Friday, August 31, 2012

Jangan Kau Kira!

oleh Hasan Al-Jaizy

Jangan kau kira turun ke lapangan demi berdakwah adalah sebuah jalan menuju keamanan. Justru sebaliknya, semakin giat seseorang berdakwah dan semakin tampak kebenaran dakwahnya, maka semakin banyaklah musuhnya dan semakin tampak kuantitas perlaawanan terhadapnya.

Mungkin seseorang yang 'lagaknya' bijak, 'Buat apa toh kita bantah-bantahan. Beginilah Islam, satu sama lain saling membantah dan berpecah belah.' Tapi, kalimat ini tidak selamat. Karena bantah-bantahan itu adalah kewajiban adanya dalam Sunnatullah. Sebagaimana di sana ada baik, pasti ada buruk pula. Yang menjadi penerang eksistensi kebaikan adalah

Kata Kalian: 'Jangan Terlalu Menggeneralisir!'

oleh Hasan Al-Jaizy

Kata Kalian: 'Jangan Terlalu Menggeneralisir!' [?????]

Kita banyak mendengar kalimat seperti ini: "Jangan 'terlalu' menggeneralisir!". 

Berarti: jika kita menggeneralisir, tetapi tidak 'terlalu', maka itu boleh. Ya, generalisir itu juga bagian dari bentuk pandangan yang terkadang juga penting. Al-Qur'an pun menggeneralisir manusia sebagai dzaluum [sangat dzalim] dan jahuul [sangat bodoh]. Namun, apakah semuanya zalim dan bodoh?

Apakah berarti generalisir dalam Al-Qur'an bertentangan dengan realitas yang terjadi?

Tidak. Di sinilah kau harus FAHAM dan mengerti, bahwa menggeneralisir sesuatu itu BOLEH dan WAJAR. Dan generalisasi TIDAK MESTI BERARTI setiap satu cabang atau bagian itu kena. Tidak. Peng-umum-an [generalisasi] seperti ini tetap sah, karena pasti ada pengecualian.

Pengecualian itu ada yang sifatnya DZIHNY, yaitu pengecualian yang termaklumi dan semua orang tahu. Sehingga mengatakan "Jangan menggeneralisir" menjadi sebuah kesia-siaan. CONTOH:

Kita katakan: "Orang Indonesia ramah-ramah"

Ini adalah bentuk generalisir. Sekarang apakah berguna jika saya katakan: 'Ah, tidak semuanya begitu kok!'? TIDAK BERGUNA. Karena semua orang juga tahu bahwa memang ada orang Indonesia yang kasar. 

So, please understand....



MERACAU : "Salah Siapa Coba!?"

oleh Hasan Al-Jaizy

Sebenarnya kita juga memaklumi bahwa dengan opini pemimpin ormas besar tidak berarti setiap anggotanya melantunkan syair yang sama. Meskipun pandangan kita seolah menggeneralisir semuanya -dari atas hingga bawah-, namun sebenarnya tidak. Jadi, jangan merasa seolah-olah kita menggeneralisir dan menyamaratakan semuanya. 

Kita juga mendengar khittah yang terbait di prasasti-prasasti ormas kalian itu menyuarakan kebenaran. Sementara orang besar di atas kalian justru bernyanyi dengan lirik yang berlawanan dengan khittah. Jika itu yang terjadi, maka maklumi saja jika orang-orang luar akan memandang negatif secara keseluruhan dalam tubuh kalian.


Gara-gara Orang Besar

Karena ketika seorang pemimpin, pembesar atau pentolan berbicara A, maka otomatis semua akan menganggap anggotanya juga berbicara A. Itu wajar. Terlebih jika sang pemimpin identik dan menyandarkan diri pada golongan tertentu, maka tidak aneh jika pemimpin berbuat salah, satu golongan terkena generalisir dalam tudingan dan cemoohan. 

Yang salah siapa coba? Kalau memang tidak ingin disalahkan dan berlepas diri dari kesalahan pemimpin golongan, maka copotlah baju golongan. Tidak usah pake menisbatkan diri pada golongan, agar engkau bisa terbang sebebas burung. Bukan seperti burung yang terkurung di sangkar, mau beropini di luar pemikiran sangkar, takut akan ditangkap lagi oleh pemiliknya.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/435542433153814

Yang Membuat Anda Senang!

oleh Hasan Al-Jaizy

Ada beberapa hal yang membuat Anda tak bisa merasakan apapun kecuali rasa senang:

[1] Setelah Anda dicoba dengan kehimpitan dan kesulitan, lalu berfikir dan merenung. Anda berusaha untuk mencari jalan keluar dan hati tak lepas dari tambatan pada mengingat Allah. Sembari berdoa Anda berjalan sendiri. Setelah beberapa masa, Allah menjawab semua pertanyaan dan melepas segala ikatan kesulitan. Nah, di titik momen inilah, Anda serasa menjadi orang yang paling senang; karena Anda semakin yakin bahwa Allah menyayangi Anda, sebagai hamba-Nya yang syukurnya bersabar.

[2] Ketika Anda bisa membantu orang atau melepaskan kesulitan orang, padahal Anda juga berada di masa sulit dan butuh bantuan. Walaupun dibauri rasa sedih [karena sendirinya juga kesulitan], namun jangan abaikan rasa senang di hati. Betapa sedikitnya orang yang tak hendak membantu di saat dia juga butuh bantuan.

[3] Bagi seorang pelajar: Membaca buku, dan benar-benar memahami apa yang dibaca. Menyimak kajian, dan benar-benar memahami apa yang disimak. Terlebih jika ternyata apa yang kita baca/simak telah menjawab beberapa tanda tanya dan menghanyutkan kegalauan menuju ketiadaan. Karena itu, bisa saja Anda lihat seseorang yang sedang asyik membaca buku akan tampak kecewa ketika Anda potong waktunya. Atau seseorang yang sedang asyik menyimak kajian, dan Anda colek pundaknya. Karena mereka sedang menikmati sebuah hal yang menyenangkan.

