Tuesday, January 29, 2013

Menegakkan Kebonengan .... Membasmi Kejenggotan!

oleh Hasan Al-Jaizy


Menegakkan Kebonengan .... Membasmi Kejenggotan!

Itu bukan manhaj kita. Itu bukan keinginan kita. Kebonengan, menurut mayoritas orang sok boneng, adalah bersifat pluralitas. Artinya: muta'addid. Artinya: tidak cuma satu. Artinya: Setiap orang boleh memilih kebonengan yang menurutnya boneng. Dan yang menyelisihinya dilarang merasa paling boneng atau menyalah-nyalahkan kebonengan yang dianut orang lain. Tapi ngakaknya, orang-orang pluralis sendiri secara tidak langsung terlihat sok paling boneng dan mencegah kebonengan orang. Boneng-boneng bodoh mereka itu!

Juga sebagian warga perguruan hijau, banyak kebonengan yang berdasar dan berpijak mereka abaikan. Bahkan terang-terangan mereka lawan. Sudah boneng-boneng para ikhwah berdakwah, "Ya akhi, jangan lebay di kuburan orang saleh. Itupun jika benar yang dikubur adalah orang saleh. Kalau ternyata yang dikubur adalah bukan orang saleh, atau malah mayat kuda, biji mane? Biji siape?" Tapi, mereka langsung mengaplikasikan dan mengoperasikan software anti-virus pembasmi kejenggotan. Yang paling beken ya kalimat-kalimat ini:

--> Dasar otak cingkrang!
--> Dasar otak kebanjiran!

Sebenarnya orang-orang boneng yang berusaha menasihati, ketika memutuskan untuk cingkrangan dan terlihat kebanjiran, mereka memikirkannya pakai otak dan menyepakatinya dengan sanubari. Dan kebonengan mereka itu berasas. Tidak seperti kawan-kawan ini, sudah tahu tidak boneng, ketika diajak untuk memboneng, malah tetap membolang ke kuburan keramat. Sudah gitu, merasa paling boneng pula. 

Baydewey, sebenarnya boneng ga sih jika dikatakan, 'Kebonengan itu pluralitas; tidak hanya satu saja, melainkan relatif.'

Jawab:

Dalam beberapa kondisi, perkataan itu boneng, gan. Tapi, perkataan itu adalah sebagai pembonengan dan legalisir atau legitimasir syahwat pengucapnya supaya pendapatnya tidak digugat, tidak dikritik dan tidak dibatalkan. Nah, justru tingkahnya inilah yang merupakan gambaran telak dan mutlak merasa boneng. Kalau dia merasa tidak boneng sendiri, seharusnya ia legowo menerima kritikan dan gugatan. Dan jika kritikannya lebih boneng dan mendekati kebonengan absolut, maka wajib baginya melepaskan kebonengan lama.

Itu dari satu sisi.

Dari sisi lain, perkataan itu mewariskan kejanggalan abadi. Karena sejatinya yang namanya boneng adalah boneng, tanpa bersifat pluralitas. Kalau mau dibilang relatif, nah...itu bisa cocok. Karena begini: 

[1] Ada yang namanya kebonengan absolut [pasti], ada pula kebonengan relatif [nisbi]. Contohnya:

"Hasan Al-Jaizy itu pria". Ini adalah kebonengan absolut. Semua orang pasti merasa boneng dengan perkataan tersebut.

"Ustadz Potokopi itu tayangan keren." Ini adalah kebonengan relatif. Tidak semua orang menganggapnya keren. Sinetron ini dikira orang akan memperbaiki dunia ustadz dengan cara kritik dan sarkasme tingkat tinggi dibalut kehidupan merakyat. Tetapi, bagi sebagian orang yang berakal boneng, sinetron ini justru menjatuhkan kesakralan dunia ustadz dan mempermalukan agama.

[2] Ada yang namanya kebonengan musyaarak [bersama], ada pula kebonengan ghairu musyaarak [tidak bersama]. Ini mirip dengan nomor pertama. Tapi ada sedikit perbedaan yang terlihat di contohnya:

Bahwasanya penilaian akan kecantikan dan kegantengan seseorang itu tidak selamanya relatif, tetapi ada yang musyaarak. Di antara wanita tercantik di dunia, ada yang secara normal semua manusia akan mengakuinya cantik. Iya, kan?

Nah, sebenarnya dan seharusnya, sebuah kebonengan absolut musyarak itu juga berupa:

"Orang berjenggot itu keren"

Tanggal berapa sekarang?

17 Rabi'ul Awwal 1434


No comments:

Post a Comment