Thursday, December 13, 2012

CAT : [29] "AMANKAN DENGAN WALLAHU A'LAM"


oleh Hasan Al-Jaizy


Ketika kita menulis sebuah deskripsi terhadap sesuatu/seseorang/sekelompok yang berbau 'buruk sangka' dan mengira-ngira secara negatif, trik paling "trendy-tanpa-disadari" adalah dengan menyelipkan kalimat ini di akhir:

"Wallahu a'lam"

Suyuthi : "Supaya apa Pur?"

Purnomo : "Supaya AMAN. Mencari aman. Aman dari protes. Karena..."

Kalau kita menulis begini: 'Si fulan atau kelompok fulan biasanya suka begini begitu [negatif]', maka akan hadir kesan seperti membicarakan kejelekan orang lain, su'udzan dan sok tahu.

Tapi jika menulis begini: 'Si fulan atau kelompok fulan biasanya suka begini begitu [negatif]. Wallahu a'lam.', maka akan terlihat ringan dan aman.

Karena ada 'Wallahu a'lam' nya.

Suyuthi: "Wah, kalau begitu status ini juga harus ada Wallahu A'lam nya, Pur."

Purnomo : "Lho, kenapa, Yut?"

Suyuthi : "Karena membicarakan orang lain negatif meski ga tertunjuk siapa, su'udzan dan kelihatan sok tahu."

Purnomo : "Ya sudah. Wallahu a'lam."

Suyuthi: "Nah, gitu donks! Kalau sudah ditulis kata 'Wallahu a'lam', jadi kan pembacanya terkesan 'tulisan ini ga layak diprotes'."

Jadi, begitu kawan-kawan, trend-tanpa-disadari kita adalah me-wallahu-a'lam-kan dugaan-dugaan negatif terhadap individu/jenis/golongan tertentu.

Syirozi : "Haduh, ente cari-cari masalah ajah! Kayak gini aja dipermasalahin!"

Purnomo : "Yang anggap ana cari masalah, berarti dia cari masalah sama ana. Wallahu a'lam."

Syirozi : "Ups...."

Purnomo : "Justru di sini ana menganjurkan manusia bagaimana caranya aman berprasangka dan menyindir."

Cucunya Al-Jaizy : "Hey, Pur. Saya kalau ga memakai 'Wallahu a'lam' untuk hal-hal semacam itu, lho. Masih ada trik cari aman lain tanpa Wallahu a'lam."

Purnomo : "Ada trik lain? Apa itu, San?"

Cucunya Al-Jaizy : "Wallahu a'lam"

Ketika kita menulis sebuah deskripsi terhadap sesuatu/seseorang/sekelompok yang berbau 'buruk sangka' dan mengira-ngira secara negatif, trik paling "trendy-tanpa-disadari" adalah dengan menyelipkan kalimat ini di akhir: "Wallahu a'lam" Suyuthi : "Supaya apa Pur?" Purnomo : "Supaya AMAN. Mencari aman. Aman dari protes. Karena..." Kalau kita menulis begini: 'Si fulan atau kelompok fulan biasanya suka begini begitu [negatif]', maka akan hadir kesan seperti membicarakan kejelekan orang lain, su'udzan dan sok tahu. Tapi jika menulis begini: 'Si fulan atau kelompok fulan biasanya suka begini begitu [negatif]. Wallahu a'lam.', maka akan terlihat ringan dan aman. Karena ada 'Wallahu a'lam' nya. Suyuthi: "Wah, kalau begitu status ini juga harus ada Wallahu A'lam nya, Pur." Purnomo : "Lho, kenapa, Yut?" Suyuthi : "Karena membicarakan orang lain negatif meski ga tertunjuk siapa, su'udzan dan kelihatan sok tahu." Purnomo : "Ya sudah. Wallahu a'lam." Suyuthi: "Nah, gitu donks! Kalau sudah ditulis kata 'Wallahu a'lam', jadi kan pembacanya terkesan 'tulisan ini ga layak diprotes'." Jadi, begitu kawan-kawan, trend-tanpa-disadari kita adalah me-wallahu-a'lam-kan dugaan-dugaan negatif terhadap individu/jenis/golongan tertentu. Syirozi : "Haduh, ente cari-cari masalah ajah! Kayak gini aja dipermasalahin!" Purnomo : "Yang anggap ana cari masalah, berarti dia cari masalah sama ana. Wallahu a'lam." Syirozi : "Ups...." Purnomo : "Justru di sini ana menganjurkan manusia bagaimana caranya aman berprasangka dan menyindir." Cucunya Al-Jaizy : "Hey, Pur. Saya kalau ga memakai 'Wallahu a'lam' untuk hal-hal semacam itu, lho. Masih ada trik cari aman lain tanpa Wallahu a'lam." Purnomo : "Ada trik lain? Apa itu, San?" Cucunya Al-Jaizy : "Wallahu a'lam"

No comments:

Post a Comment