oleh Hasan Al-Jaizy
Mungkin kelak banyak asaatidzah berfikiran begini:
"Biarlah mereka menilai saja bermanhaj gado-gado, bersahabat dengan lawan dan lain-lain. Mereka takkan meraup jasa dari saya dan takkan melihat ilmu terlebih upaya yang saya coba kerahkan. Tetapi, itu adalah problematika mereka. Manusia bukan hanya mereka saja dan Allah Maha Adil. Ketika mereka tak mengambil manfaat dari saya, ketahuilah sesungguhnya orang-orang awam mengambil manfaat dari saya. Dan saya bersyukur."
Kalimat semacam di atas [meskipun tak sama persis] pernah saya dengar langsung dari seorang dai.
Really, sekarang atau mungkin terus-menerus, beberapa manusia akan hanya mengamalkan kalimat ini:
انظر من قال ولا تنظر ما قال
"Lihatlah SIAPA yang berbicara, jangan lihat APA yang ia bicarakan"
Meskipun kalimat di atas penting diamalkan, namun tidak di semua kondisi. Dan lucunya, akan banyak muntasib ke jema'ah tertentu (meskipun ngakunya tak ber-hizb atau anti-hizb malah), tapi ketika gurunya atau manusia rekomendasian gurunya yang berbicara, kalimat inilah yang diamalkan:
انظر ما قال ولا تنظر من قال
"Lihat APA yang ia bicarakan jangan lihat SIAPA yang berbicara"
That's real from now on. Kritis sangat pada golongan lain dan tak henti selalu menerapkan aplikasi su'udzan pada orang besar selain dari golongannya tanpa peduli apa yang ia katakan.
Dan sekarang, mayoritas kita lebih repot membicarakan fulan dan fulan. Ketika dikritik, kita berusaha ngepot membantah dan mengumpulkan hujjah. Sepi di materi ilmu, ramai di ranah membantah.
Adakah yang ingin seperti kaum Jahmiyyah, yang mengingkari Asma' bahkan sifat-sifat Allah? Mereka (kaum Jahmiyyah) menjadikan lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah sesuatu yang tidak qath'i dan harus mereka ta'wil, yang ujung-ujungnya mengingkari makna hakekat demi berpaling ke makna yang justru tak dikenal dalam bahasa. Sementara, perkataan imam-imam mereka justru mereka jadikan sesuatu yang qath'i yang tak layak di-ta'wil.
Kelak atau mungkin mulai dari sekarang, orang-orang awam yang hanya sekadar hadir pengajian maghrib atau mingguan lebih mulia ketimbang para penuntut ilmu yang rutin baca kitab atau aktif di sana-sini; namun keaktifannya adalah demi ber-ta'ashshub, men-jarh dan devitalisasi orang berilmu yang beda pemikiran sedikit.
Maka, siap-siap wahai para ustadz, antum sekalian ketika sudah hafal tangga mimbar dan sudah sering pegang speaker, akan ada yang menuding antum berwarna dan semacamnya. Tetap berjalan; karena dakwah dan tabligh untuk manusia umumnya, bukan untuk mereka saja. Lagipula, jikalau antum memberikan khitab pada mereka dan menceramahi mereka, kalimat antum akan masuk ke gerbang telinga kanan, namun telinga kanan menolaknya mentah-mentah. Kenapa?
Karena antum tak semanhaj atau antum gado-gado. Be ready to be strong!
No comments:
Post a Comment