Sunday, January 6, 2013

Apa Persamaannya Celana Kedodoran dengan Jokowi?


oleh Hasan Al-Jaizy


Kemarin, di stasiun UI, ada sebuah petikan kenyataan yang menjadi salah satu pengisi tulisan ini. Pukul 4 lebih 20 menit kiranya saya menunggu kereta di sana. Di peron, berjejeran ruko-ruko. Ada sebuah ruko, kalau tidak salah, pebisnis pulsa. Saya mendengar seseorang berkata dengan cukup keras:

"Tau ga lo apa persamaannya Barcelona dengan Jokowi?"

Suaranya cukup keras sehingga saya menoleh ke belakang, yaitu ke asal suara. Seorang berusia sekitar 30 tahunan sedang berbincang dengan 2 temannya atau lebih. Lalu ia meneruskan:

"Persamaannya: sama-sama rendah hati! Emangnya Real Madrid? Kalau Madrid kalah, pasti nyari kambing hitam. Ga terima kalah. Coba lihat tuh Barcelona. Kalau kalah, ga banyak omong. Kalah ya ngaku kalah."

Well, apa yang diucapkan orang itu benar sebenarnya, tapi tentu sesuatu yang faktual itu diterima oleh pihak yang tersinggung atau tersindir. Hal yang disimpulkannya juga kesimpulan jumhur manusia penonton bola sedunia. Sudah tidak asing lah jika Madrid [Mourinho in front] selalu cari kambing hitam ketika kalah. Kecuali mungkin sekarang-sekarang saja, karena sudah ketinggalan 16 point dari pemuncak klasemen. Mau mencak-mencak ya percuma.

Kemudian tadi malam, saya sempat melihat TV One, yang kata sebagian orang adalah TV Oon. Terlebih, ketika ustadz se-madzhab-nya dikaitkan dengan terorisme, tambang jelek itu channel di mata orang-orang itu. Tapi, tentu saja ketika sudah klarifikasi, mereka memuji. Lupa dengan ke-oon-an TV itu. Dan tak lama berselang hari, TV itu kembali melakukan kesalahan. Oh, rupanya ada logo sebuah radio yang menjadi bahan protes oleh fans radio tersebut. Kalau saya, entah ya kenapa, menganggap para fans itu lumayan lebay. Baru 'lumayan' kok, bukan 'sangat'.

Nah, tadi malam TV One meliput acara 'blusukan' Jokowi. Pak SBY pun sedang ikut-ikutan trend 'blusukan'. Nanti, 'blusukan' benar-benar menjadi trend orang-orang kelas atas. Cuma, 'blusukan' orang merakyat tentu saja beda dengan 'blusukan' nya orang-orang cari muka agar dianggap merakyat. Melihat Jokowi, saya jadi teringat petikan cerita sore itu di stasiun UI.

Rendah Hati

Saya fikir, tidak ada agama, budaya dan daerah yang menganggap rendah hati adalah sebuah keburukan. Bahkan dalam dunia sepakbola saja, being humble itu sangat berpengaruh pada reputasi pemain atau pelatih. Dahulu, Curut Seven alias CR7, di awal-awal bergabung dengan MU, adalah anak muda sekali yang lincahnya minta ampun. Tapi, fisiknya tak sekeren sekarang. Dahulu, di awal-awal masa Old Trafford nya, gigi CR7 tidak rata dan tidak enak dipandang. Sekarang, dia pede sekali tersenyum lebar.

Karena permainannya [era 2005-07] benar-benar 'gila', maka dia lah pesepakbola terbaik. Jika tidak, tentu Ronaldikin adalah si numero one. Hanya, CR7 ini memiliki sifat tinggi hati. Coba bandingkan apa kata dunia pada tahun 2006 dengan tahun 2012. Bertolak belakang sekali. 2006, dunia mengelu-elukannya. 2012, dunia menjambaninya.

Media pun sebenarnya berperan paling vital dalam masalah ini. Koran-koran dan situs-situs olahraga juga getol memberitakan sesuatu yang berkaitan dengan karakter arogan CR7.

Nah, itu baru dalam sepakbola. Bagaimana dengan agama?

==============================

Sekarang, bisa kita temukan jawaban soalan judul tulisan ini:

"Apa Persamaannya Celana Kedodoran dengan Jokowi?"

Jawaban: "Sama-sama merendah"

...dan jika kedodoran dibiarkan, nanti auratnya terlihat.
Sebagaimana Jokowi, jika merendahnya keterlaluan, aibnya akan tersingkap.

[Media masih hebat berperan menyetir opini umat]

No comments:

Post a Comment