Thursday, January 3, 2013

FALSAFAH PENSIL II


oleh Hasan Al-Jaizy


Pensil itu kemampuanmu dan bakatmu

Sebelum memulainya, kututurkan padamu bahwasanya orang merugi adalah orang yang tidak tahu apa yang bisa ia lakukan demi dirinya atau orang lain. Orang merugi adalah orang yang tidak tahu bahkan enggan mencari tahu bakat apa yang Allah titipkan pada dirinya. Betapa banyak orang melalui masa mudanya masih dalam ketidaktahuan apa bakat yang ia miliki. Dan alangkah sedihnya jika ia baru mengetahui bakatnya di masa tua; sehingga ketika ingin memulai mengasahnya, kemustahilannya seperti mencabut beringin tua dari tempatnya. Maka, galilah potensi sedari dini, sebelum potensi itu sudah tak mungkin digali lagi.

[1] Pensil itu terwujud; merupakan senjata dan modalmu menulis. Awal membelinya, pensil itu tumpul. Dan kau tak mampu menggunakannya sebelum ia diraut.

==> Sebagaimana bakat dalam dirimu. Ia adalah modal yang dititipkan oleh Penciptamu. Merupakan keadilan dan hikmah dari-Nya, kau diberi kemampuan yang tidak semua manusia bisa melakukannya. Namun, bakat di awal-awal masih begitu mentah dan tumpul. Ia tidak serta merta menjadikan pemiliknya hebat dan bisa berkarya dengan bakatnya itu. Melainkan:

[2] Pensil harus diraut terlebih dahulu; sehingga ia pun menajam dan melancip. Semakin tajamnya ia, semakin baik tulisan terwujud.

==> Sebagaimana bakatmu itu perlu diasah. Jangan dibiarkan ia menumpul atau ia akan terus menumpul selamanya. Tak akan ada bakat berkembang dengan sendirinya. Bukan bakat yang mengangkat manusia, melainkan manusia lah yang mengangkatnya dengan cara mengasah dan mengembangkan. Semakin tajam dan terasah, semakin hebatlah dirimu dalam berkarya.

[3] Namun hati-hati dalam meraut. Jangan terlalu lancip! Jika sudah lancip ia berwujud, jangan dipaksakan meraut agar ia menjadi terlalu lancip. Apakah kau ingin mematahkan dan merusaknya?

==> Jangan terlalu memaksakan dan membebankan diri dalam mengasah bakatmu. Karena bakatmu pun ada batasnya. Jika terlalu memaksa diri, maka kau harus siap-siap patah hati. Bukankah ada manusia yang terlalu berlebihan dalam mengembangkan bakat sehingga ia letih dan sakit sendiri?

[4] Pensil pun memiliki masa-masa tumpul dan tajam. Ketika kau terus memakainya, maka ia akan mulai menumpul. Maka jadikanlah rautan sahabatnya. Begitu pula, kau membutuhkan penghapus. Karena terkadang ada kesalahan tulisan, atau keburukan bentuk, atau kekurangan.

==> Maka kau akan mengalami masa-masa tumpul dan tajam dalam menggunakan bakat. Adakalanya suatu masa manusia bosan dengan karya dan produksimu, maka perlu kau asah lagi agar kembali segar ia bertampil. Karena itulah, jadikan teman, kritikus dan penasehat sebagai sahabatmu. Karena merekalah yang membantumu mengasah bakatmu, menunjukkan kesalahanmu, mengoreksi keburukanmu dan bahkan melengkapi kekuranganmu dengan kebaikan mereka.

[5] Pensil semakin memendek. Memendek. Memendek. Hingga tak mampu lagi kau menggunakannya. Akhirnya ia pun dibuang karena tak memberikan guna lagi.

==> Suatu saat kau akan menua. Semakin menurun intensitas dan produktifitasmu dalam berkarya dan berusaha. Maka, saat itu pula kau mulai mengendur...mengendur...mengendur...hingga kemudian kau tak bisa apa-apa lagi. Karena sirah hidupmu berakhir. Kau pun mati. Namun:

[6] Pensil, biarpun ia sudah tak digunakan lagi dan hilang dari genggaman empunya, ia telah memberi banyak jasa. Ia telah menumpahkan banyak ukiran dan tulisan. Tulisan itu dibaca banyak makhluk. Bahkan dengannya, ia bisa menjadi awal kesuksesan.

==> Sebagaimana bakatmu di masa mampumu. Kau menoreh banyak karya, produksi, bantuan, usaha dan upaya, kawanku. Dan karya jua usahamu melegenda. Banyak orang mengambil kebaikan dan manfaat darinya. Hingga ketika kau sudah tiada, karya dan upayamu masih ada. Seolah-olah karya dan usaha hasil asahan bakatmu itu lebih panjang berumur darimu. Manusia akan ingat dan mengenangmu melaluinya; dalam sedarnya mereka tahu bahwa kamu sebenarnya sudah tiada.

Banyak hikmah dari ciptaan, namun alangkah banyak ciptaan tak menggali hikmahnya.

No comments:

Post a Comment