[4] Bagi seorang pengajar: Melihat seorang hadirin mengangguk tanda mengerti dan memahami, meskipun sebenarnya tiada manusia tahu persis fikiran orang lain. Atau melihat semua hadirin benar-benar menyimak penjelasannya. Lalu ia pun selesai dan keluar dari majelis tersebut dengan rasa bahagia, bahkan terkadang hingga berbinar mata karena merasa senang usahanya mengajar tidak disia-siakan. Dan hal semacam ini tidak akan pernah benar-benar dirasakan kecuali oleh seorang pengajar/guru/syaikh/ustadz/muballigh/dai/khatib dan semacamnya.

Seperti kata Nabi: "Orang beriman adalah orang yang senang akan kebaikannya"....selama kebaikannya adalah kebaikan secara syar'i dan tidak melanggar. Kita semua ingin senang dengan kebaikan....jika begitu adanya kita, maka apakah kita sudah berbuat baik pada orang dan menyenangkan?


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/435529716488419

Men-Tahsin Nama Syi'ah

oleh Hasan Al-Jaizy

Akhir-akhir ini, beberapa tokoh, dengan uslub dan gaya kalimat masing-masing, men-tahsin-kan atau memperbagus nama dan citra Syi'ah setelah Syi'ah sendiri mencakar-cakar Islam. Kalimat-kalimat semacam 'Syi'ah itu tidak sesat' atau 'Syi'ah itu ada baiknya...ada buruknya' tentu saja ada masa permintaan tanggungjawabnya kelak.

Jika yang berbicara hanya seorang murid kecil, yang bau mulutnya tidak akan dihirup oleh orang lain, maka tidak memberikan pengaruh besar. Namun, bagaimana jika yang berbicara tokoh-tokoh atau para pemimpin kelompok/golongan [hizb], yang tentu saja setiap nafas dari mulut mereka akan dihirup oleh para pengikut dan para peliput di media. Terlebih bakal ada jiwa-jiwa cacat yang senang menghirup bau mulut seperti itu? Atau bagaimana jika ada pelacur-pelacur hizb yang siap membela meski salah besar dan jelas?


Esktrimisme Disebabkan Ekstrimisme

Maka, bukankah tahsin seperti ini sama seperti menipu umat? Alasan: "agar tidak terjadi sikap ekstrimis anarkis", tidak bisa menyembuhkan rasa heran. Karena ekstrimisme dalam pendangkalan aqidah sudah terjadi dan dilakukan oleh mereka, kaum Syi'ah. Sementara hal itu dianggap seperti debu di guliran angin-angin saja oleh para tokoh itu. Ekstrimisme fisik tidak akan bisa dihentikan untuk seterusnya selama ekstrimisme dan pelacuran ideologi sesat di-tahsin-kan seperti ini.

APakah memang kini masih saatnya untuk ber-husnudzan pada Syi'ah? Bukankah Syi'ah 12 adalah aliran [baca: agama] yang selama ini secara lahir dan batin sedang mengadakan proyek penggrogotan aqidah kaum muslimiin? Ketika ada tikus menggrogoti salah satu bagian woody di rumah Anda dan suaranya JELAS terdengar, apakah dengan gilanya Anda berkata:

'Oh, biarkan saja. Mungkin tikus itu sedang mengasah giginya. Dan biarkan saja jika ia sedang mencari makan. Toh kita sama-sama cari makan!?'


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/435446783163379

Yang Tersulit Adalah Ikhlas

oleh Hasan Al-Jaizy

Beberapa point tentang keberatan dan kesulitan realisasi beberapa hal:

[1] Yang tersulit adalah ikhlas....yang tersulit setelah itu adalah tidak su'udzan pada ketulusan amalan orang lain.

[2] Betapa sulitnya seseorang yang sudah terlanjur fanatik akan golongannya. Biarpun jelas bersalah, tetap selalu ia bela dan mencari-cari positivisme di tengah cairan got yang menghitam.

[3] Jika manusia berfanatik buta pada dirinya, menampik kebenaran dan nasihat orang lain tentang dirinya, itu masih lebih bisa dianggap wajar. Tapi, jika manusia berfanatik pada orang lain atau kelompoknya, itu lebih buruk lagi.

[4] Yang tersulit adalah ikhlas...dan siapapun yang terbiasa tidak ikhlas, selalu ingin di-wow-kan ketika beramal, maka ditakutkan ia tidak bisa lagi ikhlas untuk seterusnya. Mengerikan.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/435440563164001

Pelaksanaan Puasa Syawal

oleh Hasan Al-Jaizy

Pelaksanaan puasa 6 hari bulan syawal, boleh dengan berurutan ataupun terpisah-pisah. Rasulullah saw menyebutkan pelaksanaannya secara mutlak, dan tidak menyebutkan caranya dilakukan dengan berurutan atau terpisah.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ 

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka ia seperti puasa satu tahun" [HR Muslim].

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian melanjutkannya enam hari dari bulan Syawwal, maka ia seperti puasa satu tahun" [HR Muslim]

Hari pelaksanaannya tidak tertentu dalam bulan Syawwal. Seorang mu`min boleh memilih kapan saja mau melakukannya, (baik) di awal bulan, pertengahan bulan atau di akhir bulan. Jika mau, (boleh) melakukannya secara terpisah atau beriringan. Jadi, perkara ini fleksibel, alhamdulillah. Jika menyegerakan dan melakukannya secara berurutan di awal bulan, maka itu afdhal. Sebab menunjukkan bersegera melakukan kebaikan [Majmu' Fatawa wal Maqalat Mutanawwi'ah, 15\390].


BAGAIMANA JIKA MASIH MENANGGUNG PUASA RAMADHAN?

Para ulama berselisih pendapat dalam masalah, apakah boleh mendahulukan puasa sunnah (termasuk puasa enam hari di bulan Syawwal) sebelum melakukan puasa qadha Ramadhan. 

Imam Abu Hanifah, Imam asy Syafi’i dan Imam Ahmad, berpendapat bolehnya melakukan itu. Mereka mengqiyaskannya dengan shalat thathawu’ sebelum pelaksanaan shalat fardhu. 

