Monday, January 7, 2013

Pelangi Payungi Bumi


oleh Hasan Al-Jaizy


Air mata itu lebih terasa mengalir jika manusia merundukkan kepalanya. Jarang ada manusia menangis dan menumpahkan isi hatinya dalam kondisi kepala menengadah.

Si keras kepala dan si sombong jarang menangis. Kepalanya terlalu sering menengadah. Merasa di atas siapa-siapa.

Kepala yang tegak itu baik ditampilkan depan makhluk.
Namun selamanya di depan khalik, tundukkan kepala.

Tegar adalah ketika ia menegak wajar di hadapan manusia selagi badai mempermainkan lembaran-lembaran sirah hayat, selagi merunduk di depan Sang Pencipta manusia. Jika Dia hendaki badai berganti pelangi, pelangi akan mengganti. Jika Dia hendaki pelangi terhapus badai, badai menghapus.

Lihatlah hujan-hujan atau gerimis itu. Tiap titisannya turun ke bawah, tiada ke atas. Dan setelah hujan terbit garis-garis pelangi, seperti setelah menangisnya manusia, terbit harapan-harapan baru.

Maka bangkitlah wahai manusia dari keterpurukan; karena selama roda kehidupan berjalan, tiap sulit dan mudah hadir silih berganti. Tiap sakit ada obatnya. Dan tiap obat ada kadarnya. Jika begitu adanya, mengapa ada manusia merasa putus asa dengan qadar?


No comments:

Post a Comment