oleh Hasan Al-Jaizy
Menjadi Yang Terharap...Game Kekerasan
Menjadi Yang Terharap
Menjadi Yang Terharap
Selagi saya tahu bahwa menggapai cita-cita dan harapan itu
bukanlah mimpi semata tanpa upaya menyicil tabungan langkah dan bergerak
menunjunya, maka saya mengajak diri sendiri serta diri selain saya sendiri
untuk tidak 'ngemeng' saja atau 'ngarep' saja.
Bahwa suatu asa akan terwujud secara absolut jika Allah
wujudkannya. Namun, Allah takkan merubah suatu kaum hingga kaum tersebut
berupaya merubahnya jua. Sementara, keadilan-Nya tertuang di fakta bahwa Dia
takkan membebani hamba di luar batas kadar dan kodratnya. Artinya: Teruskan
perjalanan entah sendirimu atau bersama kafilahmu dan berusahalah. Mungkin kau
akan terombang-ambing sebelum tiba di dermaga, namun Dia lah yang akan
sampaikan jasadmu menujunya.
Seperti seorang yang mempunyai cita sebagai penulis kelak.
Tentu ia harus mencicil sedari benih cita-cita masih kecil tabungan-tabungan
karya, asahan-asahan dan latihan-latihan. Konyol sekali jika ia berharap kelak
mampu menjadi penulis handal sementara kesehariannya lebih suka mencokolkan
mata pada TV dan mengaibaikan panggilan-panggilan buku, kertas dan pena. Oh,
kini sudah modern...panggilan laptop dan gatalnya jemari.
Seorang yang bercita menjadi kaya raya, tentu harus mengawali
langkah mimpinya dengan usaha, mencicil, menabung dan berusaha mengintip
celah-celah yang menguntungkan. Jika hanya bermimpi dan berdoa, itu bukanlah
tingkah baik dari seorang pecita.
Dan bagaimana mungkin seorang orang tua mengharap salehnya
anak, sementara kesehariannya dibiarkan bermain game kekerasan?
Game Kekerasan
Game Kekerasan
Jangan salahkan siapa-siapa dulu. Salahkan para orang tua.
Lalu salahkan media. Barulah salahkan guru di sekolahnya. Jika mau, salahkan
pula guru kursusnya. Tetapi, pangkal kesalahan tentu terselenggarakan oleh
orang tuanya.
Sebagaimana banyak para orang tua bicara begini kini,
"Dasar anak jaman sekarang!", maka harusnya bisa kita seimbangi
dengan balasan serupa:
"Dasar orang tua jaman sekarang!"
Ya, kita tahu bersama mendidik anak itu tidak mudah. Mencari
nafkah pun relatif tidak mudah. Karena sibuk mencari nafkah, maka anak pun
diserahkan pada baby sitter, guru sekolah dan kursus. Karena sibuk memasak,
mengurus kebersihan rumah atau malah karir, sang ibu terasa asing bagi si
kecil. Hingga si kecil lebih akrab pada orang tua anak lain. Hingga ibunya
seolah-olah tante-tante yang numpang nge-kos atau bermalam di rumah saja. Bapak
juga seolah-olah om-om yang menyewa kamar tiap malam di rumahnya.
Lalu, kemana hati bapak-bapak berbadan kekar itu ketika
membiarkan anaknya bermain game kekerasan!? Apakah memang mereka sudah mulai
gila? Atau jenuh dengan kekerasan hidup dalam pencarian nafkah dan sakit gigi
yang kian parah? Sehingga berfikir dengan metode buang air: jika hidup ini
begitu keras, maka biarkan anak berlatih memainkan game keras. Alias: kalau
keluarnya susah, ngedennya harus semakin keras.
Mata-mata anak-anak itu tadinya polos. Namun, bapak-bapak dan
ibu-ibu mereka lah yang mengukir mata-mata itu menjadi tajam sehingga terlukis
di dalamnya gejolak api neraka.
18 Rabi'ul Awwal 1434
No comments:
Post a Comment