Adapun pendapat yang masyhur dalam madzhab Ahmad, diharamkannya mengerjakan puasa sunnah dan tidak sah, selama masih mempunyai tanggungan puasa wajib.

wallahu a'lam


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/435437489830975

Thursday, August 30, 2012

Seolah Mengeluh Adalah...

oleh Hasan Al-Jaizy

Kita berkali-kali melihat sebuah foto yang berkali-kali manusia men-dji-tag manusia lain dengannya. Foto tersebut tertulis:

"HANYA KEPADA ALLAH AKU MENGADU"

Lalu ada nama2: Facebook, Twitter dan Blackberry, semuanya dicoret. Artinya: AKU TIDAK MENGADU PADA MEREKA BERTIGA, TAPI HANYA PADA ALLAH SEMATA.

Mengapa Kau Harus Menoleh dan Mengasihi?

oleh Hasan Al-Jaizy

Sungguh beruntung hamba yang diberi kelebihan kekayaan harta. Kemana-mana ia percaya diri. Biarpun salah atau tidak mengerti, ia bisa mengatakan, 'Whatever. I have money.' Sekali ia ingin sesuatu, tinggal pencet tombol atau ambil kunci.

Ada sebuah keutamaan yang sering dilalaikan oleh yang bergelimang harta. Yaitu bahwa mereka bisa memanen pahala hingga hari di dunia berakhir, sehingga meskipun mereka sudah wafat, pahala terus mengalir.


Di antara pencari ilmu...

Di antara para pencari ilmu, ada yang hari-harinya terhujani oleh tangis sedih; karena hidup terhimpit tekanan ekonomi. 

Di antara mereka, ada yang rajin pergi ke perpustakaan, rajin membaca kitab, lalu sebelum beranjak keluar, ia sempatkan untuk mengendus bagian dalam kitab untuk merasakan aromanya, sembari berkhayal sedih andainya ia punya kitab itu. Lalu ia berjalan keluar sembari bergumam, 'Andainya aku punya harta cukup untuk membeli.'

Di antara mereka, ada yang tengah sibuk menata serpihan-serpihan atau pecahan harapan yang sebagiannya hancur; karena keluarga tak mampu membiayai sekolah/kuliahnya. Sementara asa dan cita dia membumbung tinggi, menunggu untuk dijemput.

Di antara mereka, ada yang sehari-hari keletihan naik sepeda, atau rela berjalan kaki jauh. Dia hanya mampu menunduk ketika di parkiran sekolah/kampusnya, berjejer motor atau bahkan mobil teman-temannya. 

Di antara mereka, ada yang selalu terpecah konsentrasinya. Satu sisi ingin mendalami ilmu, satu sisi ia tak habis berfikir karena terlilit utang dan kekurangan materi berlebih. Sementara zaman menuntutnya untuk menjadi orang yang 'berada'.


Maka Tengoklah dan Ibalah...

...wahai yang sehari-hari senang membeli....wahai yang setiap bulan selalu punya koleksi...

daripada Anda sibuk dengan khayalan untuk mendapat koleksi barang baru, cobalah diri untuk menyembuhkan rasa sedih dan menuntaskan khayalan mereka

daripada Anda habiskan karunia Rabb untuk kesenangan pribadi atau keluarga, sisihkanlah karunia itu demi kesenangan pribadi-pribadi yang murung dan sedih

daripada Anda terkekeh dan terbahak tiap hari sembari berkumpul bersama teman atau rekan di kafe atau restaurant, cobalah mengingat bahwa di ujung sana ada orang yang aliran air matanya seperti akar-akar melekat di pipi

daripada Anda mencari tanah kosong dan baru untuk digarap demi bisnis, lebih baik Anda mencari hati-hati kosong harapan akan terjadinya impian lalu Anda meraih tangan-tangan hampa dengan genggaman peduli

Bukan tidak mungkin kemalangan-kemalangan itu akan menimpa keturunan sepeninggal Anda,, karena sang kakek-nenek dahulu terkisah hidup tiada peduli pada yang malang.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/435201636521227

Memberi Perpanjangan Tempo Kepada Sang Mu'sir

oleh Hasan Al-Jaizy

Yang dimaksud Sang Mu'sir adalah orang yang kesulitan membayar hutang atau belum mampu membayarnya. Rasulullah -shallallahu alaihi wa Sallam- [sudahkah Anda berselawat?] bersabda:

كان تاجر يداين الناس فإذا رأى معسرا قال لفتيانه تجاوزوا عنه لعل الله أن يتجاوز عنا فتجاوز الله عنه

"Dahulu ada seorang pedagang yang sering memberi hutang kepada manusia, apabila ia melihat orang yang kesulitan membayar hutangnya [Al-Mu'sir] maka ia berkata kepada para pembantunya, 'Maafkanlah ia, semoga Allah memaafkan [kesalahan-kesalahan] kita.' Maka, Allah pun memaafkan [mengampuni] kesalahan-kesalahannya." [H.R. Bukhari: 2078]

Dalam riwayat An-Nasaai, terlafadzkan:

LEUWI

oleh Hasan Al-Jaizy

Ada yang tahu palung? Atau, ada yang mengatakan itu juga bernama Kedung. Kalau di Sunda, katanya itu bernama Leuwi. Di Kab. Bogor, ada kecamatan atau daerah namanya LeuwiLiang.

Yang diceritakan oleh saudara2 saya, ketika mengunjungi rumah mereka di Ciamis, Luwi itu adalah semacam bagian terdalam di sungai namun di titik-titik tertentu. Biasanya ada di pinggiran. Konon itu seperti sumur alami yang kedalamannya tak terketahui. Di dalam Leuwi terdapat beberapa celah, lubang dan rongga. Nah, di dalamnya terdapat perputaran air dan juga aliran dari lobang2 tersebut.


 Leuwi di Sungai Cijulang, Ciamis

Kalau di Sungai Cijulang, sungai yang cukup besar [namun bulan2 ini sedang cetek], ada beberapa Leuwi yang juga pernah memakan

Apakah [Mempelajari] Ilmu Dunia Berpahala?

oleh Hasan Al-Jaizy

Apakah [Mempelajari] Ilmu Dunia Berpahala?


Ilmu Dunia, yang hukum asalnya mubah, secara dzat mempelajarinya tidak berpahala. Namun, jika diniatkan untuk ibadah, maka berpahala. 

