oleh Hasan Al-Jaizy
Setengah kilo dari rumah saya, ada kuburan keramat. Dikunjungi banyak dari rakyat. Terutama Hari Jum'at. Ramenya melalat. Campur baur laki perempuan = ikhtilat. Mereka memang tidak takut kualat.
Bisnis paling menguntungkan saat ini adalah 'Bisnis Kuburan Keramat'. Awalnya kuburan biasa, tidak mengeluarkan duit, berlumut, becek pas hujan, pecah-pecah pas kemarau dan tiada istimewa. Lalu, diklaim kuburan ini adalah kuburan seorang wali!
Ciyus, kalau kuburan wali, miyabi?
"Kalau itu kuburan wali, maka kuburan itu penuh karomah. Karomah berarti kemuliaan. Kemuliaan dari Allah. Karomah di-Melayu-kan menjadi Keramat," terang Suyuthi dari atas pohon.
Boneng juga si Suyuthi itu, gan. Kenapa dibilang keramat? Karena berasal dari karomah, yaitu kemuliaan. Nah, kemuliaan yang dimaksud bisa 2 arti:
[1] Kemuliaan dari Allah, yang dipercayai rakyat sebagai suatu miracle atau khaariq al-aadah, yaitu suatu peristiwa atau kekuatan atau kemampuan yang tidak seperti biasanya.
[2] Kemuliaan dari manusia sendiri. Yaitu: manusia memuliakan seseorang atau kuburan. Seorang yang dimuliakan bisa disebut seorang keramat, atau wali keramat. Sebuah kuburan yang dimuliakan bisa disebut kuburan keramat.
"Lantas, miyapa ente menulis serial Kuburan Keramat?" tanya Nawawi peningsaran, atau penasaran.
Karena Kuburan adalah sesuatu yang terkubur, tertutup oleh sesuatu, yang untuk mendapatkannya kembali, manusia harus menggali. Sedangkan keramat yang saya maksud adalah kemuliaan atau sesuatu yang mulia, dan akan memuliakan pemiliknya.
Tetapi, serial status Kuburan Keramat saya tidak untuk bisnis.
Berbeda dengan kuburan keramat para wali, dijadikan tempat wisata. Alasannya pasti ziarah. Itu alasan minimal dan paling mentok. Wisata kuburan, katanya. Ziarah makam wali, katanya. Siapa yang mengajak? Ya para ustadz mereka di pengajian masing-masing.
Seandainya ustadz2 tersebut mau tulus menasihati pengikutnya agar ingat kematian dan ngalap berkah, maka tidak usah 'menyulitkan' mereka dengan embel-embel 'penarikan dana', 'ziarah ke tanah wali' dan selanjutnya. Satu orang bayar berapa? 200.000 per tour misalnya. Jikalau uang segitu untuk biaya renovasi masjid, atau sedekah untuk faqir miskin, atau biaya untuk pelajar ilmu agama, itu adalah INVESTASI para pengikut pengajian untuk akherat! Itu adalah bagian yang vital dalam mengingat kematian dan ngalap berkah!
Coba bandingkan dengan tour atau wisata alam kubur. Datang jauh-jauh dari luar kota. Bayar sekian. Ustadznya duduk di depan. Emak-emak dan empok-empok pada ngoceeeeh di dalam bis membicarakan segala hal, dari masak tumis hingga teori Konspirasi. Jadi mirip kandang ayam suasananya. Lalu sampai makam, masuk gerbang. Jemaah bergerombolan menyeruak. Masing-masing berpakaian wah-wah. Pakaian terbaik mereka, padahal untuk ke kuburan! Seharusnya wisata mereka mewajibkan tiap-tiap personel untuk memakai kain kafan sendiri agar lebih mendramatisir keadaan.
Sampai di makam, apa yang dilakukan? Wiridan, Yasinan, Tahlilan, Ngalap Berkah, Doa Jama'ah, dan seterusnya.
Lalu? Pulang. Balik. Kunjungan selesai. Sebelum pergi, tentu saja penjaga kuburan keramat menagih nasibnya.
"Mana japrem [jatah preman] gue!?" tanya penjaga kubur. Ya nggak sekasar inilah. Rata-rata penjaga kuburan keramat tidak akan berani kasar. Pasti mereka ramah-ramah lah. Namanya juga cari duit. Kalau mereka kasar, pasti ga bakal dapat bonus. Padahal, bisnis kuburan keramat itu menguntungkan sekali!
Nah, setelah pulang. Selesai. Para jemaah balik ke kasur masing-masing. Bobo. Uang ratusan ribu berpindah ke tangan para ustadz, penyelenggara, penjaga kuburan dan boss-nya penjaga kuburan.
Lalu, apa yang didapat para jemaah pengajian?
Ilmu?
Pahala?
Yo saya tidak bisa memastikan. Yang pasti dapat satu ini:
"Capeknya"
Paling enak sekarang itu NGUSTADZ dan NGEHABIB. Bisa membisnisi pengajiannya. Bisa mengakali pengikutnya. Ngemengnya untuk ngalap ilmu, pahala, berkah dan seterusnya. Eh, di balik layar, si guru ngikik sendiri sambil ngitung berapa yang sudah didapet. "XIXIXIXIXIXIXI...dasar murid bloon, gue peres mau aje. Mudah2an loe pade berkah; biar pade ngalir gue peres...XXIIXIXIXIXIXI"
Duh, biiib...biib...ketawa kok pake bahasa Romawi!?"
