Friday, January 4, 2013

Memilah-milah Kuburan Keramat


oleh Hasan Al-Jaizy


Begini, bro. Kebenaran itu bisa menjadi bersifat relatif karena dirimu sendiri. Bisa jadi, aslinya kamu mengakui itu benar, tetapi karena beberapa faktor, kamu tidak 'membenarkannya', atau bahkan mencari-cari celah agar ia tidak tampak benar.

Gambaran:

[1] Pak De Su'aid ini sudah berumur 40 lebih. Suatu hari, ia membaca status Nawawi yang cukup panjang. Tanpa sepengetahuan siapapun, Pak De Su'aid memang suka 'mengintip-intip' tulisan orang. Tidak usah tekan 'like', apalagi sampai komentar. Alasannya? Banyak. Di antaranya: Jaga Wibawa, Jaga Gengsi dan seterusnya. Karena kalau sekali terlihat nge-like status orang, ia merasa gengsinya merendah. Bahkan, sekadar ikut komentar saja pun enggan; karena takut diketahui bahwa ia membaca tulisan orang.

Nah, ketika membaca statusnya Nawawi tentang perkara manhaj, misalnya, Pak De ini membatin, 'Sebenarnya yang dikatakan anak muda ini benar.' Lalu, ia skip saja dan meneruskan kalimat hatinya, 'Tapi, karena ia anak muda, untuk apa saya dengarkan!? Toh, ia masih belajar. Dia juga tidak usah mengajari saya bagaimana bermanhaj dan sebagainya. Cuih.'

Benang Kesimpulan: Karena umur, bisa saja seseorang terhalang dari kebenaran dan kebaikan.
Ini banyak terjadi pada orang yang lebih tua terhadap yang lebih muda. Karena merasa lebih tua, maka tidak perlu dengarkan kalimat orang lebih muda. Terjadi juga pada orang berilmu yang merasa lebih SENIOR. Merasa sudah lama belajar, atau sudah ngustadz, atau sudah ngehabib, maka tentu saja tidak perlu dengarkan kicauan thuwailib kecil.

[2] Purnomo, biarpun kalimatnya pedas, suka ngeritik dahsyat dan menyebalkan, tetapi banyak dari kalimat-kalimatnya yang benar. Ia seringkali membuka fikiran manusia dan menyadarkan mereka melalui status. Kebetulan ia juga berteman dengan Syirozi. Nah, sementara Syirozi jarang-jarang menulis. Sekali menulis status, pembahasannya cuma tentang perkara manhaj yang simple, terawang manhaj ekstrimis dan TBC. Ga ada pembahasan lain.

Tiap kali membaca tulisan Purnomo, metode yang Syirozi terapkan pasti metode kritis dan penuh curiga. Syirozi selalu mencari kesalahan kalimat, kiasan, gaya bahasa, dan selebihnya. Kritis sekali. Yang akhirnya: kebenaran dari Purnomo terabaikan. Yang dilihat cuma titik jeleknya. Tetapi ketika membaca tulisan Nawawi, Syirozi selalu legowo dan jika ada yang menentang Nawawi, ia selalu siap bertempur dan membantah.

Benang Kesimpulan: Karena ketidakadilan dalam bersikap kritis, bisa saja kebenaran segunung tak tampak, namun upil musuh tampak.

*******

Sebenarnya ada gambaran lain. Namun, saya cukupkan pada 2 perkara, yaitu SENIORITAS dan SIKAP KRITIS.

Dua hal di atas bisa menjadi pembahasan panjang lagi. Yang berawal dari:

"Kementang-mentangan"

--> Mentang-mentang sudah berumur.
--> Mentang-mentang senior.
--> Mentang-mentang bukan segolongan/semanhaj.
--> Mentang-mentang perguruan sebelah.

Tunggu tanggal pembahasannya.

No comments:

Post a Comment