oleh Hasan Al-Jaizy
Ketika kita menulis sebuah deskripsi terhadap sesuatu/seseorang/sekelompok yang berbau 'buruk sangka' dan mengira-ngira secara negatif, trik paling "trendy-tanpa-disadari" adalah dengan menyelipkan kalimat ini di akhir:
"Wallahu a'lam"
Suyuthi : "Supaya apa Pur?"
Purnomo : "Supaya AMAN. Mencari aman. Aman dari protes. Karena..."
Kalau kita menulis begini: 'Si fulan atau kelompok fulan biasanya suka begini begitu [negatif]', maka akan hadir kesan seperti membicarakan kejelekan orang lain, su'udzan dan sok tahu.
Tapi jika menulis begini: 'Si fulan atau kelompok fulan biasanya suka begini begitu [negatif]. Wallahu a'lam.', maka akan terlihat ringan dan aman.
Karena ada 'Wallahu a'lam' nya.
Suyuthi: "Wah, kalau begitu status ini juga harus ada Wallahu A'lam nya, Pur."
Purnomo : "Lho, kenapa, Yut?"
Suyuthi : "Karena membicarakan orang lain negatif meski ga tertunjuk siapa, su'udzan dan kelihatan sok tahu."
Purnomo : "Ya sudah. Wallahu a'lam."
Suyuthi: "Nah, gitu donks! Kalau sudah ditulis kata 'Wallahu a'lam', jadi kan pembacanya terkesan 'tulisan ini ga layak diprotes'."
Jadi, begitu kawan-kawan, trend-tanpa-disadari kita adalah me-wallahu-a'lam-kan dugaan-dugaan negatif terhadap individu/jenis/golongan tertentu.
Syirozi : "Haduh, ente cari-cari masalah ajah! Kayak gini aja dipermasalahin!"
Purnomo : "Yang anggap ana cari masalah, berarti dia cari masalah sama ana. Wallahu a'lam."
Syirozi : "Ups...."
Purnomo : "Justru di sini ana menganjurkan manusia bagaimana caranya aman berprasangka dan menyindir."
Cucunya Al-Jaizy : "Hey, Pur. Saya kalau ga memakai 'Wallahu a'lam' untuk hal-hal semacam itu, lho. Masih ada trik cari aman lain tanpa Wallahu a'lam."
Purnomo : "Ada trik lain? Apa itu, San?"
Cucunya Al-Jaizy : "Wallahu a'lam"
No comments:
Post a Comment