Wednesday, July 17, 2013

Mental Miskin dan Bodoh

oleh Hasan Al-Jaizy



Jika di sana ada yang disebut 'miskin', maka pastilah ada lawannya: 'kaya'. Pula jika ada yang disebut 'bodoh', maka pastilah ada tandingannya: 'pintar'. Karena hampir segala sifat tak bisa diketahui kecuali karena ada lawan dan tandingannya. Seperti: baik dan buruk, atau sehat dan sakit, atau hitam dan putih.

Orang miskin dan bodoh tergolong orang rendahan. Jika engkau tak terima ku katakan mereka 'rendahan', maka apalah yang kau inginkan? Kau ingin katakan mereka berkelas tinggi, sementara orang kaya dan pintar berkelas rendah? Jika iya, maka itu akibat dari memiliki kadar otak yang rendah.

Mental kebanyakan orang miskin adalah culas, malas, kurang pandai usaha, dan sebagian lain: curang, sehingga tidak berkah sama sekali usaha mereka. Orang-orang miskin seringkali mendengki pada orang-orang kaya; padahal mereka tidak ada urusan dengan kaum miskin. Namun, karena kegagalan hidup kaum miskin, melihat kaum kaya yang sewajarnya menikmati kekayaan mereka, dengki membara-bara. Ingin seperti mereka namun tak bisa. Seperti kata banyak orang, "Iri tanda tak mampu". Orang miskin sering menuntut orang kaya agar bermurah hati. Itu jika di depan. Di belakang, orang miskin sering mencaci orang kaya, entah karena pelit, atau karena dianggap tidak peduli rakyat kecil, atau lainnya. Dasar dari semua itu sebenarnya iri dan ketidakmampuan.

Mental miskin juga adalah mental mengeluh. Miskin kekuatan jiwa, sehingga mendapat kesulitan sepetak, keluhannya capai sehektar, mendapat musibah sejengkal, keluhannya hingga selangkah. Mengeluh, kemudian berusaha sedikit, gagal mendatangi, mengeluh lagi, lalu mengutuk-ngutuk kondisi ketika melihat orang kaya sedang menikmati keutamaan hidupnya.

Tertipu Oleh Diri Sendiri



Sebelum setan menipu daya Adam dan Hawa, dia terlebih dahulu sudah tertipu daya oleh dirinya sendiri. Dia mendapat kemalangan. Demikian juga anak cucunya, pengikut-pengikutnya dan siapa saja yang menaatinya dari kalangan jin maupun manusia.

Bentuk tipu daya setan terhadap dirinya sendiri adalah, bahwasanya tatkala Allah memerintahkannya bersujud kepada Adam alaihissalam, maka sebenarnya letak kebahagiaan, kemuliaan dan keselamatannya adalah dalam menaati dan menuruti perintah Allah itu. Namun jiwanya yang bodoh dan aniaya itu membisikkan bahwa jika ia sampai bersujud kepada Adam, maka itu berarti melecehkan dan merendahkan dirinya. Sebab, hal itu berarti ia tunduk dan sujud kepada makhluk yang tercipta dari tanah, padahal dirinya tercipta dari api. Api itu –menurutnya- lebih mulia ketimbang tanah. Maka, yang tercipta dari api itu lebih baik daripada yang tercipta dari tanah. Dengan demikian, ketertundukan makhluk yang lebih utama terhadap makhluk yang lebih rendah itu berarti pelecehan terhadap dirinya.

Tatkala kebodohan ini menghinggapi hatinya, ditambah lagi munculnya rasa dengki terhadap Adam lantaran ia tahu bahwa Allah telah mengistimewakan Adam dengan berbagai kemuliaan –yaitu, Dia menciptakannya dengan tangan-Nya, menipu-Nya dengan ruh-Nya, menyuruh malaikat agar bersujud kepadanya, mengajarkan segala macam nama kepadanya yang tidak Dia ajarkan kepada malaikat sekalipun, serta menempatkannya di surga- maka kedengkian dari musuh Allah itu semakin mengklimaks. Ia memandang Adam sebagai makhluk yang tercipta dari tanah kering seperti tembikar, sehingga ia pun tak habis pikir seraya berkata, “Apa mulianya makhluk ini? Sekiranya ia dikuasakan atas diriku, maka pasti akan aku durhakai ia. Dan jika aku dikuasakan atas dirinya, pasti akan aku hancurkan ia!”

Mahasiswa Pelayar Comberan!

oleh Hasan Al-Jaizy

Budaya ngospek para plonco (calon maba yang sedang ikut kegiatan pengenalan terhadap kampus) dengan tarekat-tarekat HINA, meskipun atas nama 'Pengenalan Kampus' atau semacamnya, adalah budaya mahasiswa-mahasiswa rendahan yang sedang kuliah di kampus rendahan. Mahasiswa dan kampus yang menjunjung tinggi nilai pendidikan, moral dan kualitas didikan, tidak akan rela calon-calon penghuninya dihinakan, oleh mereka sendiri.

Syukur, tidak pernah di kampus saya ada planca-ploncoan. Bagi kami, hanya mahasiswa bodoh yang seperti itu. Menjadikan para maba terlihat bodoh, padahal mereka sendiri juga tergolong bodoh.

Selain itu, para mahasiswa yang merasa senior dan mengenal kampus, lagaknya seperti sudah layak dianggap senior dari segi kualitas. Mirip mayoritas mahasiswa pendemo; rata-rata mereka itu yang hobi tidur di kelas, main game di lingkungan kos, begadang dan hidup kesehariannya cuma bernilai lawakan rendah saja. Dan, menjelang hari ospek, mereka tiba-tiba menjadi orang paling sibuk dan paling terlihat seolah ingin 'mendidik'.