Gambaran atau contoh niatan untuk ibadah dalam mencari ilmu dunia:

--> Seseorang mempelajari ilmu Kedokteran dengan cita-cita agar bisa mengobati orang sakit kelak dan memberikan maslahat untuk manusia berasaskan pencarian ridha Allah. Ini menjadi ibadah.

--> Seseorang mempelajari ilmu Jurnalistik dengan harapan bisa menulis dengan sempurna dan menarik berasaskan pencarian ridha Allah. Ini menjadi ibadah.

Bahkan, bisa jadi ilmu yang dasarnya tidak boleh dipelajari, seperti filsafat, dan semacamnya, jika dipelajari dengan niatan untuk membantah argumen orang2 sesat sehingga agama yang haq terbela, maka itu termasuk ibadah. Namun, tidak serta merta semua orang diperlayakkan mempelajarinya dengan alasan seperti itu. Hal itu memiliki syarat-syarat dan juga dipandang dari segi maslahat dan madharat. Wallahu a'lam.


Kadzib - Muttaham Bil Kadzib

oleh Hasan Al-Jaizy

Kadzib - Muttaham Bil Kadzib

Kita kadang mendapatkan seorang perawi disifati sebagai 'kadzib' [pembohong], dan terkadang pula kita dapatkan ada perawi yang disifati 'muttaham bil kadzib' [tertuduh berdusta]

Syaikh Abdul Karim Al-Khudhair dalam syarh Ikhtishar Ulumil Hadiits menjelaskan bahwa ada perbedaan antara 'kadzib' dan 'muttaham bil kadzib'.

Jika seorang perawi disifati 'kadzib', berarti dia diketahui sebagai orang yang [pernah] berdusta dalam hadits Nabi.
Jika seorang perawi disifati 'muttaham bil kadzib', berarti ia diketahui [pernah] berdusta dalam percakapan biasa dengan manusia.

Selebihnya...wallahu a'lam


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/434718486569542

Berhenti Sejenak!

oleh Hasan Al-Jaizy


[Q.S. At-Takwiir: 29]

وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَٰلَمِينَ

"Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam."

Ayat ini mewartakan pada kita bahwa segala yang manusia kehendaki adalah di bawah kehendak Allah. Kuasa manusia di bawah kuasa-Nya. Dan di sini juga Allah menegaskan bahwa Dia-lah Rabb [pencipta-pemilik-pengatur] semesta alam.

[Q.S. Al-Insan: 30]

وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًۭا

"Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

Sama seperti ayat yang tertera sebelumnya, mengenai kehendak kalian [manusia] di bawah kehendak-Nya. Namun di ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Karena itulah, segala yang terjadi adalah berdasar kehendak-Nya dan Allah Maha Bijaksana dalam berkehendak. Tiada celah bagi kita untuk menggugat kehendak dan keputusan-Nya.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/434699886571402

Rengkuhan Keadilan

oleh Hasan Al-Jaizy

Saudara-saudara kami, yaitu para pencari ilmu yang mulia, begitu semangatnya membahas perkara Khawarij atau Terrorisme, dengan tak lekang mengupas aib-aib dan menegaskan hujjah atasnya. Sungguh ada rasa syukur dari kita akan keberadaan ikhwah yang semangat akan kebenaran. Alhamdulillah.

Namun, ini pesan kami:

"Jikalau antum banyak-banyak membaca kitab mengenai Freemasonry, Zionisme, sejarah perjuangan kemerdekaan negeri, propaganda Sepilis, Theosofi, kecacatan demokrasi dan semacamnya, insya Allah antum tidak akan se-semangat itu dalam membahas perkara Khawarij dan Terrorisme.

Seperti yang kami dengar dari salah seorang ustadz yang sudah menggeluti dunia dakwah, media dan memantau pergerakan2 sekuler, liberal atau Islami semenjak lebih dari

Beberapa Point

oleh Hasan Al-Jaizy

Beberapa point yang setuju tidak setuju, memangnya saya nyuruh setuju?

[1] Penghujung Ramadhan kemarin, saya bercengkrama dengan seorang ustadz hafidz lulusan s1 Al-Azhar Mesir. Salah satu hal yang saya ingat adalah kalimat beliau: 'Kalau di Mesir, gelar akademik tidak disematkan di nama seseorang kecuali gelar Doktor. Tidak seperti negara kita, dengan embel Drs., dianggap sudah bergelar.' Tapi, memang sebenarnya sudah bergelar.

[2] Lalu saya berfikir. 'Lha, di Indonesia juga kalau seorang ustadz sudah ada sisipan dua huruf Lc setelah namanya, maka ia dapat perhatian. Kalau bikin pengajian2 mingguan atau bulanan, atau daurah, biasanya akan ada seperti ini:

Pemateri: Ust. Mujarrih Al-Mubaddi' Lc

[3] Kalau sudah ada Lc, orang akan berfikir: 'Ini kalau tidak lulus dari lipia, mungkin lulusan Madinah.' Padahal sebenarnya sematan seperti itu bisa saja kamuflase. Siapa tahu Pak Ustadz waktu ngampus juga belajar pas ujian saja? wkwkwk....

[4] Tapi, tidak boleh su'udzan juga. Bisa jadi sang ustadz sebenarnya tidak mau ada embel-embel seperti itu, cuma panitia penyelenggara dan desainernya yang sengaja; demi kemaslahatan. Karena itu adalah salah satu upaya dan daya tarik. Tidak salah toh menyihir orang dengan perkara2 mubah dan tidak dusta?



Coba Bandingkan...

oleh Hasan Al-Jaizy

Kalau di Mesir, keberadaan beberapa syaikh yang selain rutin memberikan kajian kitab-kitab dan tausiyyah namun juga membahas perkara politik negeri adalah keberadaan. Bukan berarti mereka mencari jabatan, tapi berusaha mengayom dan menjawab pertanyaan2 umat. Yang begini nih sebenarnya yang juga kita perlukan.

