oleh Hasan Al-Jaizy
Indonesia = Melayu
Malaysia = Melayu [lebih pekat]
Indonesia dan Malaysia adalah SAUDARA! Baik itu saudara serumpun, terlebih saudara se-Islam.
Melayu. Kenapa dikatakan 'Melayu'? Apa Asbabun Nuzul perihal Melayu? Sependek yang penulis ketahui, ada dua pendapat:
[1] Melayu berasal 'Mala' dan Yu'. Mala bermakna permulaan. Yu bermakna negeri. Makna murakkab [gabungan]: Negeri yang Mula-mula Ada.
[2] Melayu adalah me+layu yang bermakna 'merendah' dan 'tunduk'.
Saya fikir, makna kedua lebih cocok. Diserasikan dengan budaya dan tabiat orang Melayu, baik itu Indonesia, Malaysia, Brunei dan lainnya. Kita [anak Melayu] sebenarnya lebih suka melayu dibanding menegak. Kita lebih suka merendah dan lebih sukai orang merendah.
Jika menelusuri adat dan tradisi negeri atau kampung-kampung, tentu kita dapatkan beragam bahasa, yang membedakan banyak penggunaannya. Dan itu sangat menunjukkan 'kerendahan'. Saya beri contoh:
[1] "SAYA", kata 'saya' berasal dari 'sahaya'. Di adat Melayu, kata 'AKU' menunjukkan kesombongan jika dituturkan kepada orang yang lebih tua; namun tak bermasalah jika dituturkan kepada yang seumur, karib maupun yang lebih muda. Karena kata 'aku' dilafadzkan dahulunya oleh para penguasa atau yang ternama. Sedangkan kata 'SAYA', di Melayu [diucapkan 'Saye'], tergolong halus dan wajar sekali.
[2] "KULO/KULA", kata 'kulo' sendiri berasal dari 'kawulo/kawula'. Maknanya adalah hamba, sahaya, dan budak. Bisa juga bermakna rakyat kecil. Kulo dituturkan di kehidupan Jawa dan termasuk bahasa ber-toto-kromo. Sehingga ketika yang muda berbicara dengan yang tua, menggunakan 'kulo', tidak menggunakan 'aku' [anggapannya seperti yang dianggap oleh Melayu].
[3] "ABDI", kata 'abdi' berasal dari bahasa Arab, diserap ke Melayu. Maknanya adalah hamba, sahaya, dan budak. Kata 'Abdi' dituturkan oleh urang Sunda sebagai bahasa halus, pengganti 'aing'.
Dengan kata-kata seperti Saya [Sahaya], Kulo [Kawulo], dan Abdi, yang kesemuanya menunjukkan pronoun [kata ganti] orang pertama tunggal [singular first person], menunjukkan budi dan krama orang Melayu. Berbeda dengan bahasa Inggris, untuk Singular Third Person, yang dipakai adalah "I". Dan "I" adalah huruf kapital; sehingga terlihat besar. Kapitalis. Merasa besar dengan 'keakuan', Itulah bedanya!
Jadi, ada perbedaan antara 'keakuan', 'pengakuan' dengan 'kesahayaan', 'pengabdian'.
Dan kalau mau meneropong ke ranah musik, musik Melayu cenderung mendayu, cengeng, memeras air mata dan seterusnya. Bahkan tetap terkesan 'memelas' dan 'mengemis kasih' meski sudah dibumbui nafas Rock sekalipun. Di era 80 melanjut ke 90, grup band Search yang dikomandoi oleh Amy terkenal akan lagu-lagunya. Band tersebut beraliran Slow Rock. Lagu paling terkenalnya justru lagu mendayu ala melayu. Judulnya 'Isap Botol', kisah cinta Dua Dunia. Dua Dunia sendiri sekarang menjadi sebuah program televisi membahas masalah supranatural.
Ada juga band-band lain semacam Eye, Exists, Ramli Sarip, Slam, Iklim dst. Dan lagu-lagu Padang, meskipun diiringi kentongan, beduk, rak jatuh, gelas pecah dan kapal pecah, tetap saja nada suara penyanyinya disendukan dan dilayukan.
Dan budaya musik semacam itu sudah berlalu. Yang kemudian diteruskan lagi oleh band-band kutukupret semacam Kanjeng Band, Es Teh 12, Armadon Band dan lainnya. Mau dibawa kemana kemelayuan kita!? Lagu-lagu sedih cuma karena ditinggal pacar. Nikah saja belum sudah main sedih-sedihan. Beranak saja belum sudah bilang punya pengorbanan!?
Lebih hebat lagi lirik lagi Raihan: "Bersatu...kita teguh! Bercerai....kawin lagi!"
Saya sendiri ingin punya istri seorang Melayu. Mellow dan Ayu. Brrrr...
No comments:
Post a Comment