Andai memang mereka belajar sungguh-sungguh dan punya ilmu tinggi, takkan rela mereka mencoret-coret muka para calon mahasiswa, menyebut mereka binatang, menjadikan mereka serendah binatang, meminta memakan hal yang tak layak dimakan, memaksa mereka memakai aksesoris yang memicu gelak tawa dan banyak lagi. Para mahasiswa senior yang bodoh senang dan girang melakukan ini. Dan jika dosen-dosen mereka menjadikan hal semacam ini hal yang wajar, biasa, atau malah hiburan, maka...begitulah. Like dosen like mahasiswanya.

Halo? Apakah Saya Ada? 3

oleh Hasan Al-Jaizy

Saya agak khawatir jika memerangi Syi'ah itu hanya karena trend. Yakni: ketika teman-teman dumay nya riuh mempermasalahkan Syi'ah, ikut-ikutan berkoor.

Mentalnya ada mirip dengan kasus maling di keramaian stasiun. Ketika ada yang teriak maling, serempak pada ikut-ikutan. Padahal tahu jelas kasusnya pun tidak. Syukur jika ada informan yang jujur. Namun, rata-rata pengunjung stasiun menang di teriak ramai-ramai dan mencelanya. Lalu memukul senafsu-nafsunya saat sudah ketemu 'maling'nya.

Mentalnya ada mirip juga dengan kebiasaan masyarakat yang ketika para jurnalis membentangkan berita hot, langsung para pemirsa pada angkat bicara. Semua mengutuk. Setelah berita hot habis, para pemirsa tenang kembali. Lupa semua itu. Nunggu hal lain yang akan menjadi masyhur atau trend.

Saya agak khawatir jika memerangi Syi'ah itu hanya karena ikut-ikutan, sehingga secara normal enggan menggali pengetahuan tentang Syi'ah. Menunggu informan. Atau hanya ingin meramaikan saja.

Tuesday, July 16, 2013

Tertipu Oleh Diri Sendiri


[Risalah Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah: "Tertipu Oleh Diri Sendiri"]

Sebelum setan menipu daya Adam dan Hawa, dia terlebih dahulu sudah tertipu daya oleh dirinya sendiri. Dia mendapat kemalangan. Demikian juga anak cucunya, pengikut-pengikutnya dan siapa saja yang menaatinya dari kalangan jin maupun manusia.

Bentuk tipu daya setan terhadap dirinya sendiri adalah, bahwasanya tatkala Allah memerintahkannya bersujud kepada Adam alaihissalam, maka sebenarnya letak kebahagiaan, kemuliaan dan keselamatannya adalah dalam menaati dan menuruti perintah Allah itu. Namun jiwanya yang bodoh dan aniaya itu membisikkan bahwa jika ia sampai bersujud kepada Adam, maka itu berarti melecehkan dan merendahkan dirinya. Sebab, hal itu berarti ia tunduk dan sujud kepada makhluk yang tercipta dari tanah, padahal dirinya tercipta dari api. Api itu –menurutnya- lebih mulia ketimbang tanah. Maka, yang tercipta dari api itu lebih baik daripada yang tercipta dari tanah. Dengan demikian, ketertundukan makhluk yang lebih utama terhadap makhluk yang lebih rendah itu berarti pelecehan terhadap dirinya.

Tatkala kebodohan ini menghinggapi hatinya, ditambah lagi munculnya rasa dengki terhadap Adam lantaran ia tahu bahwa Allah telah mengistimewakan Adam dengan berbagai kemuliaan –yaitu, Dia menciptakannya dengan tangan-Nya, menipu-Nya dengan ruh-Nya, menyuruh malaikat agar bersujud kepadanya, mengajarkan segala macam nama kepadanya yang tidak Dia ajarkan kepada malaikat sekalipun, serta menempatkannya di surga- maka kedengkian dari musuh Allah itu semakin mengklimaks. Ia memandang Adam sebagai makhluk yang tercipta dari tanah kering seperti tembikar, sehingga ia pun tak habis pikir seraya berkata, “Apa mulianya makhluk ini? Sekiranya ia dikuasakan atas diriku, maka pasti akan aku durhakai ia. Dan jika aku dikuasakan atas dirinya, pasti  akan aku hancurkan ia!”

Tidak Memprotes Hikmah Ilahi

[Risalah Ibnul Jauzy: “Tidak Memprotes Hikmah Ilahi”]

MASALAH ini telah dibahas berkali-kali, namun mengulanginya secara permanen sangat penting untuk mengingatkan hati.

Seorang mukmin wajib ketahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Pemilik Yang Mahabijaksana yang tak melakukan kesia-siaan, dan pengetahuan ini melarangnya memprotes takdir-Nya.

Sejumlah makhluk telah memprotes Allah dan hikmah-Nya. Itu adalah tindakan yang menjadikan seseorang kafir. Makhluk pertama yang memprotes hikmah Allah adalah Iblis dengan mengatakan, “Aku lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan aku dari api sedang ia Engkau ciptakan dari tanah.” [Q.S. Al-A’raf: 12], yakni tindakan-Mu mengunggulkan tanah atas api adalah tindakan yang tidak sesuai dengan hikmah!!!

Monday, July 15, 2013

Rumah Bata dan Rumah Kaca

oleh Hasan Al-Jaizy

[Risalah Jaiziyyah: “Rumah Bata dan Rumah Kaca”]

Sepertinya rumahmu adalah rumah bata. Yang kau saksikan hanyalah kekerasan dzatnya. Jika kau memukulnya berkali-kali, semakin tahumu akan kekerasannya. Melunakkannya adalah igauan tak bermakna. Hendakkah kau akan mengganti kayu daripada bata? Orang-orang akan mencela. ‘Apa kau tidak bersyukur?’ dan ‘Apa kau tak suka kokohnya rumah semula?’ tubi mereka.

Sepertinya kau perlu juga membangun rumah kaca. Kaca, tidak sembarang kaca. Melainkan cermin ia adanya. Agar terlihat dirimu benar-benar sebagai penghuninya. Di mana-mana, terlihat ragamu. Kau tahu rapih atau tidaknya kau berbaju. Kau tahu di mana letak kekurangan agar bisa tampil kemudian tanpa ragu. Efek rumah kaca. Bata takkan menjawab engkau seperti apa. Namun, cermin selalu menjawab sejujur-jujurnya. Kecuali...