Bisnis paling menguntungkan saat ini adalah 'Bisnis Kuburan Keramat'. Awalnya kuburan biasa, tidak mengeluarkan duit, berlumut, becek pas hujan, pecah-pecah pas kemarau dan tiada istimewa. Lalu, diklaim kuburan ini adalah kuburan seorang wali!
Ciyus, kalau kuburan wali, miyabi?
"Kalau itu kuburan wali, maka kuburan itu penuh karomah. Karomah berarti kemuliaan. Kemuliaan dari Allah. Karomah di-Melayu-kan menjadi Keramat," terang Suyuthi dari atas pohon.
Boneng juga si Suyuthi itu, gan. Kenapa dibilang keramat? Karena berasal dari karomah, yaitu kemuliaan. Nah, kemuliaan yang dimaksud bisa 2 arti:
[1] Kemuliaan dari Allah, yang dipercayai rakyat sebagai suatu miracle atau khaariq al-aadah, yaitu suatu peristiwa atau kekuatan atau kemampuan yang tidak seperti biasanya.
[2] Kemuliaan dari manusia sendiri. Yaitu: manusia memuliakan seseorang atau kuburan. Seorang yang dimuliakan bisa disebut seorang keramat, atau wali keramat. Sebuah kuburan yang dimuliakan bisa disebut kuburan keramat.
"Lantas, miyapa ente menulis serial Kuburan Keramat?" tanya Nawawi peningsaran, atau penasaran.
Karena Kuburan adalah sesuatu yang terkubur, tertutup oleh sesuatu, yang untuk mendapatkannya kembali, manusia harus menggali. Sedangkan keramat yang saya maksud adalah kemuliaan atau sesuatu yang mulia, dan akan memuliakan pemiliknya.
Tetapi, serial status Kuburan Keramat saya tidak untuk bisnis.
Berbeda dengan kuburan keramat para wali, dijadikan tempat wisata. Alasannya pasti ziarah. Itu alasan minimal dan paling mentok. Wisata kuburan, katanya. Ziarah makam wali, katanya. Siapa yang mengajak? Ya para ustadz mereka di pengajian masing-masing.
Seandainya ustadz2 tersebut mau tulus menasihati pengikutnya agar ingat kematian dan ngalap berkah, maka tidak usah 'menyulitkan' mereka dengan embel-embel 'penarikan dana', 'ziarah ke tanah wali' dan selanjutnya. Satu orang bayar berapa? 200.000 per tour misalnya. Jikalau uang segitu untuk biaya renovasi masjid, atau sedekah untuk faqir miskin, atau biaya untuk pelajar ilmu agama, itu adalah INVESTASI para pengikut pengajian untuk akherat! Itu adalah bagian yang vital dalam mengingat kematian dan ngalap berkah!
Coba bandingkan dengan tour atau wisata alam kubur. Datang jauh-jauh dari luar kota. Bayar sekian. Ustadznya duduk di depan. Emak-emak dan empok-empok pada ngoceeeeh di dalam bis membicarakan segala hal, dari masak tumis hingga teori Konspirasi. Jadi mirip kandang ayam suasananya. Lalu sampai makam, masuk gerbang. Jemaah bergerombolan menyeruak. Masing-masing berpakaian wah-wah. Pakaian terbaik mereka, padahal untuk ke kuburan! Seharusnya wisata mereka mewajibkan tiap-tiap personel untuk memakai kain kafan sendiri agar lebih mendramatisir keadaan.
Sampai di makam, apa yang dilakukan? Wiridan, Yasinan, Tahlilan, Ngalap Berkah, Doa Jama'ah, dan seterusnya.
Lalu? Pulang. Balik. Kunjungan selesai. Sebelum pergi, tentu saja penjaga kuburan keramat menagih nasibnya.
"Mana japrem [jatah preman] gue!?" tanya penjaga kubur. Ya nggak sekasar inilah. Rata-rata penjaga kuburan keramat tidak akan berani kasar. Pasti mereka ramah-ramah lah. Namanya juga cari duit. Kalau mereka kasar, pasti ga bakal dapat bonus. Padahal, bisnis kuburan keramat itu menguntungkan sekali!
Nah, setelah pulang. Selesai. Para jemaah balik ke kasur masing-masing. Bobo. Uang ratusan ribu berpindah ke tangan para ustadz, penyelenggara, penjaga kuburan dan boss-nya penjaga kuburan.
Lalu, apa yang didapat para jemaah pengajian?
Ilmu?
Pahala?
Yo saya tidak bisa memastikan. Yang pasti dapat satu ini:
"Capeknya"
Paling enak sekarang itu NGUSTADZ dan NGEHABIB. Bisa membisnisi pengajiannya. Bisa mengakali pengikutnya. Ngemengnya untuk ngalap ilmu, pahala, berkah dan seterusnya. Eh, di balik layar, si guru ngikik sendiri sambil ngitung berapa yang sudah didapet. "XIXIXIXIXIXIXI...dasar murid bloon, gue peres mau aje. Mudah2an loe pade berkah; biar pade ngalir gue peres...XXIIXIXIXIXIXI"
Duh, biiib...biib...ketawa kok pake bahasa Romawi!?"
No comments:
Post a Comment