Thursday, January 3, 2013

Memalingkan Tahdzir


oleh Hasan Al-Jaizy

Tahdzir bermakna memperingatkan.

Tahdzir adalah bagian dari nasihat. Dan sebagaimana jarh, itu semua adalah bagian dari amar ma'ruf nahi munkar. Ketika kita men-jarh nama orang sesat dengan tujuan agar manusia lari darinya dan tidak terkena fitnah kesesatannya, maka kita telah mengamalkan sebuah nasihat untuk umat.

Namun, tahdzir yang hanya didasari ingin mempermalukan semata, atau diamalkan oleh orang yang tidak/belum berhak, maka berpotensi negatif hasilnya.

Sekarang, mungkin Anda akan menoleh ke para Ghullat Tahdzir atau Ghullat Tajriih; sambil mengingat kekonyolan apa yang mereka lakukan/katakan. Bagaimana jika sekarang kita menatap diri sendiri!? Apakah kita sudah muak introspeksi diri dalam hal ini!? Kita ini terbiasa menyuruh mereka bercermin dan menimpali segala mal-praktek tahdzir, tajrih, tabdi' dan tafsiq kepada mereka, dengan perasaan merasa diri sendiri sudah 'selamat' dari itu kekonyolan. Inilah yang mungkin bisa disebut:


"Memalingkan Tahdzir"

Membuat manusia berpaling menatap para ekstrimis dengan kekonyolan mereka; sambil merasa kita bebas dari itu.

Membahas perihal para ekstrimis, "Jangan seperti mereka! Kerjaannya ngomongin asaatidzah, men-jarh para ikhwan, tahdzir sana-sini..." dan tidak sadar sendirinya juga paling getol membicarakan asaatidzah, men-jarh beberapa ikhwan yang 'menurutnya' ekstrimis dan seterusnya.

Pokoknya, setiap ada pembahasan ini, pandangan selalu tertuju ke kelompok fulan, majelis mereka dan yang penting selain kita.

Jika ada seorang saudara men-tahdzir diri kita dan mempunyai alasan karenanya disertai adab yang baik, tidak fair jika kemudian kita serang balik lalu menuduhnya sebagai ini itu. Ini namanya mukaabarah! Tidak menerima nasihat yang baik.

Ketika kita getol membicarakan para ulama milik perguruan seberang, mempermasalahkan keputusan dan ucapan-ucapan mereka, menjelek-jelekkan pengikut mereka, maka jangan marah besar ketika ternyata kita menemukan perguruan mereka pun mempermasalahkan kita dan perilaku kita. Jika tidak mau bermain api, maka jangan mengadakan api. Suatu perbuatan dari kita kepada manusia, sangat wajar akan terimbas dan terbalas serupa.

No comments:

Post a Comment