakanmu, namun rupanya yang terjadi adalah tambahnya keburukan. Sebabnya, sebelum melangkah, tiada mau kau berfikir lebih besar mana: maslahat atau mafsadat? Betapa banyak yang hendaki kebaikan, namun rupanya kebaikan pun tak hendaki diri mereka. Maka lakukanlah apa yang kau bisa dan berikanlah apa yang kau punya, selama itu memang membantu, meskipun dari sudut pandangmu efeknya kecil, dan selama itu tidak membuat kerugian baru. Dan jangan berlebih.
Dalam banyak kondisi, amalan hati lebih besar dari kalimat atau yang terbuat.
Kita semua diminta untuk membantu sesuai kadar yang termampukan. Jika tidak mampu menjadi yang terbaik, maka jadilah yang baik. Jika kesulitan menjadi yang baik, maka jangan pernah menjadi yang buruk. Intinya: tetaplah baik.
Jika yang dibutuhkan adalah kerahan pasukan, lalu kau ditunjuk untuk ikut serta dan kau memang mampu, maka pergilah. Dan jangan wartakan kepergianmu pada manusia sedunia. Atau kau ingin membatalkan amalan sebelum amalan? Karena pergimu itu adalah perjalanan menuju jihad. Bukankah kelak macam orang yang pertama diseret ke neraka adalah ia yang pergi ke medan kemudian mati terbunuh namun rupanya hatinya kotor!? Padahal manusia dari timur ke barat menyangka ia seorang syahid.
Dan ternyata yang dibutuhkan adalah senjata. Maka, alam pun meminta keping-kepingmu di saku. Berikanlah pada mereka jika memang kau punya dan kebutuhanmu telah tercukupi. Namun, jangan jadikan apa yang kau bentangkan dari keping-keping sebagai modal tertawamu dan modal kebanggaanmu di depan manusia. Setelah memberi, jangan melacur kemudian.
Atau rupanya kau tak punya keping-keping dan kertas-kertas, maka masih ada sisi yang bisa kau raih untuk menolong agama-Nya dan menolong saudara-saudaramu. Kau bisa mewartakan kabar buruk pada temanmu yang kaya sehingga mereka tergerak memberi? Jika bisa, maka lakukan. Kau punya kalimat terfikir di alam batin yang bisa membuat manusia tergerak dan tersadar? Jika punya, maka senandungkanlah. Kau punya apa? Kau punya apa? Apapun yang kau punya, berikanlah. Bentangkanlah. Bukan demi derajat dirimu. Tetapi sebagai salah satu bentuk menolong agama-Nya dan membantu saudara di sana.
Terduduk di depan layar tidak tercela. Berteriak di jalanan juga tidak selalu tercela. Yang tercela adalah ketika kau hendaki kebaikan dengan perbuatan atau gerakanmu, namun rupanya yang terjadi adalah tambahnya keburukan. Sebabnya, sebelum melangkah, tiada mau kau berfikir lebih besar mana: maslahat atau mafsadat? Betapa banyak yang hendaki kebaikan, namun rupanya kebaikan pun tak hendaki diri mereka. Maka lakukanlah apa yang kau bisa dan berikanlah apa yang kau punya, selama itu memang membantu, meskipun dari sudut pandangmu efeknya kecil, dan selama itu tidak membuat kerugian baru. Dan jangan berlebih.
Dalam banyak kondisi, amalan hati lebih besar dari kalimat atau yang terbuat.
No comments:
Post a Comment