Friday, January 25, 2013

Membangun Perpustakaan

oleh Hasan Al-Jaizy


Anda tidak bisa membangun perpustakaan pribadi dalam satu hari atau bahkan satu tahun. Tetapi, dimulai sejak Anda muda; membeli kitab satu persatu. Tiap mendapat uang saku ataupun gaji, sisihkan sekian persen untuk kitab. Lalu abadikan namamu di dalamnya. Baca meskipun tidak seluruhnya. Garis bawahi dan berikan ta'liq, komentar, tanggapan, ralat dan semacamnya dengan pensil[atau apapun]. 

Nanti, ketika Anda sudah menua, berusia 50 atau lebih, ketika anak-anak Anda sudah besar, ketika Anda sudah menjadi pengayom para murid, ketika Anda sudah menjadi murabbi umat, perpustakaan Anda tersedia. Dan semua kitab adalah milik Anda. Di tiapnya tertera nama, tanggal beli/diberi, tanda tangan dan tentu saja: tiapnya memiliki sejarah hidup Anda meski tak tertulis. 

Bisa jadi sekarang Anda memiliki sebuah kitab yang sulit dibaca, entah karena bahasanya yang begitu tinggi, atau karena memang Anda belum memiliki kapasitas. Tapi, seperti nasehat Ust. Wahyuddin Bakhtiar di tahun 2002, ketika saya mengawali masa SMA, jangan pernah kau buang kitab itu. Simpan! Karena suatu saat, kau akan benar-benar mampu membaca dan memahaminya. Percayakan itu.

Dan saya pribadi memiliki prediksi, kelak mayoritas manusia miskin kitab. Mereka tak tertarik dengan kitab cetak. Karena sudah ada teknologi. Sehingga pengunjung perpustakaan kelak adalah orang-orang yang miskin, gaptek atau yang memang 'idealis' tak mau bergantung pada teknologi, yakni yang menggunakan teknologi secukupnya. 

Setelah melihat kenyataan, saya menasehati diri dan juga pembaca, agar membeli kitab, baik itu murahnya atau mahalnya, selama isinya benar dan bermanfaat. Namun, yang lebih baik adalah belilah cetakan terbaik meski mahal. Setelah membeli, jangan dijadikan pajangan atau penghias atau pameran ruang tamu saja! Tapi, bacalah minimal muqaddimah atau daftar isi. Tidak harus membaca seluruhnya. Yang harus kita baca seluruhnya adalah Al-Qur'an, kemudian Shahih Bukhari dan Muslim. 

Usahakan membaca sembari memegang pensil atau pena atau stabilo. Namun pensil -menurut saya- lebih baik. Jika ada point penting atau menarik, garis bawahi atau beri tanda. Jika ingin mengomentari, tulislah komentar. Ingat, kitab tersebut adalah milik kita. Apa yang kita lakukan adalah hak kita.

Anda mungkin meremehkan masalah coret-coret dan sebagainya. Tapi, saya tidak. Saya merasakan sihir yang menyihir ketika melihat coretan-coretan di buku pelajaran pondok dahulu. Itu semua adalah sesuatu. Dan ketika saya menemukan kitab usang Kifayatul Akhyar di gudang buku rumah, saya terenyuh membaca coret-coretan ibu saya kala belajar Fiqh Syafi'i tahun 70-an dahulu. 

Suatu saat kelak, keturunan Anda akan menyaksikan gores-gores di buku Anda. Jerih payah Anda dalam belajar dan memahami. Mereka akan terinspirasi, termotivasi dan Anda lah inspirator dan motivator mereka, keturunan Anda. Maka, bangunlah perpustakaan meski hanya satu rak.

Hal menakjubkan di atas tidak akan didapatkan di e-book, baik itu PDF atau lainnya. Meskipun sekarang ada fitur untuk mencoret dan komentar. Tetapi, kitab cetak tetap mempesona dan tak turun pamor jua wibawa. 

Mungkin esok-esok Anda akan menerima gaji. Jika yang wajib telah tertunaikan, tiada salah sisihkan sedikit untuk ilmu yang tercetak dan tertuang di buku-buku. Kelak itu adalah warisanmu untuk anak cucumu. 

13 Rabi'ul Awwal 1434


No comments:

Post a Comment