Monday, December 24, 2012

CAT : [63] "EMBUN PAGI UNTUK GURU"


oleh Hasan Al-Jaizy


Tiada sebutan 'mantan guru' bagi guru yang ajarimu kebenaran, asahmu kebijakan dan asihmu kebaikan. Guru masa lalu tetaplah adalah gurumu. Guru adalah gurumu seterusnya. Karena melaluinya, kau ketahui ini itu.

Gurumu dahulu berangkat berjuang memperjuangkan ilmu dengan kayuhan sepeda. Atau ia rela menafkahkan keringat untuk bumi berjubel tubuhnya dengan kumpulan manusia dalam bis kota. Sebelum menjadi guru, gurumu belajar bertahun lamanya untuk membelai akalmu dengan sentuhannya.

Dan sungguh bangganya gurumu jika kelak mendapatimu menjadi orang mulia. Guru akan merasa mulia ketika asuhannya dimuliakan. Guru akan merasa sedih ketika didikannya dihinakan. Jika guru dan murid sejiwa sehati, maka itulah maqom tertinggi.

Guru telah terjaga sebelum subuh. Ketika itu kamu masih pulas di atas tempat tidur terkulai dalam pelukan akar-akar mimpi. Bunga tidur. Guru telah memikirkan tentangmu ketika kamu belum sempat mengingatnya. Guru kerahkan tenaga, upaya dan suara sebelun kau punya ketiganya. Guru letih sebelum kau letih.

Yaitu guru masa kecilmu. Entah ia guru mengaji atau madrasah. Jika kau di desa kala itu, masih ingatkah sepeda yang tiap hari dikendarainya? Jika kau di kota saat itu, kau pun belum tahu seberapa gajinya.

Sekarang, anggaplah kau bukanlah seorang guru. Kau membatin, 'Jika aku jadi guru, seberapa kelak gajiku?' Dan kau sadari gaji guru tak sebanding dengan keringatnya, jasanya, peirhnya, suaranya hingga tangisannya.

Betapa tidak mudah menjadi guru. Terlebih ketika dituntut agar kau mampu kuasai ini itu. Ketika kau gagal, guru menunduk. Wali murid hanya bisa mempertanyakan, mempermasalahkan dan mengkiaskan.

Tahukah apa di antara kepahitan guru? Yaitu ketika kau gagal atau tak memuaskan ibu bapakmu di madrasah, guru dianggap pencetusnya. Lebih pahit lagi jika kemudian guru tersebut dibanding-bandingkan dengan guru di madrasah lain. Sakit hati disakiti murid masih bisa dibasuh kemaafan. Tapi sakit hati disakiti wali murid tiada kiasan.

Guru-gurumu itu kini sudah menua. Kulit tangan mereka bergelombang. Wajah-wajah mereka tak secerah dulu lagi. Kau takkan melihat luka di sorot mata mereka; padahal dahulu mereka adalah orang-orang terluka.

Guru-guru akan merasa berharga jika murid kecilnya menjadi orang berharga. Guru-guru bahagia termuliakan jika ia mengetahui murid lamanya menjadi orang yang dimuliakan.

Sebelum wafat mereka, jika memang tak sempat kunjungi rumah mereka, kunjungilah kuburan kenangan. Di dalamnya ada kisah-kisah antaramu dan gurumu. Yang bisa menjadi pelajaran dan teks doamu untuk mereka....para guru!

No comments:

Post a Comment