Sehingga kalau nanti ada pemilu pilkada, manusia yang rutin mengaji memiliki pegangan kalimat, apakah ia harus diam, atau harus terus mengamati saja, atau harus bergerak, atau harus berkomentar. Terlebih di beberapa situasi genting, saat para thullab mempertanyakan 'aku harus gimana?' Karena kejadian, fenomena dan peristiwa bumi itu mutajaddid alias terperbaharui. Yang sudah menjadi teks suatu kitab tahun

Wednesday, August 29, 2012

Sebuah Cerita Nyata [Tentang Seorang Pelajar]

oleh Hasan Al-Jaizy


Pengen rasanya ngademin orang2 yang terputus tali harapan besarnya karena gagal diterima di Madinah, atau LIPIA. Karena bisa jadi mereka justru lebih ikhlas dan tulus belajar dibanding pelajar2 yang sudah diberi karunia belajar di sana.

Saya punya cerita, sekitar tahun 2007 diceritakan.

Saat itu saya sudah belajar reguler di kampus -alhamdulillah-. Lalu datanglah masa pendaftaran calon mahasiswa. Ada teman saya, sebut saja namanya IKS. Dia adalah teman angkatan saya di pondok yang kalem dan pintar. Asalnya dari Ciamis. Pada tengah 2007, dia mendaftar dan sehari-harinya menginap di kos teman yang sering saya inapi. Dia bercerita pada saya seperti ini kira2:


"Tahun kemarin [2006] sebenarnya ana sudah daftar ke jenjang Takmili. Sehari sebelum pergi ke Jakarta, ana masih di rumah [Pangandaran-Ciamis]. Di sore itu, ana mendengar banyak sekali dari kejauhan orang berteriak2. Makin dekat makin dekat. Lalu orang2 keluarga ana juga berteriak2 dan banyak orang berlarian. Intinya, saat itu juga kampung ana dilanda gempa+tsunami. Lalu ana langsung masuk ke dalam rumah. Hal yang paling ana ingat adalah IJASAH. Ana harus menyelamatkan itu dulu.

Alhamdulillah, ana berhasil mengambilnya cepat2. Lalu setelah itu, banjir besar...air dari suatu arah menyerang; seperti mau merenggut kita semua. Air mengejar kita semua. Sampai ijasah ana juga kena, tapi masih bisa dipegang. Setelah jauh berlari bersama famili, akhirnya kita sampai di sebuah jembatan yang aman dari kejaran air.

Dari jembatan itu, ana menyaksikan LANGSUNG orang-orang terbawa air yang beraliran keras, sebagian mereka teriak, sebagian minta tolong, sebagian hanyut langsung. Saat semuanya selesai, ana kembali ke rumah.....

"Ana dapatkan rumah dalam kondisi hancur. Tapi, ana tetap tidak bisa ngubah keputusan besok harus ke Jakarta karena jatuh tanggal pendaftaran LIPIA. Akhirnya, dengan membawa bekal yang minim banget, ana pergi ninggalin keluarga sementara untuk daftar dan tes masuk ke lipia.

Awalnya, ijasah ana dipertanyakan dan ditolak, karena sudah kucel dan [mungkin] agak lembab. Namun kemudian, ana ceritakan semua kejadian dan diterimalah semua berkas."

Hasan: Saya mengenal IKS ini adalah orang yang kalem, pemalu dan sangat rajin. Ia selalu belajar!

"Tapi, setelah tes [entah itu tes tulis atau tes lisan], ternyata nama ana tidak terdaftar di daftar orang2 yang lulus tes.....," kenang IKS

2007, IKS datang lagi mendaftar...

Nah, tahun 2007 itu, untuk kedua kalinya IKS datang ke Jakarta untuk mendaftar di lipia. Saat itulah dia menceritakan ke ana hal di atas. Dan malam-malam itu, saya melihat sendiri teman saya ini selaluuuu belajar dan tak henti membaca, sembari kadang2 terlihat menghafal sesuatu.

Kemudian, setelah tes, IKS pulang ke kampung dan menitipkan: 'Kalau pengumuman kelulusan sudah ada, kabari ana lewat SMS.'

Lalu, hari pengumuman tiba. Ana bersama teman mencari namanya di daftar, namun ternyata tidak ada. Berkali dipastikan....benar. Tidak ada....

Saya ingat, malam itu, IKS mengirim SMS ke saya: 'Ahlan. Gimana, ana keterima ga?'

Saat itu, saya ga bisa membalas apapun...ga bisa. Apapun kalimat yang akan saya balas, saya ga tega....biar teman lain yang memberitahunya..







Mungkin Ini Bisa Memberi Arti

oleh Hasan Al-Jaizy

Mungkin ini bisa memberi arti:

--> Ada mungkinnya kau kini ditimpa kemiskinan dan kekurangan harta, agar kelak ketika kau sudah kaya berharta, kau ingat masa lalumu yang bergambar dirimu sedang menyatu dengan debu-debu. Rencana Allah selalu berhikmah.

--> Ada mungkinnya kau kini berjerih-jerih menghafal, mencari ilmu dan berpusing-pusing memahami suatu makna, agar kelak kala kau sudah berilmu atau sudah menjadi ahli, kau tak sombong dengan ilmu dan keahlian; karena kau ingat dahulu adalah masa jerih dan pusing.

--> Ada mungkinnya kau kini sedang menahan sakit dan perih, atau terbaring tak berdaya, agar kelak saat kau dalam keadaan sehat, kau ingat bahwa kesehatan adalah mahkota bagi empunya, yang takkan jelas terlihat kecuali oleh orang yang sakit.

--> Kau tahu kenapa dahulu kau adalah bayi dan kecil? Agar kini, ketika besarmu dan dewasamu, kau ingat bahwa dahulu kau tak berdaya, membutuhkan orang tua dan takkan bisa hidup tanpa kasih sayang. Maka, kenapa sekarang kau tak menolong yang tak berdaya? Tidak membakti pada orang tua? Tidak mengasihi yang lemah dan kecil?


