Tuesday, January 8, 2013

Mengukir Nisan Kuburan Keramat


oleh Hasan Al-Jaizy


Pak Aris berkata di salah satu komentar pada salah satu statusnya di akunnya di suatu ketika:

"Apa beratnya sih nulis sumber kutipan, kan lebih pendek daripada copasannya yg panjaaaang panjaaaang itu..?"

Kalimat di atas dalem sekali. Saking dalemnya, yang terjerumus ke dalamnya mungkin bisa merasa sakit. 

Gabungkan dengan seseorang yang mengirim pesan di FB menulis:

"*Pencipta karya tulis = tidak mempermasalahkan karyanya dicopas tanpa membubuhkan namanya karena pada dasarnya ia tetap mendapat pahala dari Allah.
*Ahli (copas,nukil,sadur) = seharusnya menampilkan sumber sebuah tulisan untuk menjaga amanah ilmiyah.
KESIMPULAN
"Menyertakan sumber dari sebuah tulisan amatlah penting untuk mengetahui kevalidan tulisan itu,tidak lebih.(bukan supaya penulisnya terkenal)"

*******

Pak Aris, sebenarnya saya tidak kenal siapa beliau, tetapi entah kenapa saya merasa beliau mengenali saya, sehingga saya pun ingin menerawang beliau. Beliau adalah salah satu dari kawan-kawan FB yang sering 'menggagahi' setiran opini manusia perihal copas-copasan. Bukan bermaksud melarang copas secara mutlak, tapi beliau berusaha mengarahkan agar manusia tidak 'semaunya' copas. Bahkan jika lebih baik, minimalisir lah amalan copas. Gunakan sistem itu jika perlu dan darurat.

Salah satu problem yang kita sepakati adalah TIDAK MENYERTAKAN SUMBER, padahal itu tulisan orang lain.

Bukan tidak mungkin ada manusia seperti ini:

"Ringan tangan untuk copas artikel panjang namun berat hati untuk copas link atau nama penulisnya"

Jika sekali-kali, mungkin bisa diabaikan. Namun, jika menjadi kebiasaan, ini penyakit.

*******

Lalu, matan pesan orang yang saya tidak kenal itu sebenarnya adalah BENAR; menanggapi tulisan 'curhat' saya 2 kemarin tentang kedongkolan akan copas tanpa sertakan sumber/nama penulisnya.

Tapi, tanggapan semacam itu tidak cocok. Benar secara isi, tidak tepat secara momen.

Dan bukan berarti tidak bisa dikritik [mentang2 saya bilang benar]. Kita baca ini:

""Menyertakan sumber dari sebuah tulisan amatlah penting untuk mengetahui kevalidan tulisan itu, TIDAK LEBIH.(bukan supaya penulisnya terkenal)""

Oh, kurang. Ada tujuan lebih, yaitu:

AGAR SANG COPASER TIDAK DIKIRA SEBAGAI PENULISNYA!

Ini juga penting sekali! Dan inilah problematika yang -bagi saya- membuat beberapa orang layak pula disebut 'licik', 'picik', lalu berlindung di balik perkataan-perkataan bagus, seperti:

"Ikhlaslah ketika berkarya!"

"Imam Syafi'i dahulu berharap karya-karyanya tidak dinisbatkan kepada nama beliau saking ikhlasnya"

Maling manakah yang setelah 'mencuri' [mungkin ini terdengar kasar, tapi sekali-kali tidak apa-apa kan?] milik orang lain lalu berdalih dengan dalil? Ya maling ilmiah itu namanya. Makanya, dikenal dalam dunia edukasi dan akademi, istilah Sariqah Ilmiyyah [Maling Ilmiah], yaitu yang menukil tulisan orang tanpa menyertakan sumbernya atau penulisnya.

Dan ini asalnya BUKAN BERTUJUAN untuk mensohorkan penulisnya; melainkan kevalidan sumber DAN agar tidak dianggap milik penukil!

*******

Seikhlas-ikhlasnya orang berkarya, ia masih dianggap WAJAR jika merasa dongkol karyanya dicolong terlebih dianggap orang sebagai karya pencurinya.

Kecuali jika seseorang memang tidak pernah berkarya, ia tidak merasakan kecemburuan sedikitpun. Karena orang yang tidak punya, tentu tidak merasakan tepat bagaimana berpunya. Tidak merasa memiliki.

Bahkan, jika saya melihat tulisan teman atau siapapun yang saya tahu, diambil orang tak dikenal tanpa disertai sumber, atau nama penulis atau minimal pengakuan bahwa ia hanya menukil dan itu bukan tulisannya, saya akan merasa sebal. Ini kecurangan yang nyata.

Dan saya pribadi juga heran pada teman-teman yang tidak sebal melihat pemandangan seperti itu.

Ada beberapa cerita tentang Pencurian Ilmiah dari forum ahlalhdeeth yang pernah saya baca, bahkan salah satu pelakunya adalah ulama besar asal Timur Tengah yang sangat dicintai di negeri ini. Pencurian Ilmiah yang beliau lakukan dalam bidang Taqiq kitab turats. Yang ini jangan sampai namanya tersebar. Karena bisa jadi pitnah. Malah, bisa jadi dari keseluruhan tulisan ini, cuma paragrap ini yang paling diperhatikan...oleh teman-teman yang suka mengumbar masalah pitnah di antara hizb dan ulama.

Cerita-cerita maling ilmiah, kapan-kapan diceritakan.

No comments:

Post a Comment