Saturday, December 15, 2012

CAT : [34] "PENGAJIAN EMAK-EMAK"

oleh Hasan Al-Jaizy

Emak-emak...
Emak-emak...
Emak saya adalah emak-emak...
Emak kamu emak-emak, kan?

Di mari, pengajian emak-emak, adalah Rabu siang. Di musholla. Itu rutin sejak dahulu kala; yakni sedari saya masih kecil. Pengajian emak-emak relatif 'mengganggu' orang sekitar yang mau tidur siang. Karena suara shalawatan dan sebagainya dengan speaker.

Terkadang ada emak-emak menjadi pembawa acara bersuara [mohon mangap] 'cempreng'. Bagaimanapun, saya tidak mengejek cemprengnya. Tetapi, saya menyayangkan, kenapa kecemprengan itu berhasil lolos dari pelarangan sosial yang mengganggu. Sementara, suara ngaji anak muda yang bagus tidak diperbolehkan oleh beberapa babeh-babeh Nahdyiy disebabkan anak muda itu jenggoten, ga ikut ngider salam selepas dzikir atau ga ikut Tahlilan.

Emak saya kadang menjadi penceramah di pengajian emak-emak. Suatu saat, emak saya membicarakan masalah 'Liberalisme' yang merusak umat kita. Tapi, setelah selesai, beberapa emak-emak mengeluh dan meminta supaya topiknya jangan berat-berat dan ngeri seperti itu. Syukurnya, ada beberapa emak-emak yang berlapang dada [jika memang benar berlapang dada] memberikan applause pada emak saya.

Pengajian emak-emak sebenarnya topiknya itu-itu saja; tanpa mengucilkan mereka. Karena wajar-wajar pula, mereka inginkan yang ringan-ringan. Begitulah kebanyakan emak-emak. Giliran topik gosip dan membicarakan kabar-kabari, materi seberat apapun akan dilahap dengan lezat terkira.

Saya pernah di suatu siang, dekat sebuah masjid di sekitar kampus, sedang teriknya matahari meradang, terdengar beberapa emak-emak berteriak wiridan dengan tingkat kecemprengan yang menggoda iman. Hingga seorang bapak-bapak mengeluh di luar, 'Ya ampuuun, maaak. Panas-panas gene masih aje pade cempreng-cemprengaaaan!'

Karena Islam model sebagian kita 'ga-asyik' kalo ga rame. Contoh paling sempurna: SEBAGIAN majelis habib-habib itu, baik di kuburan maupun di masjid, paling rame shalawatannya. Romannya udah paling beribadah, tapi intinya bagi kita: 'ganggu orang'. Itu inti dari event-event ribut atas nama ibadah. Kalau listrik mati, suara ga tersiar keras di udara, apa mereka masih mau dzikir? hehehe. Jangan su'udzan?

Pengajian emak-emak juga bisa di pasar. Tukang-tukang sayur kadang bisa menjadi moderator atau penyelenggara. Gambarannya begini:

Tukang sayur datang ke komplek perumahan atau gang-gang tiap hari sambil mendorong gerobak bertaburan sayur-mayur dan daging-daging. Dengan itu, majelis akan bisa digelar. Lalu datanglah emak-emak yang hobi mengacak-acak dagangan. Mereka pun mengobrol. Semuanya dibahas. Jadilah majelis ta'lim emak-emak non-formal.

Kalau Anda penceramah muda, perjaka, apalagi ganteng, mengisi kajian emak-emak termasuk hal yang menantang plus. Plus karena di antara emak-emak, ada yang punya anak perempuan siap dicolek. Kalau sudah begitu, biasanya fikiran emak-emak tidak fokus pada materi ta'lim, melainkan menyiapkan bahan cerita buat Rambo-nya sembari berkhayal kesana-kemari.

Pengajian emak-emak itu heboh di awal, di pertengahan, dan di akhir. Sebelum kajian dimulai, berisik di antara mereka. Ketika kajian dimulai, mulai diam. Namun di pertengahan kajian, jika ada kesempatan ngobrol, emak-emak lebih memilih ngobrol meski berbisik. Setelah kajian selesai, semua emak-emak berlomba mengeluarkan dan mencurahkan isi fikiran ke emak-emak lainnya. Yaitu isi fikiran yang sepanjang kajian terfikir dan tertahan untuk dikeluarkan. Gajebo-nya: yang difikirkan tidak nyambung sama sekilo dengan materi ceramah.

Mohon yang emak-emak, kalau memang benar itu terjadi pada Anda, maka ke-emak-emak-an Anda legitimated. Jempol buat Anda. Tapi, jika Anda tidak seperti itu dan tidak selucu itu, 4 jempol buat Anda, sekalian kuku-kukunya. Emak-emak jangan marah sama saya ya!

No comments:

Post a Comment