oleh Hasan Al-Jaizy
Langsung saya beri contohnya:
Ilmu Ushul Fiqh bukanlah yang mudah dikuasai. Butuh waktu berjenjang-jenjang hingga menguasainya. Dan menguasainya pun tidak mungkin dengan bahasa selain bahasa Arab. Meskipun Anda memiliki 20 buku Ushul Fiqh -baik terjemahan maupun karya pribumi- dan tuntas membacanya, tetap saja Anda belum menguasainya. Kenapa? Karena materi Ushul Fiqh terbesar adalah perihal dilalah lafdziyyah, yang membutuhkan bahasa Arab. Bukan berarti merendahkan pelajar yang belum dikaruniai kemampuan membaca kitab Arabic, namun, ini sebagai contoh saja.
Syaikh Sa'ad bin Nashir Asy-Syatsry, dalam Syarh Al-Waraqaat tahun ini, menjelaskan, "Sebagian dari manusia mengatakan, 'Ilmu Ushul Fiqh itu sulit dan berat.' Sehingga mereka enggan mempelajarinya, meskipun tahu betapa pentingnya itu bagi para penuntut ilmu agama. Lalu aku katakan, "Bacalah kitab-kitab Ushul Fiqh yang ringan dan sesuai kapasitasmu.""
Nah, nah, itu dia intinya: pilihlah buku atau bacaan yang sesuai kadar kemampuan kita dalam memahaminya. Kalau misalnya Anda belum diberi kemampuan memahami bacaan Arabic, jangan memaksa membaca kitab Ushul Tsalatsah versi asli [Arabic], melainkan baca saja terjemahannya. Membaca terjemahan tidak tercela sama sekali. Yang tercela justru yang sudah tahu belum mampu, tapi sok-sokan membaca sesuatu yang tidak mampu difahami. Jadinya, faedah tidak didapat. Yang didapat malah kebingungan.
Ukur bacaanmu pada kadarmu sebagaimana Anda menempatkan sesuatu pada tempatnya. Membaca sesuatu yang mudah tidak berarti bermudah-mudah. Seorang yang bijak justru akan memilih yang mudah bagi dirinya agar mendapat faedah. Seorang yang suka 'pamer' dan 'gengsian' justru akan memilih jalan sulit. Dikiranya dapat faedah dan tepuk tangan.
Ilmu Ushul Fiqh bukanlah yang mudah dikuasai. Butuh waktu berjenjang-jenjang hingga menguasainya. Dan menguasainya pun tidak mungkin dengan bahasa selain bahasa Arab. Meskipun Anda memiliki 20 buku Ushul Fiqh -baik terjemahan maupun karya pribumi- dan tuntas membacanya, tetap saja Anda belum menguasainya. Kenapa? Karena materi Ushul Fiqh terbesar adalah perihal dilalah lafdziyyah, yang membutuhkan bahasa Arab. Bukan berarti merendahkan pelajar yang belum dikaruniai kemampuan membaca kitab Arabic, namun, ini sebagai contoh saja.
Syaikh Sa'ad bin Nashir Asy-Syatsry, dalam Syarh Al-Waraqaat tahun ini, menjelaskan, "Sebagian dari manusia mengatakan, 'Ilmu Ushul Fiqh itu sulit dan berat.' Sehingga mereka enggan mempelajarinya, meskipun tahu betapa pentingnya itu bagi para penuntut ilmu agama. Lalu aku katakan, "Bacalah kitab-kitab Ushul Fiqh yang ringan dan sesuai kapasitasmu.""
Nah, nah, itu dia intinya: pilihlah buku atau bacaan yang sesuai kadar kemampuan kita dalam memahaminya. Kalau misalnya Anda belum diberi kemampuan memahami bacaan Arabic, jangan memaksa membaca kitab Ushul Tsalatsah versi asli [Arabic], melainkan baca saja terjemahannya. Membaca terjemahan tidak tercela sama sekali. Yang tercela justru yang sudah tahu belum mampu, tapi sok-sokan membaca sesuatu yang tidak mampu difahami. Jadinya, faedah tidak didapat. Yang didapat malah kebingungan.
Ukur bacaanmu pada kadarmu sebagaimana Anda menempatkan sesuatu pada tempatnya. Membaca sesuatu yang mudah tidak berarti bermudah-mudah. Seorang yang bijak justru akan memilih yang mudah bagi dirinya agar mendapat faedah. Seorang yang suka 'pamer' dan 'gengsian' justru akan memilih jalan sulit. Dikiranya dapat faedah dan tepuk tangan.
No comments:
Post a Comment