Jika engkau memecahkan kaca-kaca. Meskipun kau menangis darah sembari menyusun tiap kepingnya, takkan pernah ia kembali mulus seperti semula. Teledornya engkau berbuah penyesalan. Kaca takkan jujur menggambar siapa kamu kemudian. Seperti pula kau punya istri. Duhai engkau, yang berjasad bata, berhati baja dan berjiwa ksatria, kau tercipta kuat, gagah dan berani. Jika hati kekasihmu kau pecahkan sekali dengan sepecah-pecahnya pecahan, ia takkan kembali. Jika dahulu ia berbicara tulus dengan sayangnya, setelah hancurnya ia berbicara dengan air mata.

Sebaik-baikmu adalah sebaik-baikmu pada keluargamu. Dan Rasulullah adalah sebaik-baik manusia pada keluarganya.

Kau ibarat rumah bata. Dia ibarat rumah kaca. Jika segenggam bata kau lempar ke kaca, pecahlah kaca. Jika segenggam beling kau lempar ke bata, tanganmu terluka dan bata tak berubah adanya. Maka, rawatlah kaca-kaca dan jangan kiaskan kaca dengan bata. Bekerjasamalah keduanya. Bata akan tahu kekerasannya ketika ia bercermin pada kaca. Kaca akan tahu kelemahannya ketika ia dipertemukan dengan bata.  

Bata seringkali tak tahu diri. Ia berwujud kasar lalu berjalan di atas kaca. Kaca tergores. Rusak satu kali. Kemudian, dua kali. Kemudian, tiga kali. Dan seterusnya. Kaca pun seringkali lebih mengingat kekurangan bata dan seolah tiada ia berjasa.

Aku pernah diceritakan oleh seorang cermin perihal satu kalimat yang diucapkan oleh pasangannya, yaitu seorang bata yang ceroboh bicara. Dahulu, di awal mereka bersatu, diujilah mereka dengan kemiskinan. Lalu, si bata berkata pada si cermin, “Sepertinya aku miskin karena berpasangan denganmu.” Hancur hancurlah hati si cermin. Ia pun melayu. Permukaannya menjadi lembab seolah baru saja melewati malam berembun. Menangis. Bertahun-tahun ia mengingat kalimat itu. Dan selama itu pula, ia tak bisa memaafkannya.

Aku pernah diceritakan oleh seorang bata perihal satu kalimat yang dihikayatkan penyebab cermin-cermin banyak yang dipanggang di lembah Jahannam. Dahulu, si bata telah bekerja keras mencari kayu bakar agar kepulan asap dapur tetap terjaga. Lalu, hiduplah ia dengan pasangannya, seorang cermin, dengan bahagia. Si bata berlarut-larut dalam pelukan zaman berbuat baik pada si cermin dan memuliakannya. Namun, suatu kala, ketika si bata terjatuh, kebahagiaan pun surut seketika. Berganti kesengsaraan. Si cermin, yang terlanjur terbiasa dibahagiakan sebelumnya, tidak terima dengan keadaan. Ia meminta dibelikan ini dan itu untuk mempermulus permukaannya. Si bata menolak. Tak punya apa-apa ia. Itu alasannya. Bukan karena tiada cinta. Namun, si cermin berkata, “Kamu selalu begitu. Tak pernah kamu berbuat baik padaku.” Maka, marahlah si bata. Dan kalimat semacam itulah yang menambah kobaran dan jilatan api Jahannam semakin seram.

Andai bata dan kaca sama-sama tahu, ia adalah pakaian bagi ia, dan ia adalah pakaian bagi ia. Bata pelindung kaca kala terancam oleh serangan luar. Kaca pelindung bata kala ada yang mencari-cari kesalahan atau aibnya. Bata menjaga fisik kaca agar senantiasa halus. Kaca menjaga rahasia bata agar senantiasa berwibawa.

Di balik kekokohan sebuah rumah berbata, di dalamnya pasti ada cermin-cermin.

Pembagian Ulama Umat dan Siapakah 'Ulil Amri'?

DAKWAH kepada Allah dan menyampaikan sunnah Rasul-nya merupakan syiar bagi golongan yang beruntung (para ulama) dan para pengikutnya, sebagaimana firman-Nya:

قُلْ هَٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ وَسُبْحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

"Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik"." [Q.S. Yusuf: 108]

Yakni mereka yang menyampaikan apa-apa yang datang dari Rasulullah berupa penyampaian kata-kata (dan maknanya), perbuatan dan ketetapan beliau. Berdasarkan hal itu, ulama dibagi menjadi 2 golongan:

[PERTAMA] = AHLI HADITS

Mereka adalah pemelihara hadits yang menjaga dan memelihara, serta mengamalkannnya. Mereka adalah para imam dan pemuka-pemuka agama Islam yang memelihara pondasi-pondasi agama dan ajarannya dari penyelewengan dan perubahan isinya. Mereka adalah golongan yang disebutkan Imam Ahmad dalam khutbahnya yang terkenal ketika membantah golongan Zindiq dan Jahmiyyah.

[KEDUA] = AHLI FIQH

Dunia Sengaja Dikeruhkan


ORANG yang merenungkan hal-ihwal dunia pasti akan tahu bahwa ia diciptakan untuk dijauhi. Karena itu, orang yang ingin menikmatinya pasti akan menemukan kesusahan di balik setiap kesenangannya serta kekeruhan di balik setiap kejernihannya. Pendek kata, setiap bagian dunia yang diangkat pasti akan diturunkan.

Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- mencintai Aisyah –radhiyallahu anha-, lalu beliau diuji dengan ‘hadits ifk’ (tuduhan melakukan zina yang diarahkan kepada Aisyah oleh orang-orang munafik). Dan beliau mencintai Zainab, kemudian turunlah ayat:

فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌۭ مِّنْهَا وَطَرًۭا

“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya)” [Q.S. Al-Ahzab: 37]

Seorang pecinta dunia yang mendapatkan apa yang dicintainya pasti sadar bahwa ia akan berpisah darinya. Oleh sebab itu, kehidupannya menjadi tidak nyaman, meski ketika itu kekasihnya masih ada di dekatnya. Keadaan ini telah diungkapkan seorang penyair dengan perkataannya berikut:

أتم الحزن عندي في سرور ... تيقن عنه صاحبه انتقالاً

“Kesedihan paling menyedihkan bagiku adalah kebahagiaan
Yang diyakini pemiliknya akan segera berubah”

Orang yang berakal pasti akan tahu bahwa tujuan penciptaan kekeruhan di dunia adalah menjauhkan manusia darinya. Karena itu, ia pun hanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya dan menolak menyibukkan diri dengannya. Ia memilih memfokuskan konsentrasinya mengabdi kepada Allah Ta’ala. Adapun orang yang tidak melakukan tindakan seperti itu pasti akan menyesal pada saat semuanya sudah terlambat.

[Shaid Al-Khaathir, Ibnul Jauzy]

Sunday, July 14, 2013

Manhaj Takut-takutan...Manhaj Ridha Manusia

oleh Hasan Al-Jaizy



[1]

Beberapa orang takkan pernah mau membagi pengetahuan yang dinisbatkan pada orang-orang berilmu seperti Aidh Al-Qarny, Salman Al-Audah, Sayyid Quthb dan lain-lain. Seolah tak pernah sebait pun mendapat faedah dari mereka. Padahal, ada semacam ini yang diam-diam membaca karya mereka. Namun, tidak pernah mau berbagi dan tak hendak mengkaitkan hal pada orang seperti mereka.

Alasan dibuatnya: mereka punya ketergelinciran.

Alasan sebenarnya: saya takut ditahdzir.

Karena jika kelompok Anda (sebenarnya bukan kelompok, namun tetap saja layak disebut kelompok di sisi lain) sudah menumbangkan nama seseorang ramai-ramai, sebagiannya akan ikut-ikutan. Membeo dan membebek.

Dibanding menukil kalam emas dari pemilik nama-nama yang tersebut di atas, sepertinya lebih baik menukil kalam abangan Mario Teguh, Pak Presiden, Pak Menteri dan lainnya. Kenapa? Karena nama-nama tersebut 'aman' dari penumbangan.

[2]

Hakekat Kesabaran

Hakekat kesabaran adalah suatu akhlak mulia yang dimiliki seseorang, yang dengannya ia mampu menahan diri dari perbuatan yang tak baik dan tak patut. Sabar adalah salah satu kekuatan seseorang yang dengannya pribadinya menjadi baik.

Al-Junaid bin Muhammad pernah ditanya perihal kesabaran. Ia pun menjawab:

تجرع المرارة من غير تعبس

"(Kesabaran ialah) seperti engkau meneguk minuman pahit tanpa bermuka masam."

Dzu An-Nun berkata:

التباعد عن المخالفات والسكون عند تجرع غصصى البلية وإظهار الغني مع حلول الفقر بساحات المعيشة

"(Kesabaran ialah) menjauhi segala amalan menyimpang, tabah kala cobaan datang, serta bersikap di depan manusia seolah berkecukupan, padahal sebenarnya ia miskin dan pada nafkah hidup betapa ia membutuhkan."

Ada yang berpendapat bahwa kesabaran adalah menghadapi musibah dengan etika yang baik. Ada pula yang berpendapat bahwa kesabaran adalah bersikap tidak membutuhkan apa pun kala alami musibah serta tak mengeluh.

Amr bin Utsman Al-Makky berkata:

Menata Kehidupan Dengan Akal

ORANG berakal mengatur kehidupannya di dunia dengan akalnya. Jika ia miskin, ia akan bersungguh-sungguh bekerja dan mencari uang agar ia tak terhina di mata makhluk. Lalu ia pun mengurangi jumlah pengeluarannya dan memuaskan diri dengan apa yang ada. Karena itu, ia pun hidup dalam keadaan terbebas dari budi orang lain dan terhormat di tengah masyarakat. Sedang jika ia kaya, ia wajib mengatur pengeluarannya, karena ia bisa saja jatuh miskin, lalu ia mesti menghinakan diri kepada orang lain. Salah satu bentuk bencana adalah boros dan melampaui batas dalam berbelanja karena ingin menghina musuk. Padahal, tindakannya ini sejatinya justru bisa membuat musuh menyihirnya.

Seseorang seyogyanya mengambil jalan tengah dalam segala situasi, serta menutupi sesuatu yang tak layak diceritakan kepada orang lain.

Suatu saat, seorang petugas yang memandikan jenazah menemukan uang yang banyak. Ia lantas membelanjakannya sesuka hati. Ketika cerita penemuan uang itu diketahui orang banyak, harta yang ada di tempatnya disita. Ia pun kembali menjadi tak punya apa-apa.

Tuesday, April 16, 2013

TERIMA KASIH, ASWAJA!

oleh Hasan Al-Jaizy


Dahulu, Al-Arify pernah berkata di depan umat manusia, "Terima kasih, Bush!" Kau akan bertanya-tanya, "Aduhai...gerangan mengapakah kau berterima kasih pada penjahat semacamnya? Sudah habiskah insan berbudi di bumi hingga kau berterima kasih pada penjahat ini?"

Tahulah kemudian alasannya, bahwa Bush telah berandil tinggi akan tersohornya Islam di hati-hati hari-hari kemudian. Bush betapa inginnya Islam terjatuh, selagi meredup cahaya dipunya. Namun, rupanya Islam membangkit dan semakin bersinar cahayanya.

Wednesday, March 27, 2013

Kepentingan Apreasiasi Dari Pendidik Terhadap Yang Dididik


oleh Hasan Al-Jaizy

Apresiasi, menurut thefreedictionary.com adalah "an expression of gratitude". Itu salah satu pengertian apresiasi menurut mereka. Maksudnya adalah 'sebuah ekspresi atau ungkapan atas sikap berterima kasih'. 

