Wednesday, January 30, 2013

Menjadi Yang Terharap...Game Kekerasan

oleh Hasan Al-Jaizy


Menjadi Yang Terharap...Game Kekerasan

Menjadi Yang Terharap

Menjadi Yang Terharap

Selagi saya tahu bahwa menggapai cita-cita dan harapan itu bukanlah mimpi semata tanpa upaya menyicil tabungan langkah dan bergerak menunjunya, maka saya mengajak diri sendiri serta diri selain saya sendiri untuk tidak 'ngemeng' saja atau 'ngarep' saja.

Bahwa suatu asa akan terwujud secara absolut jika Allah wujudkannya. Namun, Allah takkan merubah suatu kaum hingga kaum tersebut berupaya merubahnya jua. Sementara, keadilan-Nya tertuang di fakta bahwa Dia takkan membebani hamba di luar batas kadar dan kodratnya. Artinya: Teruskan perjalanan entah sendirimu atau bersama kafilahmu dan berusahalah. Mungkin kau akan terombang-ambing sebelum tiba di dermaga, namun Dia lah yang akan sampaikan jasadmu menujunya.

Seperti seorang yang mempunyai cita sebagai penulis kelak. Tentu ia harus mencicil sedari benih cita-cita masih kecil tabungan-tabungan karya, asahan-asahan dan latihan-latihan. Konyol sekali jika ia berharap kelak mampu menjadi penulis handal sementara kesehariannya lebih suka mencokolkan mata pada TV dan mengaibaikan panggilan-panggilan buku, kertas dan pena. Oh, kini sudah modern...panggilan laptop dan gatalnya jemari.
 

Seorang yang bercita menjadi kaya raya, tentu harus mengawali langkah mimpinya dengan usaha, mencicil, menabung dan berusaha mengintip celah-celah yang menguntungkan. Jika hanya bermimpi dan berdoa, itu bukanlah tingkah baik dari seorang pecita.

Dan bagaimana mungkin seorang orang tua mengharap salehnya anak, sementara kesehariannya dibiarkan bermain game kekerasan?

Game Kekerasan

Game Kekerasan

Jangan salahkan siapa-siapa dulu. Salahkan para orang tua. Lalu salahkan media. Barulah salahkan guru di sekolahnya. Jika mau, salahkan pula guru kursusnya. Tetapi, pangkal kesalahan tentu terselenggarakan oleh orang tuanya.

Sebagaimana banyak para orang tua bicara begini kini, "Dasar anak jaman sekarang!", maka harusnya bisa kita seimbangi dengan balasan serupa:

"Dasar orang tua jaman sekarang!"

Ya, kita tahu bersama mendidik anak itu tidak mudah. Mencari nafkah pun relatif tidak mudah. Karena sibuk mencari nafkah, maka anak pun diserahkan pada baby sitter, guru sekolah dan kursus. Karena sibuk memasak, mengurus kebersihan rumah atau malah karir, sang ibu terasa asing bagi si kecil. Hingga si kecil lebih akrab pada orang tua anak lain. Hingga ibunya seolah-olah tante-tante yang numpang nge-kos atau bermalam di rumah saja. Bapak juga seolah-olah om-om yang menyewa kamar tiap malam di rumahnya.

Lalu, kemana hati bapak-bapak berbadan kekar itu ketika membiarkan anaknya bermain game kekerasan!? Apakah memang mereka sudah mulai gila? Atau jenuh dengan kekerasan hidup dalam pencarian nafkah dan sakit gigi yang kian parah? Sehingga berfikir dengan metode buang air: jika hidup ini begitu keras, maka biarkan anak berlatih memainkan game keras. Alias: kalau keluarnya susah, ngedennya harus semakin keras.

Mata-mata anak-anak itu tadinya polos. Namun, bapak-bapak dan ibu-ibu mereka lah yang mengukir mata-mata itu menjadi tajam sehingga terlukis di dalamnya gejolak api neraka.

18 Rabi'ul Awwal 1434

No comments:

Post a Comment