Monday, December 17, 2012

CAT : [37] "GURU KENCING BERLARI, MURID BARIS BERDIRI"


oleh Hasan Al-Jaizy


Menjadi penjual yang jujur di pasar itu terasa pahitnya. Terserah maumu, di pasar tradisional ataupun di pasar modern. Di pasar tradisional [di kota ini] pun lebih dari setengah penjualnya adalah orang-orang curang. Mungkin tukang gorengan, bubur, bakso dan semacamnya tidak masuk kategori curanger. Namun lihat, dan perhatikan dan amati sesuatu yang tak kasat mata dari banyak penjual.

Di tiap pasar tradisional sepertinya ada penguasa yang punya uang segudang. Lalu ia pun menawarkan jasa pinjaman modal pada beberapa pedagang yang kelihatannya enak diajak tamasya ke api neraka dan tidak banyak cing-cong. Para pedagang butuh modal besar untuk keesokan dan seterusnya. Akhirnya, bunga-bunga pun tumbuh.

Guru kencing berlari

Ada seorang pedagang yang meminjam modal dari seorang saudagar kaya. Bunga-bunga pun menumbuh. Dan pedagang tersebut sukses berlari dengan bisnisnya. Berkat pinjaman modal meskipun ada bunga rafflesia yang nongol tiap pekan, atau tiap bulan.

Karena pedagang tersebut kencing berlari, maka air kencingnya pun tersebar ke mana-mana. Belepotan ke sana-sini. Bahkan sampai ada yang mengenai wajah pedagang lain. Wedhusnya, dicicipi sedikit lalu berkata, 'Kok asin ya? Bumbu apa ini?'

Lalu pedagang itu ingin mencoba lebih. 'Mas, resepnya apa kok bisa seasyik ini rasanya?'

Ia pun menjawab, 'Guampang, Mbak. Saya pinjam bebuluan dari saudagar fulan. Caranya begini begini begini. Slurp'

Lalu tergiurlah pedagang-pedagang. Akhirnya mereka menjadi murid-murid yang rapi berbaris berdiri di depan rumah saudagar.

"Ada apa nih rame-rame?" tanya Saudagar ketika buka pintu. "Pade pake baris segale? Lo kire sekarang senen pade upacare? Aje gile."

"Begini, Wak Haji. Kita pingin minjem bulu-bulu. Soalnya kita lagi butuh banget niiih. Bulunya berbunga tiap pekan atau bulan juga ga pape. Ntar kita balikin deh bulu ama bunganya."

Saudagar pun bersuka cita. 'Hehehe...belon tau ni pade kalo otak gue lebih dari Cina punye.' batinnya terkekeh-kekeh.

Beberapa bulan kemudian, Ust. Zurury jalan-jalan ke pasar. Dia mencari-cari letak lapak jualan daun pisang. Tetapi, yang membuat perhatiannya teralih adalah raut muka kebanyakan pedagang. Pada cemberut, merengut, dan carut marut. Ia pun mendekati seorang pedagang tahu Bandung.

"Mas, kenapa ya kok saya lihat mukanya pada jelek?" tanyanya.

"Memangnya situ ganteng ndhewe ta? Thel!" sergahnya.

"Wah, bukan gitu maksud saya. Maksudnya: kok pada bermuram durja, ada apa gerangan?"

"Pada bingung ga bisa bayar hutang. Bunganya berlipat-lipat. Dagangan kurang laku. Pada bingung, sedih, marah, bettteeeee...." katanya belagak ABG.

"Lagian, pada mau ditipu dengan riba semacam itu," sahut Ust. Zurury.

"Iya, benar, ustas. Kita pada nyesel. Bantuan hutang dengan cara haram membuat masalah," aku pedagang tahu.

"Wah, jangankan bantuan hutang yang haram, wong saya dapat bantuan dana dari yayasan yang halal saja dipermasalahkan kok. Nih saya di-PHK sama pondok saya. Saya dipecat dari Ahlus Sunnah."

Pedagang itu menatap Ust. Zurury lalu berkata dengan gaya ABG, "Ga ngertii deeehh..."

No comments:

Post a Comment