Apresiasi bisa diwartakan dengan 'tongue language' atau 'body language'. Misal dari bahasa lisan adalah mengatakan 'Thank you', atau 'That's great' dan selainnya. Misal dari bahasa tubuh adalah memberi isyarat seperti mengacungkan jempol, tersenyum, dan lainnya. Akan kita kupas contoh lain setelah membahas:

"Kepentingan Apreasiasi Dari Pendidik Terhadap Yang Dididik"

Apresiasi adalah sebuah ekspresi yang banyak diabaikan dan diremehkan para pendidik, mulai dari orang tua, guru sekolah, guru les/kursus/bimbel, hingga para atasan, mulai dari presiden, menteri, direktur, bos dan seterusnya. Padahal, pengungkapan apresiasi, terdapat makna positif dan efek yang bagus terhadap manusia. Pendidik yang kaku dan menyeramkan adalah makhluk yang paling sulit mengapresiasi suatu usaha dan karya pihak yang dididik. Begitu juga dengan atasan yang tidak mau tahu kinerja dan proses -yang ia inginkan hanya hasil terwujud-. 

Lebay Terhadap Orang-orang Saleh

oleh Hasan Al-Jaizy



[1] Sa'id Az-Zanjany

Adalah Sa'id bin Ali Az-Zanjany, seorang ulama yang wafat tahun 471 H. Beliau berkunjung ke berbagai negara demi menyimak hadits Nabi. Ia merupakan seorang hafizh, ahli ibadah dan wara'. Itu penyifatan dari Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah.

Sementara dalam Siyar A'laam An-Nubalaa', Adz-Dzahaby mengatakan, 'Beliau adalah seorang imam al-allaamah (berilmu sangat tinggi), Al-Hafidz, seorang qudwah (yang patut diikuti), ahli ibadah, Syaikhul Islam dan seorang SUFI.' [As-Siyar: 18/385]

Pada senja usianya, beliau memilih tuk menetap di Makkah. Orang-orang mencari keberkahan darinya. Jika beliau keluar menuju masjid Al-Haram, orang-orang yang tadinya sedang thawaf bergegas menujunya. Untuk apa? Untuk mencium tangannya. Hingga Ibnul Jauzy mengatakan, "Mereka lebih sering mencium tangannya daripada menicum Hajar Aswad." [Al-Muntazham, 16/201]

[2] Abu Ishaq Asy-Syirazy

Tuesday, March 26, 2013

Hatimu Rentan, Mohonlah Kesembuhan

oleh Hasan Al-Jaizy



Hati yang empunya jahil (bodoh) tak terasuki ilmu yang sahih sangat riskan. Jangankan hati yang bodoh, bahkan jika seseorang yang berilmu tinggi pun berpotensi tercelakakan dengan penyakit maknawi yang menjalar di lubuk hati. Sesungguhnya tiap-tiap manusia mempunyai nasib, kadar, bagian, takaran dan ukuran dari ujian hati. Ketahuilah, setiap amalanmu, setan berupaya memberi andil di dalamnya.

Penting untuk tidak kau abaikan, bahwa jikalau setan tak mampu menipumu dengan kemaksiatan yang benderang, ia akan menipumu dalam ibadah yang cemerlang. Karena itu, takutlah dan semakin takutlah jika ternyata engkau adalah orang berilmu. Jika engkau mampu membaca Al-Qur'an seindah bacaan, atau memiliki kapasitas ilmu agama yang mengagumkan, atau menuai derma sedekah bergunung-gunung, atau bergerak ke medan perang, secara zahir itu semua adalah keutamaan dan karunia yang begitu besar untukmu.
 

Tersiksa Tangisan

oleh Hasan Al-Jaizy 


Atau hanyakah aku menyaksikannya di layar televisi? Yaitu air mata buaya yang berlinang menyamudera menyandera hati-hati pemirsa dalam keharuan dan iba. Atau hanyakah aku menyaksikan kekonyolan itu di konser-konser boyband atau band pop-punk? Yaitu air mata dunia yang berlinang dan empunya berteriak menyebut nama-nama yang jikalau pemiliknya tak segera bertaubat, siksaan akhirat adalah janjinya.

Begitu banyak manusia kini tersiksa dengan ketenangan, kedamaian dan pemberian. Zahirnya ia tenang. Batinnya berusaha menenang. Namun sejatinya ia adalah siksaan dan penungguan terhadap masa-masa kehancuran. Kekufuran adalah sebuah siksaan sebelum siksaan, sebuah ujian sebelum ujian dan sebuah adzab sebelum adzab.

Perahu Retak ... Bahtera Karam

oleh Hasan Al-Jaizy


Era 90-an, lebih tepatnya sekitar 1997, ada sebuah lagu yang salah satu petikan liriknya tak terlupakan.

"Aku heran....aku heran..."

Itu adalah salah satu lagu yang populer di masa saya masih bersekolah SD, di samping 'Mungkinkah', 'Gerimis Mengundang' dan lainnya. Karena saya saat itu masih SD, mungkin di antara pembaca yang tiba-tiba merasa lebih 'senior' akan menggumam, 'Wah, itu mah masa-masa saya SMA'.

Saya sendiri tidak hafal liriknya, namun selalu teringat lirik tersebut 'dipleseti' oleh teman saya ketika itu. Teman saya bernama Faris. Teman SD saya. Asalnya:
 

Al-Arify, Yang Bukanlah Seorang Ulama

oleh Hasan Al-Jaizy

Sampai sekarang, saya masih terngiang dengan pelabelan bahwa Syaikh Al-Arify bukanlah seorang ulama (ahli al-ilm) namun bukan pula seorang yang masih dalam tahap pencarian ilmu (seperti saya dan Anda). Lalu, sederajat apa beliau? Sederajat ustadz!

