Monday, December 10, 2012

AHLU SUNDA WAL JEME'EH


oleh Hasan Al-Jaizy


AHLU SUNDA

Saya sudah pernah mengumumkan pada makhluk hidup seperti Anda bahwa para mojang atau emak-emak Sunda bisa membuat saya kelepek di tempat jika mereka bicara memakai bahasa atau logat Sunda. 

Bagi saya, Sunda memiliki sesuatu yang spesial. Salah satunya adalah intonasi dan logat. Mana tahan?

Sebagai orang yang punya cita-cita hidup di tanah Sunda, maka saya pun ingin kelak bisa berbahasa Sunda dengan logat yang pas. English saja bisa diambil, masak Sunda tidak bisa sich?

Saya pernah beberapa kali menelusuri desa-desa Jawa (Jateng+Jatim) dan Sunda (Jabar). Ada perbedaan madzhar yang blatant alias jelas antara keduanya.

Jika Anda mengintip desa-desa suku Jawa terlebih melihat mayoritas rumahnya, Anda akan menemukan rumah-rumah sederhana dan kurang istimewa secara dzahir. Saya tidak bermaksud merendahkan wong2 ndeso dari suku Jawa. Bapak dan Mbah saya juga ndeso kok. wkwk

Berbeda dengan desa-desa Sunda. Kalau mau perhtikan bntuk rumah mereka, meskipun di desa, tapi corak, warna dan bentuknya menarik. Dan coba deh intip ke dalam rumah, rata2 punya TV bagus2.

Kenapa begitu? Apakah karena...
--> JAWA = Jaga Wibawa? Sehingga tidak perlu mnzahirkan yang mewah yang penting biasa namun bersahaja.
--> SUNDA = Suka Benda? Cenderung materialis dan suka menampilkan yang bagus-bagus meskipun belum tentu berisi.

Yang Jawa dan Sunda jangan marah atau kegeeran. Dan jangan berbaliku berkata, "Tidak semua orang Jawa/Sunda begitu...." karena kalau mau merinci semua orang Jawa atau Sunda, harus bikin buku catatan amal perbuatan mereka semua.

JEME'EH

Jeme'eh adalah Jema'ah. Yaitu orang Indo-Arab. Tidak peduli Arab model Hadromi Yaman, Tamim, atau Arab Empang Bogor. Yang penting, anak Indo-Arab disebut anak Jema'ah.

Saya mengenal istilah Jeme'eh ini sejak awal masuk pondok. Pondok saya memang dikuasai etnis yang -menurut boros saya- unik ini. Kala itu mudir pondok adalah Ust Yusuf, seorang Arab-Indo. Kemudian Ust Nizar, seorang Arab-Indo.

Di pondok saya juga bertebaran santri-santri Jema'ah. Teman terdekat saya ketika 1 SMP dulu dari etnis Jema'ah adalah Ahmad Fatih. Dia seorang masyhur dan bombastis kala itu. Karena pecandu sepakbola dan ketika bermain bola, ia seperti menari plus bottomnya goyang gentayangan kesana kemari. Makanya ia disebut 'Kajol'.

Di masa SMA, teman terdekat saya dari etnis Jama'ah adalah Abdul Aziz Al-Khadramy. Biasa disebut Aziz Khadrowat (sayur) atau lebih masyhur sebagai Aziz Kecap; karena hitam kulitnya.

Mereka (anak Jema'ah) punya bahasa sendiri. Banyak sekali kosakata Arab-Indo yang mereka gunakan. Jika Anda tidak pernah bergaul dengan mereka atau pernah nyantri, tidak akan mengerti omongan mereka, kecuali beberapa kata yang masyhur seperti 'bahlul', 'majnun', dan 'bekher'. Semoga kapan-kapan bisa mengupas bahasa mereka; karena bahasa pondok saya adalah bahasa mereka. Siapapun santri dan lulusan sana, meski berasal dari Gua Hantu sekalipun, mengerti bahasa Jema'ah.

Sebagaimana namanya, anak Jema'ah paling hobi ngumpul. Biasanya sambil nyemil tho'am (makanan). Atau minimal gahwahan (ngopi) atau nyahi (ngeteh: kalimat nyahi dikenal juga oleh Betawi lama). Kalau mereka sudah ngumpul, dunia dilupakan. Teman2 Indo tak dianggap ada. Kalau mereka sudah ngakak bareng, rame diskotik kalah. Adat seperti ini juga tradisi di pondok saya karena terpengaruh mereka. Biarpun anak Jawa, Sunda, Melayu, Bugis dan Sasak, mereka ikut tradisi ini. Acara ngumpul ini dinamakan 'majlas' (gabfest).

No comments:

Post a Comment