Thursday, December 20, 2012

CAT : [46] "AIR TUBA DIBALAS AIR SUSU"


oleh Hasan Al-Jaizy


Ada seorang nenek berdagang dengan anaknya di pasar. Namun, anaknya tidak selalu ikut berdagang. Mereka menyewa tempat di depan rumah Pak Haji. Rumahnya rupanya di pasar itu dan ia pun juga menjual buah-buahan depan rumahnya. Namun, Pak Haji satu ini, meskipun sehari-hari ramah, ternyata memang 'tegaan'. 

Nenek ini berdagang makanan lauk. Di sampingnya pun ada pedagang tahu, seorang ibu-ibu. Sang nenek beberapa kali 'dianggap' telat membayar uang sewa tempat. Ia ditegur dengan kalimat tidak menyenangkan oleh Pak Haji. Kadang menyakitkan hati. Suatu hari, Pak Haji mengusirnya dengan kalimat pedas karena memang sang nenek telat membayar entah sehari atau selebihnya.

Nenek itu pun pulang ke rumah dengan sakit hati. Ia menceritakan itu semua pada anaknya dengan sedih. Mereka kemudian berembug mencari tempat lain untuk berniaga. Beberapa hari lamanya, mereka tak terlihat lagi di pasar hingga akhirnya mereka menemukan tempat lain yang cocok untuk berjualan padanya.

Namun, meski sakit hati, mereka tetap menyapa Pak Haji jika berpapasan di jalan. Dan itu membuatnya malu sendiri. Belum lagi, si anak kadang shalat di mushalla yang mana Pak Haji juga shalat di sana. Jika mereka bertemu, anak itu pun mengajak salaman; yang membuat Pak Haji malah menghormatinya. Maka, tiadalah dendam antar mereka.

Di lain cerita, saya memiliki seorang teman sejak kecil. Dan ia memiliki adik. Usia adiknya tentu di bawah saya. Mereka lama pindah rumah. Namun, ada masanya beberapa tahun lalu, adiknya menetap di dekat rumah saya dan beberapa hari 'nongkrong' di depot galon air bersama teman-temannya.

Setiap pergi/pulang shalat, adiknya ini selalu mengejek saya, "Woy, jenggot!" Padahal ia lebih muda dan tidak pernah ada orang di mari berani seperti itu. Pernah juga ia berkata, "Lo jenggotan kayak kambing aje!" di depan teman-temannya yang pada diam. Sebagai orang keren, tentu saja hal itu membuat saya dongkol sedangkal-dangkalnya. Panas hati. Tapi, paling maksimal hanya mengepalkan tangan.

Lalu saya pun curhat ke emak. Curhat ke makhluk. Semoga ini tidak salah [karena sebagian ikhwah 'berpendapat' berkeluh kesah itu mutlak terlarang kecuali di hadapan Allah semata]. Saya mengutarakan kekesalan itu pada emak saya. Bahkan sempat saya minta izin untuk 'menggampar' mukanya.

Tapi, emak saya, dengan bijak dan pengalaman dalam memberi nasihat, memberi nasihat terbaik. Beliau meminta saya untuk bersabar. Insya Allah ada hikmahnya. Kalau turuti emosi, bisa berabe jadinya. Apalagi jika dipandang orang. Bisa gaswat nantinya!

Karena emak saya adalah emak saya, maka tentu saja saya terima bulat-bulat nasihatnya. Karena zahirnya bagus, dan seorang emak tentu ingin yang terbaik bagi anaknya.

Ajaibnya, setelah emak saya menasihati seperti itu, si pengejek tidak pernah lagi mengejek. Ketika saya lewat, ia tidak lagi mengucapkan kalimat memalu. Tidak mungkin emak saya men-tahdzir dia. Tetapi Allah-lah yang membuatnya terdiam. Tak lama berselang hari, ia pun pergi. Teman-teman berkata, ia kerja di Lombok, menjadi pegawai hotel. Semoga Allah memberi hidayah pada anak ini. Karena dia sangat bandel sejak kecil.

Allah berfirman:

خُذِ ٱلْعَفْوَ وَأْمُرْ بِٱلْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ ٱلْجَٰهِلِينَ

"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh." [Q.S. Al-A'raf: 199]

Bagaimana jika mereka membuatmu marah [disebabkan kalimat atau tingkah mereka terhadapmu]?

Jawabannya di ayat selanjutnya:

وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ نَزْغٌۭ فَٱسْتَعِذْ بِٱللَّهِ ۚ إِنَّهُۥ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah [ber-ta'awudz-lah]. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." [Q.S. Al-A'raaf: 200]

Sesungguhnya marah adalah alat kekuasaan setan.

No comments:

Post a Comment