Kesalahan-kesalahan beliau adalah miliknya, yang jika dibandingkan kebaikannya untuk kaum muslimin, insya Allah tertutupi. Setelah bertahun-tahun berdakwah (tentunya setelah mencari ilmu) di medan dakwah, pulang pergi negeri demi menyampaikan ilmu, memiliki beragam program tanya jawab di berbagai channel TV dakwah, dan apapun dikerahkan oleh beliau, lalu dilabeli, 'Beliau bukanlah ulama'. Lalu, sederajat apa beliau? Sederajat ustadz!

Kesombongan Tak Tersadari

Kesombongan lebih senang menjangkit di manusia berpunya, entah dari segi materi atau maknawi. Kesombongan lebih suka bercumbu dengan hati orang kaya. Kesombongan juga senang mengipas hati-hati orang berilmu. Kesombongan terburuk terjadi pada seorang yang miskin harta. Yang lebih buruk jika terjadi pada yang miskin ilmu, namun melabeli diri sebagai seorang yang berilmu, atau seorang pencari ilmu.

Betapa sering aku dan kamu tertipu.

Sebelum aku meneruskan, ku harap engkau kelak tak berkata, "Tidak semuanya begitu! Jangan menggeneralisir!" Diamlah dan mari mengacalah.

Kesombongan yang tak tersadari sering terjadi pada lelaki yang berbentuk tubuh kekar. Ia akan memakai kaos ketat berlengan pendek. Ia ingin dikagumi dengan pemberian Allah atas 'kesempurnaan' tubuhnya. Sementara ia tak menyadari akan kecacatan hatinya. Ia akan memamerkan kelebihan ototnya, terutama di bagian lengan, atau di bagian dada.

Kesombongan yang tak tersadari sering terjadi pada wanita yang berwajah manis atau cantik. Ia akan mengukur-ukur seberapa manis wajahnya dan menimbang apakah ada temannya yang semanis dia. Jikalau ada, ia akan iri sejadi-jadinya. Padahal, jikalau ia mempercantik akhlak dan merias bunga-bunga kesalihan hati, ia akan segera sadar bahwa kelak keriput adalah serangan untuk masa tua. Padahal seringkali wajah manis menjadi kesulitan bahkan bencana bagi dirinya. Lalu, mengapa ia merasa takjub pada pemberian yang tak seberapa, jika dibanding akhlak mulia!?

Musafir Perjuangan

oleh Hasan Al-Jaizy


Berawal seseorang dari ketiadaan, lalu berakhir pula dengan ketiadaan. Berawal penciptaan seseorang dengan kesepian dan kesendirian, lalu berkhir pula dengan keduanya. Berawal terlahir manusia dengan keentahan dan ketidaktahuan, dan apakah engkau ingin mengakhiri dengan jawaban, "Aku tidak tahu!" !?

Yang merawatmu sejak sebelum hijrahmu dari perut ibu menuju perut bumi adalahAllah. Yang menjagamu di dalamnya. Setelah keluarnya pun kau tetap Dia jaga. Sepanjang suratan dan siratan sirah hayatmu, Dia lah yang mengaturnya. Rizki telah tertunaikan tanpa setitikpun terkurangi. Nasib telah ditakdirkan tanpa setitikpun kezaliman. 

Apakah kau mengingat-Nya? Bagiamana cerita hatimu kini akan-Nya?

Dia Dia...Dia-lah yang menciptakan kedua orang tuamu, yang menitipkan pada keduanya dirimu. Makhluk pertama yang peduli terhadapmu adalah ibumu. Kemudian, masih ibumu. Lalu, ibumu tak henti peduli. Setelahnya, muncullah nama bapakmu.

Friday, March 1, 2013

Emak Rumah Tetangga...eh...Tangga


oleh Hasan Al-Jaizy


Seorang gadis peminis berpakaian minimalis mungkin karena berkarakter ekonomis -irit- bertemu dengan seorang gadis manis berpakaian maksimalis karena berkarakter agamis.

Sebut saja nama gadis peminis : Sinta. (Sinta berasal dari Cinta. Sinta sebenarnya gurunya Wiro Sableng, ia tiba-tiba menghilang sebelum Wiro diwasiatkan olehnya agar turun gunung demi membela kebenaran dan memburu Rana Weleng yang telah membunuh ayah dan ibunya. Ya, dialah Sinto Gendeng, gurunya gendeng muridnya sableng. Ia menghilang. Mungkin sedang berada di Sirdab.)

Sebut saja nama gadis agamis: Habibah. (no comments)

Sinta: "Pakaianmu nutupi seluruh tubuh, apa ga kegerahan, sis?"

Habibah: "Tentu tidak. Kan sudah saya beri Combantrin."

Sinta: "Hellooow? Sekarang 2013, iklan 90-an jangan dibawa-bawa."

Habibah: "Ngafwan, ukh. Ana suka yang jadul-jadul."

Sinta: "Oooh...Kamu ga kegerahan ya? Apa ga ada selain pakaian semacam ini?"

Habibah: "Selain ini? Yang lebih mahal banyakk!"

Sinta: "Jadi, fine-fine aja ya sis pake beginian?"

Wednesday, February 6, 2013

Pendidikan Kuburan Keramat

oleh Hasan Al-Jaizy

Dulu, kuliah di Madinah, Mekkah, Riyadh, Yaman, bahkan di lipia, adalah sebuah kejarangan dan tantangan. Banyak pelajar berhasrat, namun takdir untuknya tak semuanya tersirat. Sehingga lulusan sana adalah orang2 yang tahu agama, melebihi pengetahuan di atas rata-rata.

Itu masih hingga sekarang. NAMUN, kadarnya tak sewajar dahulu. Pelajar ilmu syariah akademik sekarang toh banyak yang 'ga jadi'. Mudah2an bukan termasuk saya dan kawan-kawan sekalian. Sekarang, semua orang bisa belajar ilmu syariah. Baik berbayar atau gratis.

