Tuesday, January 8, 2013

Memimpikan Kuburan Keramat

oleh Hasan Al-Jaizy


Internet adalah rahmat, jika dipandang dari segi positifnya. Rahmat yang -saya yakin- nenek moyang kita secuil pun tak pernah membayangkannya. Kalau dahulu para imam/ulama perlu safar berpuluh hingga beratus kilo demi satu hadits, atau bahkan ada yang safar jauh hanya untuk memastikan satu lafadz hadits saja [!!!], kita kini tinggal klik dan ketik. Klik dan ketik, jika digabungkan menjadi klitik.

Tapi, rahmat yang tak terkira ini, bisa meletihkan dan mengalihkan. Kata orang, Facebook bisa menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh. Kata orang juga, Internet bisa menjauhkan diri dari yang sulit-sulit; karena terbiasa denganya sangat berefek pada kondisi menghadapi rintangan serta kesulitan.

Ada beberapa keluhan dari manusia pada manusia lain, dan ini juga keluhan saya. Keluhan ini berkenaan dengan teknologi zaman ini. Kita punya HP, PC dan lain-lain. Dan kita -jika difikirkan- adalah makhluk yang ketergantungan akan itu semua.


Coba sehari saja lepaskan tangan dari HP.
Atau yang saban hari online, copot modem sehari.
Atau yang tiap hari gunakan komputer, asingkan ia barang sehari.

Terasa perbedaannya.

Dan tanda-tanda ketergantungan adalah kekurangmampuan mengatasi ketidakberadaan hal tersebut. Tiap hari kita terbiasa memegang HP. Jika ada waktu senggang, kita merogoh kantong untuk melihat apa yang terjadi di HP kita. Apakah ada SMS? Miss Call? Notifikasi? Jika tidak ada, kita membuka browser Internet atau semacamnya. Apa yang terbaru? Ada update-an menarik atau tidak? Jika tidak menemukan yang menarik, apa kemudian yang akan kita lakukan?

Saya -mungkin sebagian sudah tahu- pernah kunjungi sebuah pelosok Tasikmalaya; di mana hutan-hutan masih hutan-hutan, dan kebun-kebun mirip hutan-hutan. Tenang sekali. Di malam hari, saya sempatkan 'bertapa' di kegelapan sawah sendiri. Merenung tanpa bantuan listrik atau teknologi. Lalu mencoba berfikir dalam-dalam jikalau listrik atau teknologi tak se-glamour sekarang. Saya melihat seseorang melewati sawah menuju rumahnya memakai senter kecil. Dan dekatnya, ada empang-empang yang juga dikondisikan sebagai WC. Bagusnya, saya sudah menyumbang di salah satu empang.

Malam yang berangin kencang itu, dalam-dalam berfikir saya ini perihal kemajuan teknologi dan bayangan kembali pada zaman tak kenal teknologi. Menantang angin yang dingin dan kencang, saya terduduk sendiri. Dengan angkuhnya. Dan esok, saya menerima akibatnya, masuk angin dan muntah-muntah.

Sempat juga saya tidur di sebuah kamar. Ada jendela sederhana. Di luar tampak dedaunan dan pemandangan. Tenang sekali. Sepi sekali.

Saya berfikir dan mengandai. Andaikan beberapa bulan saja saya bermukim di tempat seperti ini, membawa beberapa kitab yang saya sukai, lalu mendalaminya dalam kesunyian, tanpa sinyal HP, terlebih jaringan Internet. Andaikan itu terjadi, tentu itu adalah 'sesuatu' yang beda! Fokus dan konsentrasi sering hilang -sebagaimana problematika banyak manusia modern- disebabkan tidak konsisten dan kurang konstan dalam berfikir dan mengamati. Sedikit-sedikit bosan.

Dan inilah keramat yang terkubur selama ini. Dan saya memimpikannya. Ingin rasanya menggores cerita dalam sejarah hidup, tinggal di pedalaman beberapa jenak. Hanya untuk mengembalikan pemusatan fokus yang beberapa tahun ini hilang. Tanpa sinyal HP. Tanpa jaringan Internet. Kapankah itu terwujud? Tak ku tahu...


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/484984684876255

No comments:

Post a Comment