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/434384939936230

Tuesday, August 28, 2012

Dan Ehm...

oleh Hasan Al-Jaizy


--> ketika diketahui bahwa kebenaran mutlak itu berada di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, semuanya mengaku 'peganganku adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah'
--> ketika tersiar bahwa kebenaran kandungan keduanya tak bisa diraih dengan benar kecuali dengan pemahaman Salafus Shalih, semuanya mengaku 'aku adalah pengikut Salafus Shalih' atau 'Aku lah seorang Salafy'
--> ketika terlezatkan pandangan bahwa golongan yang benar adalah golongan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, semuanya mengklaim 'sesungguhnya kami adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah'

Alhamdulillah jika kebenaran itu terlihat

Ustadz dan Thuwailib

oleh Hasan Al-Jaizy

Beberapa point tentang ustadz-ustadz dan thuwailib-thuwailib:

[1] Daripada engkau-engkau berkicau masalah perselisihan pendapat dan pandangan para ustadz mengenai ustadz fulan atau fulan, lebih baik engkau-engkau membicarakan permasalahan-permasalahan ilmiah fiqhiyyah, aqa'idiyyah, hadiitsiyyah atau apapun ilmu yang kau-kau dapat dari pengajian. Sungguh gharib jika 'ngaji' ke pengajian, pulang-pulang hanya bisa membawa gosip.

[2] Daripada engkau-engkau meracau masalah yang sebenarnya memang bukan bidang kau-kau, seperti bagaimana mendownload hukum pengkafiran terhadap fulan dan fulan sehingga kau-kau bisa mengkafirkan sehingga seakan dianggap sah pengkafirannya, atau bagaimana caranya menemukan celah untuk melabeli ustadz fulan sebagai Ahli Al-Bida', lebih baik engkau-engkau membicarakan tentang kitab-kitab yang dikaji oleh para ustadz, atau bagaimana metode ustadz yang kalian sukai dalam menjelaskan, atau tips-tips untuk menjadi 'better' at reading, writing, understanding, bukan malah ingin menjadi 'better' at judging.

[3] Syaikh Abu Malik Abdul Hamiid Al-Juhany pernah berkata:
[ليس كلُّ من قال قولا وافق فيه بعض المبتدعة يكون مبتدعا]
"Tidak semua pengucap suatu ucapan yang selaras dengan [ucapan] sebagian pelaku bid'ah menjadi pelaku bid'ah [atau dianggap Ahlu Al-Bida'"

[4] Thuwailib shughair [pelajar kecil] yang mengkonsentrasikan diri pada pensegelan label bid'ah terhadap siapa-siapa, ditakutkan terjerumus pada bid'ah itu sendiri. Apakah ada di zaman salaf pelajar kecil yang sudah bisa berkonsentrasi pada pelabelan?

[5] Bahkan jikalau kita ingin berfikir lebih-lebih, pelajar yang meniatkan diri sedari mula untuk menjadi pembantah Ahlu Al-Bida' [segala pembahasannya hanya untuk membantah-bantah saja], ia akan memiliki kekurangan dan erosi di bidang lainnya. Pembahasan dan materi bukan hanya sekedar 'bantah-bantahan'. Jika memang punya hujjah, data dan ilmunya, ada bolehnya membantah. Tapi, apakah ada di zaman salaf seorang alim yang cuma bisa membantah, sementara bidang ilmu lain seperti Hadits, Fiqh, Tazkiyyatun Nufuus dan Akhlak di-ignore begitu saja? Jika jawabannya tidak ada, apakah ini bisa dinamakan bid'ah [sesuatu yang baru; tidak ada contohnya di zaman salaf]?

[6] Jangankan menjadi pelajar kelas tinggi dalam membantah, coba deh jawab pertanyaan ini:

"Apa arti Thuwailib dan kata tersebut merupakan bentuk apa namanya dalam bahasa Arab?"

Jika menjawabnya saja butuh berfikir 5 detik, maka dialah si Thuwailib itu.

Agak Aneh Memang

oleh Hasan Al-Jaizy

Kita tak henti mengkritik beberapa ulama atau tokoh dengan alasan nahi-munkar. It's ok dan terkadang it's good. Atau bahkan ada yang sampai selalu su'udzan. Hasilnya, lihat saja sebagian kita hanya bisa merobek gamis-gamis orang atau mencoret tembok tetangga. Atau ada juga yang menjadi spesialis di dalam Cek dan Ricek, entah sekedar perkara manhajy, atau aliran sesat, atau firqah2 modern dan lain-lain. Setiap ulama di luar kelompok = disebut ulama su' dan selesai. Setiap ustadz yang melenceng sedikit = diblokir semua pemikirannya.

Jadi, memang kita sepertinya mudah dalam merobek nama orang2 'berilmu' atau tokoh yang tidak kita ridhai; meskipun sebenarnya sebagian mereka hanya sedikit kezalimannya dan segunung jasanya pada umat.


Sementara...

Tanah Indonesia

oleh Hasan Al-Jaizy

Beberapa point terkait tanah masyarakat Indonesia:

[1] Tanah kita sangat subur, berpotensi makmur, namun dibalas dengan kufur. Banyak dari penduduk tertipu oleh kekayaan sehingga hilang rasa syukur. Karena itulah, datang tsunami dan puting beliung menjadikan banyak yang lebur. Orang2 terserang ketakutan dan mencari jalan tuk kabur. Bangunan-bangunan dan hati-hati banyak yang hancur? Apakah kau masih berpura-pura tidak melihat banyak yang kufur?

[2] Sementara alam bersaksi bahwa dasarnya kita adalah muka-muka berseri. Ingatlah, Maghrib dulu banyak kodok di sini bernyanyi. Ingat juga dulu di siang hari masih banyak capung menari. Gali kembali memori dahulu di tengah kelurahan masih ada rawa bermisteri. Lalu sekarang, yang tersisa hanya kenangan dan sesal untuk kota ini.

[3] "Pancasila yang menjadi dasar negara ini, yang oleh kelompok sekular kerap dibenturkan dengan kelompok Islam, sebenarnya tidak berurat berakar dari nilai-nilai yang tertanam di negeri ini. Justru Islamlah, seperti yang dikatakan Buya Hamka, yang mengakar kuat di tanah ini. "Islam adalah dasar yang asli di tanah air kita dan pribadi sejati bangsa Indonesia," tegas Hamka. Sementara Pancasila, kata Hamka, tidak mempunyai dasar sejarah yang kuat di negeri ini." [Indonesia Tanpa Liberal, Artawijaya, hal. 154]

[4] "Tokoh Masyumi, Mohammad Natsir, juga mengatakan bahwa dasar negara haruslah sesuatu yang sudah mengakar di masyarakat. Islamlah yang sebenarnya cukup mengakar di mayoritas rakyat Indonesia. Islam mempunyai sumber yang jelas berasal dari wahyu. Sementara Pancasila, kata Natsir, meskipun masuk di dalamnya sila tentang Ketuhanan, tapi pijakan dasarnya adalah 'laa diiniyyah' [netral agama]." [ibid, ha. 155]

Laa Diiniyyah = netral agama atau bahkan tanpa agama sekalian

[5] Lalu 'kita' pun berpura-pura untuk menganggap itu wajar-wajar dan biasa saja. Karena memang susah jadi 'kita' ini. Mau menentang dan mengangkat suara, tapi takut disebut bibit teroris atau dikira sudah terkontaminasi pemikiran Khawarij. Mau diam dan tunduk demi maslahat, tapi ini menggemaskan dan apakah hanya diam dan tunduk?

