oleh Hasan Al-Jaizy
Ya, saya adalah orang galau. Karena memang sering galau. Bukan galau karena mencari saluran yang halal untuk dijadikan pelampiasan. Atau galau karena belum mendapatkan guling yang bisa dimain-mainkan, baik di kasur, kamar mandi, hingga di ruang tamu.
Itu kecil. Insya Allah ada masanya.
Tapi, kegalauan terbesar saya ada di kenyataan sekarang. Di kamar banyak sekali kitab. Tergeletak di atas kasur, lantai, meja, rak dan lemari. Galau sangat ketika melihat mereka. Tiapnya seolah memanggil-manggil, 'Ayo, bedahlah aku...bukalah aku!'
Belum lagi 'koleksi' E-book di PC. Entah itu berupa PDF Scanned [ribuan], hingga kitab2 Shamela [lebih banyak lagi]. Di sini justru tidak bermksud pamer. Justru membuat saya galau dan sedih. Ternyata saya ini bergelimangan kitab dan maraji' namun rendah sekali masih dan sedikit terlalu yang saya seruput.
Lalu waqfeya.com dan shamela.ws tak henti-henti menerbitkan kitab terbaru.
Galau bertubi-tubi.
Saya sejujurnya sering galau; karena belum bisa berbuat banyak di tanah kelahiran dan untuk penghuninya.
Sejujurnya suka galau; melihat banyak anak-anak sekolahan sekarang.
Tak henti galau; menyaksikan yang terjadi di kuburan keramat.
Bukan berarti karena galau, lalu kita berhenti dan hanya meratap...meratapi...membahas. ..lalu mengungkapkan selalu bahwa 'aku sedang galau'. Don't be stupid. Di pasar banyak sekali manusia galau fikirkan biaya sekolah anaknya, biaya kuliah anaknya, biaya pernikahan anaknya, penunaian tagihan hutang dan banyak problematika mereka.
Ratapan, wacana dan ekspresi saja -secara umum- takkan berikan solusi dan jalan keluar. Dan dunia adalah daar ibtilaa'. Tabiat dunia adalah ujian. Karena itulah, manusia memiliki haknya untuk menggalau. Tak peduli berapa umur.
Fikirkan bahwa kita sendiri masih miliki kegalauan masing-masing. Jika sendirinya saja masih punya kegalauan khusus, kenapa mengumbar kegalauan orang lain?
Itu kecil. Insya Allah ada masanya.
Tapi, kegalauan terbesar saya ada di kenyataan sekarang. Di kamar banyak sekali kitab. Tergeletak di atas kasur, lantai, meja, rak dan lemari. Galau sangat ketika melihat mereka. Tiapnya seolah memanggil-manggil, 'Ayo, bedahlah aku...bukalah aku!'
Belum lagi 'koleksi' E-book di PC. Entah itu berupa PDF Scanned [ribuan], hingga kitab2 Shamela [lebih banyak lagi]. Di sini justru tidak bermksud pamer. Justru membuat saya galau dan sedih. Ternyata saya ini bergelimangan kitab dan maraji' namun rendah sekali masih dan sedikit terlalu yang saya seruput.
Lalu waqfeya.com dan shamela.ws tak henti-henti menerbitkan kitab terbaru.
Galau bertubi-tubi.
Saya sejujurnya sering galau; karena belum bisa berbuat banyak di tanah kelahiran dan untuk penghuninya.
Sejujurnya suka galau; melihat banyak anak-anak sekolahan sekarang.
Tak henti galau; menyaksikan yang terjadi di kuburan keramat.
Bukan berarti karena galau, lalu kita berhenti dan hanya meratap...meratapi...membahas.
Ratapan, wacana dan ekspresi saja -secara umum- takkan berikan solusi dan jalan keluar. Dan dunia adalah daar ibtilaa'. Tabiat dunia adalah ujian. Karena itulah, manusia memiliki haknya untuk menggalau. Tak peduli berapa umur.
Fikirkan bahwa kita sendiri masih miliki kegalauan masing-masing. Jika sendirinya saja masih punya kegalauan khusus, kenapa mengumbar kegalauan orang lain?
No comments:
Post a Comment