Friday, December 28, 2012

Pesan Untuk WALI MURID!

oleh Hasan Al-Jaizy

Di tempat saya mengajar secara formal, satu tahun terdiri dari tiga 'term'. Anggaplah term itu kalau di-indonesia-kan bermakna 'CAWU' atau 'Catur Wulan'. Apa arti dari catur wulan?

CATUR, artinya adalah empat. Berasal dari bahasa Sanskerta. Dan konon itu adalah potongan dari kata 'Caturangga' [Catur+angga], yang berarti Empat Sudut. Angga bermakna 'Sudut'. Makanya, permainan catur dinamakan catur karena empat sudut. Katanya begitu.

WULAN, adalah Bulan. Makhluk halus yang bernama Wulan, kalau di-Arab-kan ya menjadi 'Qomar'. Qomar itu terkesan 'male'. Kalau mau dicocokkan untuk female, menjadi Qomariyyah. Bagaimana dengan bulan purnama? Bahasa Jawa-nya: Purnomo. Dalam bahasa Arab, jadinya 'Badr[un]'. Badrun itu cocok untuk 'male'. Kalau mau dicocokkan untuk 'female', jadinya 'Badriyyah'.

Berarti:

Wulan = Qomar = Qomariyyah
Qomariyyah bisa menjelma di pagi hari disebut Qomar, kalau malam disebut Mariah.

Purnomo = Badrun = Badriyyah
Badriyyah bisa menjelma di pagi hari disebut Badr, kalau malam disebut Badrun.

Sebenarnya kalau ditinjau dari keselarasan nama, Purnomo layak berpasangan dengan Badriyyah. Tapi, karena Purnomo cuma bisa SMS-an, Badriyyah sudah digaet Syirozi duluan. 

Oke, balik ke topik asal.

Di akhir term atau caturwulan [4 bulan], saya biasa menyelenggarakan acara 4 mata bersama para orang tua [wali murid] untuk kelas anak SD. Kalau kelas SMP, SMA, Mahasiswa hingga Pekerja ya ketika bagi report tidak usah ada pertemuan dengan orang tua mereka.

Ada satu macam orang tua yang tidak saya sukai ketika pembagian report anaknya. Begini gambarannya:

Seorang bapak atau ibu atau keduanya duduk di depan saya. Di dekat kami ada pula anaknya. Lalu mereka melihat-lihat nilai di report. Di sela obrolan, biasanya ada pertanyaan, 'Bagaimana si fulan [anak mereka] di kelas, Pak?'

Karena ditanya, maka saya jawab. Kalau saya cuekin dan diemin, ya malah jadi seru nantinya. Makanya, saya pun menjawab. Intinya apa adanya, dibungkus dengan bahasa canda dan senyum tentunya. Saya sebutkan positifnya, juga negatifnya.

Yang jelek adalah ketika saya sebutkan sesuatu negatif dari anak tersebut dan layak diperhatikan wali murid, justru wali murid malah mementalkan kritikan ke si anak. Seperti jika saya mengatakan:

"Panjul ini kalau di kelas kadang suka ramai sendiri; teriak pas lagi senang; robek baju sendiri pas lagi susah; makan busa bangku pas lagi lapar; keluarkan tenaga dalam pas lagi kenyang." [contoh]

Lalu, si bapak atau si ibu mengatakan, "Tuh, Jul! Dengerin tuh! Jangan gitu dong di kelas!" Atau kalimat semacamnya.

Mungkin bagi guru lain, kalimat semacam ini biasa. Atau bagi para ortu/wali murid, itu wajar. Tapi, saya sejujurnya dongkol sendiri mendengarnya. Hati saya berkata, 'Wah, jangan gitu juga donk. Itu kan anak sampeyan. Ya itu didikan sampeyan. Cerminan sampeyan. Dia makan busa bangku pas lapar ya tugas kalian donk di rumah supaya sebelum kursus disiapin persediaan busa yang lebih biar ga kelaparan di kelas!'

Jika Anda adalah orang tua yang pernah atau akan menerima report di sekolah atau les, lalu tingkah anaknya dikritik oleh guru dengan halus, jangan malah alihkan cermin ke anaknya langsung. Justru itu cerminan untuk Anda. Justru Anda lah yang seharusnya malu. Dan jangan berkilah dan menghindari rasa malu Anda dengan mempermalukan anak Anda seperti itu. Mungkin guru atau wali kelas tersebut cuma senyum-senyum melihat anak, tapi bisa jadi hatinya dongkol, 'Ni ortu norak banget sich! Ga mau disalahin, malah nyalahin anaknya gitu aja.'

Yang saya tahu, kalimat-kalimat seperti, 'Tuh, Panjul, jangan begitu donk di depan guru. Jangan melalap kumpulan semut donk di kelas' atau lainnya ketika pembagian rapot, tidak akan bermanfaat dan anak tidak akan introspeksi diri. Justru dia akan merasa tertekan. Setidaknya untuk menit-menit perbincangan. Dia akan malu. Sayangnya, malunya itu tak memberi manfaat.

Saya pribadi, lebih suka dalam pembagian rapot, rapot boleh dilihat langsung bersama anak, tetapi ketika wali murid menanyakan perihal anaknya di kelas, usahakan anak dikeluarkan dari ruangan atau simpan di suatu tempat yang membuat guru dan wali murid bebas meng-ghibahi anak didik.

Ini pandangan saya pribadi, lho. Bisa jadi guru selain saya berpendapat sama, bisa pula tidak. Cuma, saya berharap hal ini jadi sebuah pelajaran buat para wali murid, wali santri, dan wali mahan.

No comments:

Post a Comment