Tuesday, January 29, 2013

Syi'ah...Yang Penting Disukai...Sedikitpun

oleh Hasan Al-Jaizy


Syi'ah...Yang Penting Disukai...Sedikitpun

Syi'ah

Syi'ah

Dalam perkara Aqidah, Syi'ah Imamiyyah sudah dikenal ketidakjelasan dan ketidakpastiannya di kalangan Sunni. Pengagungan mereka terhadap Imam pun juga berunsur kejahilan. Mereka menunggu Imam Al-Muntadzar [yang ditunggu-tunggu] yang kelak melalui Imam itulah hidayah dan sa'adah manusia tersebar. Sampai sekarang, imam tersebut belum muncul juga, entah dari Sirdab ataupun lainnya. Dari Subang sampai Merauke, sejak Doel Sumbang sudah bisa Karaoke, tidak ketahuan kapan munculnya.

Mengenaskannya, mereka mengklaim bahwa imam tersebut pasti akan muncul jua. Betapa banyak yang mengklaim punya jaringan dengan Laila, tapi Laila sendiri kesulitan mencari sinyal.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (w. 724 H) pernah mendengar lelucon aqidah dari suatu kelompok Syiah tersebut, tepatnya diucapkan oleh seorang imam mereka. Begini kalimatnya:


إذا اختلفت الإمامية على قولين أحدهما يعرف قائله والآخر لا يعرف قائله كان القول الذي لا يعرف قائله هو القول الحق الذي يجب اتباعه لأن المنتظر المعصوم في تلك الطائفة

"Jika Imamiyyah memiliki berbeda pendapat menjadi dua perkataan, salah satunya diketahui siapa pengucapnya dan satunya lagi tidak diketahui siapa yang mengucapkannya, maka yang kedualah yang benar. Perkataan kedua yang wajib diikuti; karena Al-Muntadzar (Imam yang ditunggu) Al- Ma'shuum (yang terjaga dari kesalahan) berada dalam kelompok tersebut." [Minhaj As-Sunnah, 1/89]

Maka, langsung saja Ibnu Taimiyyah mengatakan:

هذا غاية الجهل والضلال

"Iki koplak sa'koplak-koplake! Sesat sa'sesat-sesate!"

Bagaimana tidak gila!? Manusia berakal pun akan menimbang dan memilih perkataan yang jelas sumbernya dibanding yang tidak! Mereka ini kok jadi ada mirip-miripnya sama individu yang tidak peduli hadits shahih atau dla'if atau maudlu', yang penting disukai.

Yang Penting Disukai

Yang Penting Disukai

Ini biasa tarekat khatib Jum'at di banyak masjid, atau para tukang ceramah yang 'sa'bodo teuing lah' sama pembagian hukum hadits. Masa bodoh mau disebut shahih, dla'if atau maudlu!!! Yang penting, rakyat senang. Yang penting, manusia termotipasi. Yang penting dan yang paling penting: amplop dan rekening lancar!

Problemnya adalah jika kita tidak mau peduli pada keabsahan sunnah dan periwayatan dalam menyampaikan, itu justru salah satu langkah menghancurkan sunnah itu sendiri! Ketika orang-orang meyakini malaikat bergelayutan di jenggot disebabkan khatib fulan menisbatkan fakta tersebut pada Nabi, maka ini adalah penggergajian sunnah. Atau jika hadits palsu merajalela literatur Tasawwuf misalnya, bayangkan dan pastikan semakin mereka menganutnya, semakin hilang keberkahan sunnah. Itu bisa terlihat ketika bid'ah-bid'ah mulai berjamuran. Karena sunnah dan bid'ah mana bisa bersatu?

Benar, diriwayatkan Imam Ahmad dan sebagian ulama melonggarkan gesper untuk hadits dla'if jika berkaitan dengan fadhail al-a'mal [keutamaan2 amalan]. Tetapi tentu ada syaratnya. Dan itu bukan hadits maudlu'. Hadits maudlu' sampai kapanpun tidak bisa dijadikan hujjah. Jikalau bermakna benar [dari segi makna], maka tetap tidak boleh dinisbatkan pada Nabi dan dianggap sebagai bagian dari curahan wahyu. Agak mengherankan memang ketika tradisi sudah mengakar tanpa berupaya kritis sedikitpun.

Sedikitpun

Sedikitpun

Sedikit apapun amalan seseorang, jika terbina dengan keikhlasan yang tinggi, maka amalan itu akan diberkati, kawan. Berbanyak amalan, jika tidak terbina dengan 2 hal atau satu di antara dua hal berikut, maka bisa dicabut berkahnya. 2 hal apa itu?

--> Ikhlas, dan
--> Mutaaba'ah

Hati yang tulus saja tidak cukup. Harus pula dibarengi tata cara yang sesuai syariat. Sesuai dalam artian: telah terwujud perintah dan anjurannya, atau tidak melanggar syariat.

No comments:

Post a Comment