[6] Tapi mungkin ada jalan yang lebih 'selamat' dan bermaslahat: diam, pura-pura tidak tahu, tunduk 90%, dan kalau mau angkat suara: suaranya harus selaras dengan pemikiran golongannya.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/434129176628473

Beberapa Point

oleh Hasan Al-Jaizy

Beberapa point yang acak pembahasannya:

[1] Sebenarnya amalanmu itu merupakan AMAL TERBAIK, karena membantu orang kesulitan dan bernilai kesalehan. Tadinya kamu adalah orang yang tulus ikhlas demi ridha Allah mengamalkannya. Namun kemudian, kamu menghinakan dirimu sendiri dengan tak henti memamerkan amalanmu itu pada manusia...siapapun. Untuk zaman modern ini, kamu gunakan jasa photo-uploader untuk memberitakan pada manusia bahwa kamu sedang begini-begitu. Manusia memang akan terkagum...namun duhai sayangnya, saya juga ingin sehebat kamu...namun kenapa kamu seakan ingin dilihat kehebatanmu?

[2] Dan pandangan manusia tentu berbeda-beda...penilaian takkan seragam. Boleh saja Paijo tak bermaksud pamer, namun semua orang menganggapnya pamer dan mengerutkan bibir. Boleh saja Tukiyem bermaksud pamer, namun sebagian orang berusaha berbak sangka padanya dan tetap mendoakannya.

[3] Mendengarkan pendapat manusia takkan ada ujungnya...mengemis perhatian manusia takkan ada puasnya. Bahkan, manusia takkan selesai menilaimu. Bahkan, kau takkan habis mencari perhatian karena kebiasaan. Namun, boleh sekali-kali kau dengarkan nasehat, sindiran dan tuduhan manusia; terlebih jika berdasar dan terbukti. Namun, tak masalah jika kau berusaha agar diperhatikan untuk maslahat; karena perhatian orang merupakan gerbang agar diterima.

[4] Perbedaan antara orang yang membuang jauh agama dengan binatang dan penjaja sepilis, apakah itu?
=> Binatang: "Mangan...turu...nelek"
=> Anti Religions: "Mangan...turu...nelek...jima'"
=> Liberalis, Sekularis, Pluralis: "Mangan...turu...nelek...sok intelek...jima'"


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/433901509984573

Lisan Tak Berhati

oleh Hasan Al-Jaizy

Pernah Sufyan Ats-Tsaury berkata [yang maknanya]:

"Seseorang yang [kau katakan] kau mencintainya di jalan Allah, ketika ia mengada-adakan suatu amalan ibadah atau berbuat bid'ah dan kau tidak membencinya karena Allah, maka sesungguhnya kau tidak mencintainya di jalan Allah."

Sementara memang benar, perkara ritual ini bid'ah atau bukan selalu menjadi perselisihan dan perbedaan pendapat. Namun, jika Allah telah memberi Anda ilmu dan pemahaman, kemudian menjadikan Anda mampu membedakan mana yang lebih condong pada bid'ah atau bukan, maka bersikaplah sebagaimana mestinya. Bait-bait hati dan kepalsuan lidah atau tulisan tangan juga akan diminta

Monday, August 27, 2012

Jangan Tempuh Ini!

oleh Hasan Al-Jaizy

Beberapa point yang berupa cara-cara yang tak layak ditempuh:

[1] Salah satu cara untuk menghilangkan hafalan dan mempercepat lupa adalah memamerkan atau sekedar membuat orang lain tahu bahwa dia telah menghafalnya [tanpa keperluan atau dengan adanya rasa takjub pada dan dalam diri]. 

[2] Salah satu cara untuk mencabut semangat mencari ilmu pada pencari ilmu pemula adalah dengan merekomendasikan atau mendorong mereka untuk membaca kitab2 yang hanya cocok dibaca oleh para ustadz dan ulama, seperti kitab Fathul Bary, atau Al-Majmu' nya Imam Nawawy dan kitab tebal serta sarat akan kalimat2 'sulit' lainnya. Para pemula yang dimaksud [menurut jumhur ulama] adalah yang belum menguasai/memahami Arabic juga ilmu2 alat lainnya. Biarpun sudah bertahun lamanya belajar, sebenarnya mereka tetap dalam derajat 'mubtadi' [pemula].

[3] Salah satu cara untuk membuktikan betapa tidak bersihnya jiwa adalah

Pemilik Ilmu...Pemilik Akal

oleh Hasan Al-Jaizy

Pemilik Ilmu...Pemilik Akal

[1] Di antara manusia ada yang memiliki ilmu namun tak berakal dengannya.
[2] Di antara manusia ada yang memiliki akal namun tak memiliki ilmu.

Maksud dari ilmu adalah hafalan nash Al-Qur'an atau Hadits sebagai pegangan asasi untuk menyimpulkan sesuatu.
Maksud dari akal adalah daya fikir yang tajam sebagai modal untuk menyimpulkan sesuatu.


JENIS PERTAMA

Saturday, August 25, 2012

Al-Qabuul wa At-Tasliim

oleh Hasan Al-Jaizy

Satu pondasi penting dalam manhajiyyah istidlaal [mengambil dalil] dan mengimani wahyu adalah Al-Qabuul [menerima] dan At-Tasliim [menyerahkan]. Maksudnya: seorang muslim sebelum segalanya tentang pendalilan atau menarik kesimpulan dari dalil, ia harus membangun rasa nerimo dan tunduk pada dalil. Bukan justru sebaliknya: mencoba mengkritisi dalil dan memang sedari awal sudah suspisius alias super curiga terhadap dalil.

