Friday, January 11, 2013

Belum Kiamat, Tetapi [Kayaknya] Sudah Terlambat

oleh Hasan Al-Jaizy



Tahun-tahun belakangan dan sampai sekarang atau sepertinya masih terus berlanjut, sebut saja mas Justin Habibers dan teman-temannya selalu meledek orang-orangan sawah yang celananya terangkat itu, "Surga sudah kalian pesan ya? Kalian pemegang kunci surga ya? Kalian punya hak menentukan siapa masuk surga siapa masuk neraka ya?"

Tapi, mas Justrin Habibers dan Supi Herandehs juga konco-konco dari perguruan silat sealiran sepertinya hari-hari ini sedang sibuk. Atau mungkin sedang menikmati masa liburan kuliah. Atau memang tutup mata tutup telinga jika ternyata ada seorang sesepuh mengatakan:

"Siapa yang tidak memilih pilihan kita, yaitu Raja Dangdut, ketika dia wafat, dia tidak masuk surga!"

Whoa...jangan-jangan [ini masih dzan lho!] pengangkatan ancaman 'tidak masuk surga' adalah tahap awal dalam mempraktekkan strategi politik demi merealisasikan kalimat ini: "NKRI rego matek!"

Jadi, ancam dulu mereka-mereka yang tidak mau ikut atau berpartisipasi dalam memimpin kerajaan. Ancamannya tidak tanggung-tanggung. Tidak masuk surga! Lho, tapi bukannya sebagian mereka tidak mau masuk surga yo? Bukannya suka melantunkan ini:

إلهي لست للفردوس أهلا
ولا أقوى على النار الجحيم

"Ilahi, ku tak layak ke surga-Mu
namun tak pula aku sanggup ke neraka-Mu"

Mungkin yang tidak layak ke surga adalah yang tidak coblos Raja Dangdut!? Who ho ho.

Lalu ada yang berteriak, "Hei, Bung! Jangan macam-macam kau bincang semau pusar tetanggamu! Kau tidak tahu apa-apa tentang kami dan usahlah kau bicara singgung perkara ini!"

Wkwk...memangnya situ siapa? Purnomo, kan? Kau dan kawan-kawanmu pun suka membicarakan kami di pengajianmu!? Dan selalu kami dijelek-jelekkan, kami dikatakan mengkafirkan uwong semaunya, memid'ahkan sana sini, bahkan kalian pernah mengejek kami dengan kalimat:

"Ternyata kalian punya hak memilah siapa masuk surga dan neraka"

Dan ternyata...sekarang salah satu kyai kalian kok mengatakan 'siapa yang tidak coblos Raja Dangdut, neraka imbalanny!'

"Hei, hei, bung. Jangan sembarangan kau bicara. Ini masalah kedaerahan pula, tiada sangkut paut dengan dangdut, Soneta atau tahta kepresidenan."

Ah, upil jika dikumpulkan banyak masa akan menjadi bakso. Secepirit demi secepirit lama-lama menjadi bukit. Mulai gaungkan kecil-kecil dulu di daerah, lama-lama menyentuh tingkat nasional pula. Saya kasihan dengan diri saya dan kawan-kawan yang tidak ikut perguruan kalian. Pasti kami sudah diyakini oleh beliau bahwa kami kelak tidak akan masuk surga. Dan orang yang tidak akan masuk surga berarti kafir, bukan!? Karena orang muslim semaksiat apapun akan masuk surga! Wow, bibit Takfiry....?

"Kau bicara sembarangan. Sebagai didikan perguruan hijau, aku tersinggung."

Dan sebagai manusia muslim, aku pun pernah tersinggung kala kalian menyebut kami orang-orangan sawah, jenggot wedhus dan sebagainya. Untung pula kami terbiasa dengan ejekanmu itu. Nah, sekarang, ketika kalian kami sindir, kalian tersinggung dan marah? Cukup curiga nanti akan ada lagi kasus curhat di Kuburan Keramat.

"Hey, tapi kalimat guru kami memakai dalil! Ini dalilnya:

مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ فَمِيتَةٌ جَاهِلِيَّةٌ

”Barang siapa melihat sesuatu yang tidak dia sukai dari penguasanya, maka bersabarlah! Karena barang siapa yang memisahkan diri dari jamaah sejengkal saja, maka ia akan mati dalam keadaan mati jahiliah”. [Hadits Muttafaq Alaih]

Hayo, kamu mau tanggapi apa? Skak matek!"

Hoaahm...sekarang itu memang jamannya berdalil. Dahulu, ketika kalian dituding taqlid buta pada penulis kitab-kitab kuning, kalian marah. Lalu kalian baru mulai buka-buka Al-Qur'an, cari sana-sini...buka kitab-kitab hadits...cari sana-sini. Tapi, itu bagus alhamdulillah. Kemajuan dan sesuatu untuk kita semua sebagai kaum muslimin.

Masalahnya, dalil kalau difahami semaunya sendiri, ya untung-untungmu sendiri, rugi di selainmu. Kalau jemaah di hadits tersebut difahami hanya jemaahmu saja, ya untung di jemaahmu. Kasihan itu Jabligh [Jemaah Tabligh], Jempol [Jemaah Polisi] dan Jemsostek [Jemaah Solat Subuh pas matahari sudah meletek]. Mereka tidak mau mati dalam keadaan mati jahiliyyah. Apa mereka harus ikut perguruan jemaahmu dan harus merapat bersatu pada jemaahmu?

Tapi, at least, kita salut dengan semangatnya. Ingin sekali bersatu. Syukurlah, meskipun bersatu atas kelompoknya sendiri; yang sebenarnya inilah bentuk keberpecah belahnya umat. Tapi, yo kita bersyukur karena akhirnya ada juga di antara jemaah kalian yang mengobral surga-neraka setelah wafatnya manusia.

BIASANYA ada yang berkata begini: "Itu hanya ucapan/ijtihad seorang di antara kami dan TIDAK MEWAKILI kami semua. Jangan dikira kami setuju sama beliau!"

Nah, itu adalah konsekuensi ber-tahazzub. Kalau ada orang besar melenceng atau fitnah besar menebeng, ya harus rela dinilai miring. Bukan malah mau lari dari kenyataan dengan mengaburkan opini bahwasanya itu bukan bagian dari keseluruhan kalian.

Tapi, sepertinya sampai kapanpun ya tetap dibela. Mau bagaimana pun. Karena judul buku yang harusnya kita karang adalah ini:

"Belum Kiamat, Tetapi [Kayaknya] Sudah Terlanjur Panatik!"

Sudah terlanjur, sudah terlambat tidak bisa melepaskan kefanatikannya. Atau minimal, jika ada kesalahan dan kegilaan yang JELAS di tubuh jemaah sendiri, diam saja dan TIDAK BERANI mengkritik. Lho, tipikal, toh? Memang sudah terlanjur kok...hehe

Gimana, tulisan ini sehat atau tidak sehat? Kalau misalnya tulisan ini tidak sehat, lebih tidak sehat mana dengan yang mengatakan 'barangsiapa yang tidak dukung kami, ga masuk surga!'.

Daripada sampeyan manas dan tambah sebal dengan tulisan ini, lebih baik pikirkan nasib sampeyan wahai Purnomo, sebagai salah satu anak buah perguruan hijau. Sampeyan sudah diancam tidak masuk surga lho.

Nah, kalau ternyata jemaah kalian nanti gagal jadi penguasa kerajaan, kira-kira nanti pada masuk surga bareng atau mau kemana?

No comments:

Post a Comment