oleh Hasan Al-Jaizy
Jika diperkenan memberi bingkisan, inilah isinya yang sederhana:
[1] Jadikan ikhlas adalah asas ibadah jemarimu kala mengetik, kakimu kala berjalan, matamu kala membaca, lisanmu kala menasihati, segalamu kala beribadah. Nyalakan pelita itu; sesungguhnya tidak sedikit yang beribadah, namun hati menggulita.
[2] Ilmumu akan dijamah berkah jika kau dengannya bersedekah; sebagaimana hartamu akan diberkati jika dengannya kau suka berbagi. Maka, ketika kau senang dengan ilmu yang kau punya, buktikan rasa syukurmu dengan membaginya.
[3] Dahulu menulis ulang di catatan terasa hadirkan ingatan dan keberkahan; kini kau bisa menulis ulang di status; dan jika kau ikhlas berbagi, insya Allah ilmu semakin menancap di hati.
[4] Bukan tujuanmu menggali dan meraih emas adalah untuk memamerkannya kemudian; tetapi kau menggali dan meraihnya untuk investasi dan peruntungan. Lebih-lebih dengan ilmu, bukan tujuanmu menggali ilmu adalah untuk memamerkan kalimat, kitab, gelar dan diri di depan khalayak, melainkan kau menggalinya untuk investasi yang kau tanam kembali agar kelak kau bisa melihat hasilnya di akhirat nanti.
[5] Kau lebih tahu kualitasmu sendiri; karena itu, jangan kadari diri melebihi kadarnya sendiri. Banyak orang sombong terhinakan pula tersebab kadar diri yang dilebih-lebihkan.
[6] Jika ilmumu tak menambah rasa takutmu pada-Nya, itu tandanya ketulusanmu tak seberapa.
[7] Jika ilmumu menghilangkan rasa takutmu pada-Nya, itu tanda ketulusanmu memang tiada.
[8] Kau boleh malu jika seseorang mengatakan, 'Kenapa kamu cuma bisa menukil kalimat ulama?' karena kau memang bukan seorang penulis bukan pula penceramah. Namun, seharusnya kau lebih malu pada buku-buku itu. Buku-buku itu tak hidup tak berbicara, tetapi ia masih sempat menularkan ilmu pada yang hidup yang berbicara. Sedangkan kamu, hidup dan berbicara tetapi malu untuk menularkan ilmu.
[9] Tidak masalah jika kau hanya mengutip dan mengutip; selama memang baru itu bisamu. Yang masalah adalah ketika kau berfikir 'selamanya aku akan mengutip. Tidak usah membuat baru sendiri'. Kau akan merasa repot kelak dengan fikiran semacam itu.
[10] Maka, selagi kau menebar faedah dengan cara mengutip dan menulis ulang, mulailah sedikit demi sedikit menghadirkan sebuah hidangan karya sendiri ke majelis. Jika belum bisa hadirkan karya murni, minimal buatlah susunan yang baik. Suatu saat kau akan merasakan bahwa kau adalah berharga dengan apa yang kau karyakan; sedangkan mengandalkan karya orang takkan membuatmu berkarya dan diharga.
Bingkisan telah terkirim dan diterima. Bersyukurlah aku jika kau memaknainya.
No comments:
Post a Comment