Oleh Hasan Al-Jaizy
BUDAYA MENULIS
Budaya menulis layak digalakkan di situs ini. Yang saya maksud adalah menulis tulisan bersekian paragraf berisikan 'what do you think', dengan ada upaya memperbobot kandungannya. Betapa indahnya jika kita membuka beranda/wall, lalu beberapa tulisan teman menunggu dibaca. Mungkin, kita tidak sependapat dengan si penulis, namun tetap setidaknya beri dia apresiasi atas upayanya menaburkan isi fikiran agar dibaca orang lain. Lebih-lebih jika yang ia tulis bermanfaat.
Dahulu, budaya copy-paste sangat jamak terwujud di situs ini. Tanpa meminimalisir penghargaan saya kepada kawan, tapi dahulu terlihat seolah dia yang tersering dan terbanyak copy-paste nya adalah yang tertinggi keilmuannya. Mungkin itu hanya perasaan buruk saya saja. Dan syukurlah, sekarang adalah sekarang dan bukan seperti dahulu.
Kita -menurut saya- soal tulis menulis dan menjulurkan ide melalui tulisan, masih kalah dibanding teman-teman Liberal, Sekuler atau yang memang berlatar belakang pendidikan umum non-Islami. Banyak dari mereka mampu mewujudkan gejala dalam fikiran, bayangan dalam kepala dan pendapat sebagai tulisan, yang bisa dibaca orang, dengan aluran yang lancar, menarik dan renyah. Bisa Anda buka Kompasiana. Lihat tiap 5 menit selalu ada 1 atau 2 tulisan baru. Mereka menulis sekehendak mereka.
Jika Anda menunggu mau menulis ketika 'ilmiah' saja, seperti mengumpulkan kitab-kitab dan ide-ide sehingga memperkaya kandungan, saya fikir Anda ini 'lelet'. Mohon maaf jika kurang enak sifatnya. Saya menulis ini, bukan berarti melazimkan dan mengharuskan tiap-tiap pemilik jemari untuk membuat tulisan. Tidak. Saya hanya berusaha agar Anda berfikir, "If I can, why couldn't I? If I think I can't, forever I can't!"
Baru buka beranda tadi, saya sudah disuguhi beberapa tulisan menarik dari teman-teman FB.
==> Contoh 1: Sahabat saya dan teman sekelas saya, Ust. Saiyid Mahadhir, MA pun berusaha menuai manfaat dalam tulisannya sejam yang lalu:
"Siapa Sajakah Ahli Warisnya dan Berapa Bagiannya?
==> Contoh 2: Sahabat saya lainnya dan juga teman sekelas saya, Ust. Zarkasih Ahmad juga menabur apa yang ada dalam fikiran setengah jam lalu. Menarik pula tulisan ini:
BUDAYA PENGANTIN KERIK ALIS MATA
==> Contoh 3: Begitu juga Pak Aris, dengan tulisannya sejam lalu yang berjudul:
KRITIK
============================== =
Sekali lagi, saya tidak melazimkan Anda seperti mereka. Hak Anda, juga hak saya, mau menjadi penulis, atau pembaca saja, atau plus komentator juga, atau tidak menjadi kesemuanya juga tidak apa-apa.
Namun, saya amat menyayangkan, tak hanya sekali status-status hot, berisikan kritik atau bantahan pada individu atau kelompok tertentu, dikerubungi banyak komentator. Ada yang balap-balapan copy paste, ada yang banyak-banyakan argumen dan ada yang mengipas-ngipas bara saja kerjanya.
Pertanyaan saya:
[1] Jika Anda bisa komentar, kenapa Anda tidak bisa membuat tulisan yang mendorong manusia tuk berkomentar?
[2] Jika Anda punya waktu menulis komentar, apakah Anda tidak punya waktu membuat tulisan sendiri?
Ada seorang pemuda yang saya kenal di FB hanya mampu berkomentar dan komentarnya -sejujurnya- menyebalkan dan memancing emosi penulis. Saya kira bukan saya saja yang merasa seperti itu. Lalu, saya sarankan padanya, agar ia juga membuat tulisan. Kenapa? Agar merasakan bagaimana punya karya sendiri dan betapa tidak enaknya jika dikomentari tanpa menghargai. Namun, rupanya yang bersangkutan tidak mau memulai berkarya; melainkan tetap saja berada di manhaj-nya. Dan akhir tulisan ini, saya katakan:
"Orang yang tidak punya takkan merasakan [persis] apa yang dirasakan orang yang punya"
13 Rabi'ul Awwal 1434
No comments:
Post a Comment