oleh Hasan Al-Jaizy
[1] Saya tidak pantas memakai kaos tak berkerah.
[2] Saya tidak pantas mengajar kursus English.
[3] Saya tidak pantas bertapa di pasar.
[4] Saya tidak pantas banyak bercanda, baik di sini atau di sana.
Saya tidak pantas begini begitu....karena saya begini begitu...saya, saya, saya, saya....kenapa selalu berucap 'saya'!?
Padahal yang menilai saya dan lebih bisa diterima dalam menilai saya bukanlah saya, melainkan orang lain! Jika saya lebih berhak menilai diri saya sendiri, pastilah kelak saya menjadi mirip Fir'aun, dari segi kesombongan.
[1]
Emak berkata, "Tidak usah lagi memakai kaos tak berkerah. Tidak dewasa. Tidak mencerminkan kepribadianmu."
Jika menimbang nasihat emak dengan gaya pemikiran ABG, saya bakal protes, 'Wah, emak mengada-adakan yang tidak ada. Dengan atau tanpa kerah itu tidak mencerminkan kedewasaan. Buktinya, banyak babeh-babeh keluar rumah pake kutang doanks!'
Tapi, setelah menimbang-nimbang, oh...boneng juga ya, gan. Kalau saya melihat orang-orang dewasa memakai kaos berkerah terkesan elegan. Terkesan punya uang atau minimal hidup berkecukupan. Lalu terbesit gambaran orang tua memakai kaos gaul, di belakangnya bergambar sebuah album Iron Maiden atau Blind Guardian, atau minimal Kangen Band lah. Aduh Bu Capek Deh!
[2]
Bukan sekali dua kali, gara-gara jenggot dan memang bentuk muka, murid-murid lidahnya salah memanggil gurunya, 'Ustad...eh...Mistel.' Ini adalah sebuah kementang-mentangan. Mentang-mentang banyak malaikat gelayutan. Katanya begitu.
[3]
Katanya mukanya celem, teyus jenglotnya juga celem. Makanya, pembeli jadi atut mau beli. Atut ditampol pake jenglot.
[4]
Kebanyakan bercanda itu buruk, baik lewat lisan maupun tulisan. Tetapi tidak pernah bercanda juga tidak baik. Sekali-kali lah kita bercanda.
No comments:
Post a Comment