Sunday, January 6, 2013

Mencuci Kompor Di Kuburan Keramat


oleh Hasan Al-Jaizy


Ada baiknya para perjaka berterima kasih pada para pengompor yang menganjurkan mereka untuk menikah, atau memancing-mancing pembahasan. Karena ini adalah bab nasehat SELAMA tidak mengganggu, merong-rong atau menyakitkan. 

Karena kompor, jika tidak berhenti mengompori, bukannya justru memberi maslahat, melainkan mafsadar. Bayangkan saja panci putih yang terus dikompori tak henti-henti. Ia akan menghitam sebelum waktu yang tepat.

Mengompori boleh dengan candaan, bukan melulu kekakuan. Api kompor kadang bergoyang kesana-kemari, bukan. Tetapi, bukan berarti merendahkan kemudian, mengejek kemudian, hingga bahkan menghina terang-terangan.

Anda sudah memiliki pekerjaan dan penghasilan, bukan?

Jika sudah, maka syukurlah. Sekarang, bayangkan, selain Anda, banyak orang yang mencari-cari pekerjaan dan penghasilan demi kehidupan dan masa depan, namun mereka tidak menemukan. Sementara Anda punya! Bukankah Anda kemudian bersyukur? Alhamdulillah.

Lalu, apa pandangan Anda terhadap mereka yang tidak/belum memiliki pekerjaan, sedangkan Anda pun tiap hari bekerja dan menghasilkan uang? Apakah Anda akan mengompori mereka? Jika itu Anda lakukan, perhatikan pula bahwa mereka sudah berusaha mencari kerja dan berfikir keras. Sekali mengompori, tak masalah. Namun, jika Anda melakukannya berkali-kali, Anda bisa menyakitinya.

Atau Anda akan menertawai mereka? Mencandai mereka dengan kalimat 'kasihan nih yang belum kerja' di depan banyak orang? Bukankah tadi Anda katakan bahwa Anda bersyukur sudah dapat pekerjaan? Lalu, mana hasil murni dari rasa syukur?

Atau Anda mencoba merangkulnya, mengetahui permasalahan dan halangannya mendapat pekerjaan dan membantunya mencari lowongan?

Maka, kiaskan itu di sisi ini dengan nikah.

Dalam penghasilan, jika Anda mendapat penghasilan 5 juta sebulan, Anda tidak bisa mengkiaskan diri begitu saja dengan teman yang hanya mendapat 1 juta dan semakin kurus. Jangan dengan kementang-mentangan, Anda mempertanyakan kinerjanya, 'kenapa cuma bisa menghasilkan segitu? Hasilkan yang banyak [seperti saya]!' Daripada membuatnya semakin kecewa, kenapa tidak kita bicarakan baik-baik hingga faham duduk problematika lalu berusaha membantu?

Begitu juga dengan pernikahan manusia, jika Anda sudah mendapat 2 atau 4 dalam satu paket, Anda tidak bisa mengkiaskan nasib Anda dengan nasib orang yang belum dapat secuil pun. Jangan memesan paketan, memesan eceran pun belum berdaya!? Kalau dahulu Anda mendapat kemudahan dari Allah dan juga makhluk-Nya, maka jangan setelah dimudahkan, Anda mengejek dan merendahkan dia dan dia yang belum Allah mudahkan baginya.

Sebenarnya Anda tahu, bahwa para bujang pun berhasrat mencari teman tidur sebagaimana Anda dahulu juga merasakan hasrat itu. Nah, setelah punya, kenapa Anda tidak mau memaklumi perasaan mereka!?

Dan juga yang bujang, jangan konyol. Teman tidur ada masanya tiba insya Allah. Sekarang, seharusnya 'ngompor' bertubi-tubi dan merendahkan tanpa sadar tidak menjadi trend lagi. Seharusnya trend sekarang adalah tukang kompor juga menjadi tukang ledeng, membantu para perjaka dan perawan agar 'saluran mengalir'.

No comments:

Post a Comment