Jikalau Internet benar-benar dimanfaatkan maksimal, bukan tidak mungkin anak pengajian rutin mingguan 2x, bisa setara pengetahuannya dengan anak-anak akademik formal. Ini jika kita tidak melihat dari segi kapasitas penguasaan ilmu alat mereka (Arabic, Ushul Fiqh dst). Tapi, Internet kini benar-benar curahan rahmat sekaligus...

fitnah

Satu sisi, saya pribadi senang sekali dengan kemajuan kawan-kawan Jogja yang dengan kegigihan, keteraturan, keseimbangan dan 'konspirasi' yang rapi bisa menjadikan generasi yang ngampus ilmu dunia, tapi bisa juga ngaji ilmu akherat. Sehingga, lahirlah para asaatidzah yang tadinya tak mempunyai latar belakang pondok pesantren atau pedepokan religius. Ini karena kegigihan dan konspirasi yang patut diacungi jempol dan dicontoh.

Namun, di sisi lain, saya menerawang sesuatu ke depannya. Sebelum saya jabarkan, perlu ditekankan bahwa tiada gading yang tak retak. Satu sisi Internet adalah rahmat, satu sisi Internet bertaburan kualat. Satu teori dan metode boleh keren di masa kini, namun di masa depan bisa ditinggalkan.

Begini:

Galau Dulu...


oleh Hasan Al-Jaizy

Kau harus galau dulu sebelum sukses.
Kau harus menangis dulu sebelum tertawa.
Kau harus berpahit dulu sebelum bermanis.
Kau harus susah dulu sebelum senang.

Jika sukses, tawa, kemanisan dan kesenangan didapat secara percuma tanpa bayaran, maka semua itu cuma-cuma yang percuma...sehingga:

semua itu seolah tak berharga karena cuma-cuma. 

Manusia belajar dan dapat ilmu karena awalnya tidak tahu. Jika sudah tahu, buat apa upaya menggali ilmu?

Jika kau ingin mendapatkan segala senang begitu saja tanpa membayar, lebih baik tidur saja. Mimpi saja sana. Mimpi boleh manis, namun kala terjaga, semuanya terputus. Hilang. Yang kemudian kau sesal sendiri kenapa ia tidak abadi.

Maka, berpahitlah. Selama hidup berjalan, semua ada urutan. Jika semua berurutan, percayakan bahwa kesulitan bukanlah keabadian.

Blog Baru I


Blog baru saya sederhana dan sepertinya minimalis sekali karena memang bukan dibuat oleh pakarnya. Tapi, yang penting, nitip jejak dulu di dunia maya. Walau artikelnya hasil susunan dan ketikan ulang dari buku-buku, tapi yang terpenting adalah upaya dan punya. Satu lebih baik dari nol. Dua lebih baik dari satu. Karena itu, saya bentuk dua sekaligus! Ini link-nya:

http://dirasat-ushul-dan-fiqh.blogspot.com/

dan

http://dirasat-hadits-dan-tarikh.blogspot.com/

Saya bukan seorang Ushuly, bukan Faqih, bukan Muhaddits, dan bukan Mu'arrikh, namun saya hanyalah seorang yang kepingin seenggaknya punya jasa barang secuil buat uwong sa'dunio. Siapa tahu kalau artikel ketikan ulang dengan susunan semaunya ini makin deras bertambah dan bisa menjadi tempat singgah para pencari ilmu Ushul, Fiqh, Hadits dan Tarikh. Big plan memang, tapi at least saya sudah memulai dan saya sudah memulai. Umur dan ajal wafat, Allah Yang Maha Tahu. At least, saya sudah memulai. Semoga semakin banyak yang memulai. Menabur jejak sebelum wafat.

Gurita Sawah

oleh Hasan Al-Jaizy


Gurita-gurita sawah itu ada, kata penduduk desa. Sempat bertanya aku apakah mimpi ini adanya atau bukan rupanya. Gerangan apa yang menjadikan gurita tinggal di sawah? Apakah orang-orang desa itu sedang mabuk atau memang terlalu tertekan karena diperas pengusaha dari kota?

Aku ingin mengetahui benar tidaknya buah bibir mereka. Kata orang, buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Namun, buah bibir seringkali menggelinding kesana kemari sehingga warnanya tak keruan tercampur debu-debu intan. Kata orang, seperti bapak seperti anak. Namun, kenapa lebih banyak anak tenang dalam pelukan ibunya? Kenapa bukan bapaknya? Apa karena bapak adalah orang paling bangga kala suksesnya anak seraya berkata, 'Ia seperti aku!'? Juga mungkin karena ibu adalah makhluk paling rendah hati kala menatap suksesnya anak tanpa berkata 'Ia seperti aku', namun hanya membatin 'Tak sia aku mendidik'.

Malam-malam berkabut aku keluar. Kata mereka, gurita-gurita sawah keluar malam hari. Mereka suka menyelinap di balik tirai ilalang tinggi-tinggi. Sungguh aku merasa ngeri. Macam mana pula normalnya aku keluar malam hari demi menonton ilalang meninggi!? Kata mereka pula, mereka (para gurita) suka bersembunyi mengintip di dalam gerai petakan sawah. Aih, macam mana pula sudinya aku berbecek kaki pijakkan bumi di malam hari demi gurita kekononan!?

Tapi, rasa penasaranku tak mati-mati.

Lihat itu, ilalang meninggi. Tapi, setinggi-tingginya ilalang, ujung kepalanya tetap menunduk. Kalah pula manusia, yang tinggi pun belum sampai, pundi amal pun belum tunai, namun malas merunduk. Wah, ada beberapa pasang mata di sana! Kunyalakan senterku. Kusorot mereka. Hilang!

Berfikirlah keras-keras batinku. Apa yang hendak kulaku? Apa harus ku datangi mereka? Sedangkan aku tak tahu kekuatan mereka. Namun, ku merasa yakin jahatnya mereka. Gurita-gurita sawah...kenapa mereka ada di sawah? "Pergi aja loe ke laut," kata Sunan Alay. Aneh sekali. Apa mereka sudah tak punya daya di tempat asalnya? Kenapa harus menjajah sawah? Dan jikalau menjajah, kenapa hanya saat malam saja???

