oleh Hasan Al-Jaizy
Syi'ah...Yang Penting
Disukai...Sedikitpun
Syi'ah
Syi'ah
Dalam perkara Aqidah,
Syi'ah Imamiyyah sudah dikenal ketidakjelasan dan ketidakpastiannya di kalangan
Sunni. Pengagungan mereka terhadap Imam pun juga berunsur kejahilan. Mereka
menunggu Imam Al-Muntadzar [yang ditunggu-tunggu] yang kelak melalui Imam itulah
hidayah dan sa'adah manusia tersebar. Sampai sekarang, imam tersebut belum
muncul juga, entah dari Sirdab ataupun lainnya. Dari Subang sampai Merauke,
sejak Doel Sumbang sudah bisa Karaoke, tidak ketahuan kapan munculnya.
Mengenaskannya, mereka
mengklaim bahwa imam tersebut pasti akan muncul jua. Betapa banyak yang
mengklaim punya jaringan dengan Laila, tapi Laila sendiri kesulitan mencari
sinyal.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah (w. 724 H) pernah mendengar lelucon aqidah dari suatu kelompok Syiah
tersebut, tepatnya diucapkan oleh seorang imam mereka. Begini kalimatnya:
إذا اختلفت الإمامية
على قولين أحدهما يعرف قائله والآخر لا يعرف قائله كان القول الذي لا يعرف قائله هو
القول الحق الذي يجب اتباعه لأن المنتظر المعصوم في تلك الطائفة
"Jika Imamiyyah
memiliki berbeda pendapat menjadi dua perkataan, salah satunya diketahui siapa
pengucapnya dan satunya lagi tidak diketahui siapa yang mengucapkannya, maka
yang kedualah yang benar. Perkataan kedua yang wajib diikuti; karena Al-Muntadzar
(Imam yang ditunggu) Al- Ma'shuum (yang terjaga dari kesalahan) berada dalam
kelompok tersebut." [Minhaj As-Sunnah, 1/89]
Maka, langsung saja Ibnu
Taimiyyah mengatakan:
هذا غاية الجهل والضلال
"Iki koplak
sa'koplak-koplake! Sesat sa'sesat-sesate!"
Bagaimana tidak gila!?
Manusia berakal pun akan menimbang dan memilih perkataan yang jelas sumbernya
dibanding yang tidak! Mereka ini kok jadi ada mirip-miripnya sama individu yang
tidak peduli hadits shahih atau dla'if atau maudlu', yang penting disukai.
Yang Penting Disukai
Yang Penting Disukai
Ini biasa tarekat khatib
Jum'at di banyak masjid, atau para tukang ceramah yang 'sa'bodo teuing lah'
sama pembagian hukum hadits. Masa bodoh mau disebut shahih, dla'if atau
maudlu!!! Yang penting, rakyat senang. Yang penting, manusia termotipasi. Yang
penting dan yang paling penting: amplop dan rekening lancar!
Problemnya adalah jika
kita tidak mau peduli pada keabsahan sunnah dan periwayatan dalam menyampaikan,
itu justru salah satu langkah menghancurkan sunnah itu sendiri! Ketika
orang-orang meyakini malaikat bergelayutan di jenggot disebabkan khatib fulan
menisbatkan fakta tersebut pada Nabi, maka ini adalah penggergajian sunnah.
Atau jika hadits palsu merajalela literatur Tasawwuf misalnya, bayangkan dan
pastikan semakin mereka menganutnya, semakin hilang keberkahan sunnah. Itu bisa
terlihat ketika bid'ah-bid'ah mulai berjamuran. Karena sunnah dan bid'ah mana
bisa bersatu?
Benar, diriwayatkan Imam
Ahmad dan sebagian ulama melonggarkan gesper untuk hadits dla'if jika berkaitan
dengan fadhail al-a'mal [keutamaan2 amalan]. Tetapi tentu ada syaratnya. Dan
itu bukan hadits maudlu'. Hadits maudlu' sampai kapanpun tidak bisa dijadikan
hujjah. Jikalau bermakna benar [dari segi makna], maka tetap tidak boleh
dinisbatkan pada Nabi dan dianggap sebagai bagian dari curahan wahyu. Agak
mengherankan memang ketika tradisi sudah mengakar tanpa berupaya kritis
sedikitpun.
Sedikitpun
Sedikitpun
Sedikit apapun amalan
seseorang, jika terbina dengan keikhlasan yang tinggi, maka amalan itu akan
diberkati, kawan. Berbanyak amalan, jika tidak terbina dengan 2 hal atau satu
di antara dua hal berikut, maka bisa dicabut berkahnya. 2 hal apa itu?
--> Ikhlas, dan
--> Mutaaba'ah
Hati yang tulus saja
tidak cukup. Harus pula dibarengi tata cara yang sesuai syariat. Sesuai dalam
artian: telah terwujud perintah dan anjurannya, atau tidak melanggar syariat.
No comments:
Post a Comment