oleh Hasan Al-Jaizy
Merupakan penyakit yang bisa saja menimpa kita tanpa kecuali adalah memandang seseorang hanya pada sisi negatifnya, padahal masih besar celah untuk bersangka baik. Atau hanya mengingat negatifnya manusia sementara kebaikan telah banyak berlaku darinya.
Terutama jika sudah berakar hasad.
Lalu ketika kita terbetik kalimat tentang keburukan, kita menggambarkan si fulan dan fulanah yang kita sangka seburuk itu. Padahal bisa jadi kita memilikinya dalam diri.
Atau ketika teringat akan perkara baik, kita mengingat dan menggali memori dahulu pernah berlakunya pada diri sendiri.
Kenapa ketika wujudnya buruk, kita menyuguhkan cermin pada selain kita seraya berkata, "Inilah kamu!"?
Dan kenapa jika wujudnya baik, kita menghadapkan kaca ke diri sendiri lalu membisiklah hati, 'Inilah aku.'?
Ketika membaca tulisan indah dan bermanfaat, kita berfikir, 'Duh, itu tidak semudah fikirnya.' Lalu kita mengatakan, "Tidak semua pengucap baik adalah orang baik. Tidak semua yang bersih dari kalimat kotor dalam berucap berhati bersih. Tidak semua penabur manfaat memanfaatkan manfaat yang ia tabur sendiri."
Ketika kita melihat seorang muda sukses dan terpandang di tengah makhluk, picingan mata kita berbisik, 'Dia hanyalah anak muda yang ujub, sombong, mencari popularitas dan tak kulihat ia pantas dipuji meski baiknya dikenal; karena perkenalan zahir tak mesti sahkan yang terwujud benar di batin.'
Lalu sampai kapan kita menginginkan agar pohon jati yang tumbuh berkala masa untuk merunduk dan mengharap ia tumbang ditebang oleh makar popularitas?
Sampai kapan kita berletih pahit menganggap jati hanyalah rumput? Padahal ia sejatinya adalah jati dan kitalah yang setara selemah rumput!
Sementara takkan berubah kita sebelum kita merubah kita.
No comments:
Post a Comment