Ingat, lho: Terima dan Menyerah pada dalil. Dalil adalah Al-Qur'an, As-Sunnah dan Ijma. BUKAN terima dan menyerah pada fatwa atau perkataan manusia. Bukankah di sini ada sebuah jebakan yang tidak sedikit dari para thullab al-ilm terperosok tanpa sadar?


Fatwa Ijtihady, apakah dalil?

Tentu saja, dalam

MERACAU : "Gregetan Namun Iri!"

oleh Hasan Al-Jaizy

Salah satu hal yang membuat saya pribadi gregetan, menggingit bibir kegemasan dan tercubit-hati adalah pemuda muda yang hafal Al-Qur'an [hafidz] namun benar-benar tidak benar bacaannya. Makhraj-nya tak beraturan, juga panjang pendek [madd rules] diabaikan. Ketahuan sekali ia tidak memulai sesuatu dari ushul. Artinya: Seorang yang hafal banyak namun kacau balau dalam membaca menandakan ia terdidik dengan menyegerakan hafalan tanpa menyempurnakan tajwid.

Bukan berarti saya ini mencela seorang hafidz Al-Qur'an

Nasr Hamid Abu Zayd

oleh Hasan Al-Jaizy

Nasr Hamid Abu Zayd [1943-2010]

adalah sosok yang diidolakan oleh kalangan liberal karena pemikirannya yang kritis terhadap Islam, terutama Al-Qur'an dan Sunnah, juga karena arah pemikirannya miring ke kiri, bebas dan dianggap tak terkekang dengan kejumudan.

Abu Zayd lahir di Mesir tahun 1943 dan ia sudah menghafal Al-Qur'an. Telah menempuh studi tingkat doktoral dalam bidang Islamic Studies di Universitas Pensylvania, Philadelphia, Amerika Serikat pada tahun 1980.

Pada 14 Juni 1995,

Wednesday, August 22, 2012

Hati-hati Dengan Kepintaran

oleh Hasan Al-Jaizy

Beberapa point yang kesemuanya tentang hafalan:

[1] Salah satu cara untuk menghilangkan hafalan dan mempercepat lupa adalah memamerkan atau sekedar membuat orang lain tahu bahwa kita telah menghafalnya.

[2] Salah satu kedunguan yang konyol adalah ketika kita membanggakan sesuatu yang pernah kita hafal dan telah terlupa. Seperti mengatakan, 'Wah, dulu saya pernah hafal 5 juz.' Duh, kenapa kita tidak malu???

[3] Apakah menghafal adalah tujuan dari belajar kita? Tidak. Tujuannya adalah mengamalkan. Sangat percuma dan hampir tidak berharga menghafal 40 hadits tanpa realisasi dan praktek. Dan biasanya, pelajar yang membanggakan hafalannya di depan orang yang tidak hafal adalah si fulan yang tidak sadar menjadikan hafalan adalah tujuan.

[4] Anda layak minder jika sebangku dengan orang yang banyak hafalannya. Namun dia layak minder jika menghafal banyak namun kurang faham apa yang dihafal atau tidak mengamalkannya. Dia layak malu dan orang yang minim hafalan lebih selamat darinya.

[5] Terkadang kita bisa tertipu oleh kesenangan dalam diri. Kita bisa menulis status: 'Alhamdulillah, Surat Al-Mulk berhasil kuhafal' karena merasa senang semata, bukan bermaksud pamer atau semacamnya. Tapi, lebih baik tidak kita lakukan.

[6] Bagaimanapun, waspadalah dengan hafalan dan pemahaman. Bisa jadi seseorang akan diadzab karena hafalannya. Seperti ia memamerkan kemudian akan hafalan agar namanya disebut. Bisa jadi seseorang ditiban dosanya sendiri karena fahamnya. Seperti ia faham banyak hal setelah belajar, namun ia memelintir banyak kebenaran sehingga yang salah bisa disulap menjadi benar atau sebaliknya....

...hati-hati dengan kepintaran, kecerdasan dan kemampuan...


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/433490536692337

Hasad Adalah IRI

oleh Hasan Al-Jaizy

 Hasad itu adalah SINONIM nya iri. Hasad berasal dari bahasa Arab, yang diartikan dalam bahasa Indonesia mutlak menjadi IRI.

Namun, vocab HASAD/IRI memiliki makna dan maksud tidak hanya satu. Karena hasad bisa diartikan rasa iri semata, bisa juga dimaksudkan sebagai 'dengki'.

Begini kaedahnya:

[1] Tidak semua bentuk hasad/iri tercela, sementara segala bentuk dengki pasti tercela.
[2] Segala jenis kedengkian adalah termasuk iri/hasad, karena ialah pemicunya. Sementara tidak semua bentuk iri/hasad adalah kedengkian.

Karena dalam syariat, iri/hasad terbagi menjadi 2.

[1] Hasad yang terpuji/baik. Seperti iri akan kelebihan seseorang, dari segi ilmu ataupun materi [harta] yang digunakan dengan baik di jalan Allah.
[2] Hasad yang tercela/buruk. Seperti iri akan kelebihan seseorang, apapun bentuknya, namun disertai rasa benci dan harapan agar kelebihan tersebut sirna dari pemiliknya dan menjadi miliknya. Ini adalah kedengkian.


Manusia Tak Lepas Dari Rasa Iri?

Benar dan tentu saja. Rasa iri itu wajar dan bahkan bisa dikatakan tabiat. Karena manusia memiliki harapan dan keinginan untuk menjadi lebih baik atau memiliki sebuah keutamaan. Ketika manusia melihat manusia lain memiliki kelebihan, secara wajar ia juga ingin menjadi sepertinya. Ini adalah kewajaran.

Namun tidak semua kewajaran terbebaskan tanpa ikatan dan batasan; sebagaimana rasa cinta manusia akan lawan jenisnya adalah kewajaran, dan harus ada ikatan juga batasan.

Di sinilah perannya agama...dalam mengikat manusia dan membatasi gerak-gerik, sehingga lubang dan jurang bukan menjadi tempat terakhir manusia sembari membawa penyesalan.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/432046790170045