oleh Hasan Al-Jaizy
Majlas berasal dari Arabic. Ia adalah sebuah masdar dengan wazan 'Maf'al' yang bermakna 'perbuatan duduk'.
Majlas yang saya maksud adalah sebuah tradisi klasik pondok berupa pengumpulan roh-roh beserta jasadnya di suatu majlis (tempat/waktu) sembari nyemil (memakan makanan kecil) atau nyerob (meminum minuman ringan).
Tradisi ini adalah warisan nenek moyang Arab-Indo yang berpengaruh keras pada sosiologi masyarakat pondok. Saya berbicara tentang Majlas di pondok saya, bukan di pondok selain pondok saya. Jika ada kesamaan rupa dan nama, jangan salahkan gerimis mengundang.
Di pondok saya, yang paling hobi majlas adalah anak-anak Jema'ah (indo Arab). Kalau mereka sudah majlas, alam semesta seakan cuma ada di situ. Atau dunia seolah milik mereka, yang lain pada ngontrak. Itu pun biasa nunggak. Tapi tradisi majlas ini memang asli milik dan dari mereka.
Majlas bisa dilakukan di mana saja selain WC pondok. Bisa dilakukan kapan saja selain di waktu sholat.
Di mana biasa dilakukan?
Majlas biasa dilakukan di kamar atau tempat-tempat sepi, seperti di kelas atau sekitar pada jam luar sekolah, di daerah kebun salak pondoh (sebelum 2003), bahkan bisa juga di loteng. Selain itu, lapangan di malam hari juga tempat asyik untuk bermajlas.
Biasanya juga dilakukan di depan maqsof (kantin) saat jam istirahat. Beberapa santri jongkok membentuk lingkaran, atau jajaran genjang, atau apalah maunya mereka sembari nyemil makanan yang ditaruh di tanah (dengan alas tentunya)
Kapan biasanya dilakukan?
Di waktu senggang (free / leisure time), seperti setelah belajar di kelas atau jam istirahat, atau malam hari. Majlas terenak adalah di malam hari, terutama di tengah malam. Selain hening, majlas di tengah malam bisa membuat pelakunya kreatif dengan ngisengi orang tidur atau bahkan loncat tembok sekalian lalu pergi ke kota atau ke rumah teman kenalan di kampung sekitar.
Makanan Favorit untuk Majlas
Sebenarnya jenis makanan tidak dibatasi dalam majlas. Apapun yang ada dan bisa dimakan, maka akad majlas sah. Terlebih, rata-rata anak pondok ini gerandong dan buthun (suka makan). Maka, makanan apapun ya dilahap saja.
Tetapi, tentu saja suatu amalan itu ada yang afdhal dan ada yang mafdhul. Yang afdhal dari makanan untuk majlas adalah keripik, terutama keripik kartini. Kartini adalah nama emak-emak pemilik warung depan pondok. Kapan-kapan saya ceritain tentang Bu Kartini, Pak Samsu, yang punya beberapa anak perempuan, di antaranya Sul, dan Sri.
Majlas juga cukup laku di Jum'at pagi jika ada di antara santri membeli gethuk di Pasar Kembangsari. Saya sendiri sangat suka memakan gethuk. Yaitu gethuk yang warnanya coklat dan berbentuk terurai seperti oncom. Pernah kita majlas dengannya di sebuah gubuk siskamling di samping jalanan sepi di desa.
Saya juga teringat Jum'at pagi pernah pergi ke sekitar pasar Kembangsari membeli gethuk bersama ketua kamar saya, Syamul Hadi, anak Lamongan, dan dua teman saya, Hasan Bashay, anak Kendal-Arab dan Ikrimah At-Tamimy, anak Bogor-Arab. Ketika itu kami kehujanan setelah membeli gethuk. Akhirnya kita bernaung di sebuah gubuk kecil di desa. Majlas gethuk sembari disoraki hujan.
No comments:
Post a Comment