Gurita-gurita itu terlihat lagi. Mereka berseliweran di semak-semak berilalang. Mengerikan sekali. Lihat berapa puluh belalai melambai ke sana kemari. Yang ku tahu, mereka mendekatiku...Yang ku tahu, mereka marah padaku....Yang ku kira, mereka akan menangkapku...Yang ku tahu, mereka akan mencekik sekujur tubuhku...seolah-olah seluruhnya adalah leher.

Yang ku tahu...gurita-gurita itu ada di negeri ini. Banyak sekali...banyak sekali! Kasihan para petani.


Tuesday, February 5, 2013

Klepek-klepek


oleh Hasan Al-Jaizy

Kalau begitu, saya urungkan niat. Karena cukup keluarkan suara 'ehm', itu bisa saja membuat seseorang galau satu malam tak bisa tidur, apalagi jika merayu-rayu dengan kalimat "Hompimpa alaihum gambreng...Badriyyah pake baju nge-jreng...Suyuthi pake ngegombal rombeng...Purnomo jadi mau nebeng"

Kalau begitu, saya urungkan niat. Karena kalau senyum sembarangan, dan salah sasaran, bisa ada yang salah kiraan. Inginnya senyum ke pria, malah yang senang waria. Sayang sekilo. Seperti waria-waria pengamen dengan dandanan Satanis melebih dandanan Dimmu Borgir atau Marduk sekalian. Anton De LaVey tidak ada apa-apanya. Lebih mengerikan lagi, waria-waria itu tidak tanggung-tanggung dalam poking alias colek. 

Kalau begitu, saya urungkan niat. Daripada membuat orang lain susah, mendingan tak usah hubungan sekalian. Karena hubungan yang terjadi takutnya merupakan hubungan intim-idasi...yang membuat pihak terhubung terintimidasi oleh getaran-getaran unik, pelik, dan romantik.

Klepek-klepek di pinggir kali. Anak-anak itu berhasil mendapatkan beberapa ikan besar. Beruntung sekali kalian, anak-anak. Jangan lupa bagi-bagi saya. Ini sedari lama sekali saya siap kail dan semuanya, namun malas memancing. Tidak enak melihat ikan-ikan kelepek-kelepek. Lebih baik disetrum saja sekalian biar terbang dan pingsan di pelukan saya.

Kisah Haru Tanpa Hikmah?


oleh Hasan Al-Jaizy

Kisah-kisah haru tanpa hikmah tetaplah sampah yang bukannya menambah kaedah dan faedah malah menambah susah.

Nama-nama jumawa tanpa jasa tetaplah nama semata yang pemiliknya takkan berikan upaya jika merasa takkan dipuji manusia.

Air beriak tetaplah air beriak yang ia mengira manusia takut akan suara riaknya. Sementara manusia justru tahu dengan riaknya akan kedangkalannya. Ibarat anjing kecil menyalak tiada henti, mengira dengan kegalakan itu ia akan diakui dan ditakuti. Sementara banyak manusia tertawai kepalsuan-kepalsuan sampul dagangan berisi bangkai karena mereka tahu dari busuknya tercium bahwa ada bangkai di balik sampul.

Kenapa bersandiwara selagi manusia tahu kau bukanlah kau yang kau tampilkan?

Mengenang Suyuthi Tuk Kedua Kali

oleh Hasan Al-Jaizy


Ini untuk orang-orang yang merasa dirinya sengsara. Kasihan sekali orang-orang semacam ini. Atau yang lebih kasihan adalah yang merasa paling sengsara, paling miskin dan paling menderita. Padahal ia hidup di negara aman. Ia tidak sedang dikejar hewan-hewan. Rumahnya tidak sembarangan digrebek Densus 88. Tetapi kenapa merasa paling besar ia punya kesengsaraan?

Padahl semua dari kita adalah orang kaya. Boleh kaya akan makna, tapi pastinya kaya akan fisik. Ada percakapan Haji Asnawi dan Suyuthi:

Haji Asnawi: "Ada apa, anakku?"

Suyuthi: "Pak Haji, hidup saya seolah paling sengsara. Saya kere sekali. Mau menikah dengan manusia, namun modal tidak ada. Mau beli laptop, namun uang tidak ada. Bayar kredit pun tak mampu. Mau beli baju pun tidak ada. Padahal saya pengen sekali membeli ketiganya: manusia, laptop dan baju. Tapi yang saya dapat malah gundukan puntung rokoknya Pak De Su'aid. Pak Haji, saya miskin sekali. Berikanlah solusi."

Haji Asnawi: "Baiklah, kamu bisa bahasa Arab, kan? Dan kamu suka baca kitab juga, kan? Lalu kamu mudah menghafal Al-Qur'an, Hadits dan matan-matan, kan?"

Suyuthi: "Yoi, Pak Haji."

Surat Buat Orang Sesat I

oleh Hasan Al-Jaizy


Surat Buat Orang Sesat I

Seorang guru Ibtida'iyyah (SD) yang teracuni Atheisme mengajar anak-anak kelas 6. Ia ingin menyebar pemikirannya pada mereka. Beginilah:

"Anak-anak, apakah kalian melihat papan tulis?"

Anak-anak menjawab serempak, "Ya, Pak Guru!"

"Kalau begitu, papan tulis itu ada!"

------------------------------

"Anak-anak, apakah kalian melihat Pak Guru?"

Anak-anak menjawab serempak, "Ya, Pak Guru!"

"Kalau begitu, Pak Guru itu ada!"

------------------------------

"Anak-anak, apakah kalian melihat Tuhan?"

Anak-anak menjawab serempak, "Tidak, Pak Guru!"

"Kalau begitu, Tuhan itu tidak ada!"

------------------------------

Tiba-tiba seorang siswa pintar angkat suara.

"Kawan-kawan, apakah kalian melihat akalnya Pak Guru?"

Anak-anak menjawab serempak, "Tidaak!"

"Kalau begitu, akalnya Pak Guru tidak ada!"

------------------------------

Panca indera bukan satu-satunya sandaran semua pengetahuan.