oleh Hasan Al-Jaizy
Yang ribut soal manhaj itu ya kita, para muqalliduun, para murid yang di luar pengajian berisik soal perpecahan.
Dikira kita, kita bisa men-solving problematika jarh-tajrih, hadzhr-tahdzir dan seterusnya.
Saya pribadi -segala puji bagi Allah- ya hidup di komunitas pelajar ilmu syar'i. 2 dimensi yang saya lihat bedanya.
1. Dimensi Salafy [komunitas teman2 Salafy -anakpengajian-; terutama di FB]
2. Dimensi Thullab Al-Ilm [komunitas teman2 kampus LIPIA; campuran, gado-gado; tapi mereka memiliki derajat ilmu yang bagus]
Beberapa perbedaan dari pengamatan saya pribadi:
1. Sebagian [jika tidak dikatakan sebagian besar] teman2 Salafy pada suka bicara tentang bid'ah, syirik dan semacamnya. Ini bagus sekali. Sementara teman2 kampus, melihat latar belakang masing2 yang berbeda, bukan berarti tidak suka bicara tentang bid'ah, syirik dan semacamnya. Yang saya lihat, teman2 kampus saya [dan mereka thullab al-ilm] justru lebih kalem. Teman2 Salafy di kampus saya [terutama yang sekelas] bergaul normal tanpa banyak bicara tentang perbedaan antara manhajnya dan manhaj lain kelompok.
2. Sebagian [jika tidak dikatakan sebagian besar] teman2 Salafy [yang di FB secara zahir di pandangan ana] angkat kepala ketika ada pembahasan tentang perpecahan, tahdzir, hajr, ust. Fulan update status begini-begitu, yayasan dst. Dan rata2 permasalahan kecil menjadi besar ya gara2 muqalliduun seperti kita ini. Banyak ngoceh membahas hal-hal di atas sehingga menjadi sulutan api. Lagaknya kita seperti hero atau problem-solver yang akan memadamkan ekstrimisme tetangga sebelah yang semanhaj. Padahal, sebenarnya memang itu HOBI dan kesukaan kita saja. hehe.
Lalu, menoleh ke teman2 kampus saya, seharusnya perselisihan di antara mereka tampak lebih besar. Bayangkan, anak NU, Muhammadiyyah, Persis, Salafy, Ikhwani, dan seterusnya kumpul sekelas. Seharusnya anak2 NU ngobrol tentang Din Syamsuddin, lalu belagak 'meluruskan' manhaj Pak Din. Seharusnya anak Salafy berbicara tentang Purnomo dan Pak De Su'aid, lalu petantang-petenteng melewek di depan muka anak-anak NU. Tapi, ternyata, mereka semua bersahabat dan lebih akur dibanding beberapa kawan Salafy yang online di FB.
3. Beberapa teman Salafy yang di FB memaksakan hukum yang diyakini pada orang lain. Ada juga yang bertingkah seolah ia dan teman-teman dengan kesalafiannya adalah 'satu-satunya' golongan thullab-al-ilm. Semua pengajian selain pengajian ustadz Salafy [atau Ahlus Sunnah] adalah bathil, marduud, mathruud dan diampuuud.
Kalau menoleh ke teman-teman sekelas di kampus, malah jadi lucu sendiri. Saya malah berfikir, 'Jikalau teman-teman saya di kampus ini mencelupkan diri pada teman2 Salafy, mereka akan dituding bermanhaj gado-gado, es campur, warna-warni, bunglon dan sebagainya.' Kenapa? Karena teman-teman saya, ya saling bergaul dan saling sharing. Ketika pelajaran Fiqh, yang mengatakan 'Shalat berjama'ah itu wajib' tidak merasa nyalaf sendiri dan tidak menuding penyelisihnya [yang menganggap shalat berjama'ah itu tidak wajib] sebagai ini itu.
Anyway, memang banyak hal yang lucu dalam keseharian kita. Dan bisa jadi yang lucu itu adalah kita sendiri.
Yaitu kita, yang belagak seolah paling thalibul ilmi, paling benar manhajnya, atau golongannya, paling nyunnah, tetap ketika pembahasan ilmu, belum tentu lagak kita sama. Kita, yang menuding firqoh ini berpecah belah, suka ikhtilaf, dan tudingan lainnya, namun ternyata kita sendiri paling joss jika membicarakan perpecahan manhaj, ikhtilaf antar ustadz, yayasan ini-itu, dan tidak ada habis-habisnya.
Padahal yang dibahas ya itu-itu aja. Diulang-ulang. Diputer ulang dengan kalimat berbeda. Main seru-seruan aja. Lalu merasa 'menyelamatkan' nama ustadz dll.
Really, kalau sampeyan melihat 2 dimensi yang saya sebutkan di atas, terlihat sekali pemicu raut kulit di dahi. Mengapa? Mengapa?
Jikalau Ust. Abdul Hakim Abdat tahu yang kita lakukan, dijewerlah kita-kita. Masak yang kelihatannya 'pahlawan' dan 'pembela kebenaran' dijewer? Wae-wae aya!
==========================
Syirozy: "Weh, Nawawy, statusmu ini malah menambah perpecahan."
Nawawy: "Ah, masa? Menambah perpecahan atau memang selalu tidak terima dikritik?"
[karena jika dikritik tanpa menyebutkan nama Salafy atau Saudi, boleh-boleh saja dan adem-adem]
[tapi jika dikritik dengan disebutkan nama Salafy atau Saudi, siapa yang merasa terpanggil?]
No comments:
Post a Comment