Monday, October 31, 2011

Bait-bait tentang Ilmu


والـعلمُ قد يُـرزَقه الصغيـرُ *** في سـنه ويُحرم الكـبـيرُ
وإنـما المـرءُ بأَصـْغَريْــهِ *** ليـس برجـليْه ولا يديـْهِ
لســانُه وقـلـبُه الـمركـبُ *** في صدرِهِ وذاك خلقٌ عَجبُ
والعـلمُ بالفـهمِ وبالـمذاكـرَهْ *** والدرسِ والفكرةِ والمناظرَه
فربَّ إنسـانٍ يَـنال الـحِفـْظَا *** ويُوردُ النصَّ ويَحكي اللَّفْظاَ
وما لـه في غـيرِهِ نصـيـب
ُ *** مِمّا حواه العـالمُ الأديـبُ
وربّ ذي حرصٍ شديد الحـبِّ *** للعـلمِ والذُكر بلـيد القلبِ
معـجز في الحـفظِ والروايـهْ *** ليستْ له عمِّن رَوَى حِكايهْ
وآخـَرُ يُعـطى بلا اجْتـهـادِ *** حفظاً لما قد جاء في الإسنادِ
يهـذه بالقـلـب لا بـناظـرهْ *** ليس بمـضطرٍ إلى قماطرهْ
فالتمسِ العلمَ وأَجْمِل في الطلَبْ *** والعلم لا يَحسـنُ إلا بالأدبْ
والأدبُ النـافعُ حسنُ الصـمتِ *** وفي كثير القولِ بعضُ المقتِ
فكُن لحسن السـمت ما حـَيِتَا *** مـقارناً تُحـمد ما بـقيـتَ
وإنْ بدت بيـن أناسٍ مسـألهْ *** معروفةٌ في العلمِ أو مُفتـعَلهْ
فلا تكـن إلى الجـوابِ سابقاً *** حتى تَرَى غيرَك فيها ناطـقاً
فكم رأيتُ من عـجولٍ سـابقِ *** من غير فهـمٍ بالخطأ ناطـقِ
أزرى بهِ ذلـك في المجـالسِ *** عند ذوي الألـبابِ والتـنافسِ
وقُـلْ إذا أعـياكَ ذاك الأمـرُ *** مالي بمـا تسـأل عنـه خُبْرُ
فذاك شطرُ العـلمِ عند العـلما *** كذاك ما زالـتْ تقـول الحُكما
والصمت فاعلم بك حقاً أزيـن ُ *** وإنْ لم يكن عندك علمٌ مـتقنُ
إياك والعجب بفـضل رأيِكـا *** واحذر جوابَ القولِ من خطائكا
كم من جوابٍ أعقبَ الندامـهْ *** فاغتَنِمِ الصـمتَ مع السـَّلامهْ

العلـم بـحرٌ منـتهاه يبـعد *** لـيس لـه حـدٌ إليه يقصـدُ
وليس كلُّ العلـمِ قد حـويتَه *** أجَل ولا العُشر ولو أحصـيتَه
وما بَقِـي عليـكَ منه أكـثرُ *** مما علِـمتَ والجـوادُ يَعـْثُرُ
فكُنْ لمـا سمـعتَهُ مسـتفِهما *** إن أنتَ لم تفـهمْ منـه الكلِما
القول قـولانِ : فقولٌ تعـقِلُهْ *** وآخـرُ تسمـعُهُ فتـجـهَلُـهْ
وكـل قـولٍ فـلـهُ جـوابُ *** يجمعــُهُ البـاطلُ والصوابُ
ولـلـكــلامِ أولٌ وآخــرُ *** فافهمهما والذهنُ منك حـاضرُ
فربما أعـْيا ذوي الفضـائـلِ *** جواب ما يُلـقى من المسـائلِ
فيُمسكوا بالصمتِ عن جـوابهِ *** عند اعتراضِ الشكِّ في صوابهِ
ولو يكون القـولُ في القيـاسِ *** من فضَّةٍ بيضـاءَ عند النـاسِ
إذاً لكان الصمتُ من خير الذهبْ *** فافهم هداك الله آداب الطلبْ






Sunday, October 30, 2011

Apa Hubungan Jilbab dengan Akhlak Atau Adab?

oleh Hasan Al-Jaizy

Jika ditanya apakah ada hubungan antara jilbab dengan akhlak atau adab, tentu saja jawabannya ada. Jilbab adalah salah satu wasilah menutup suatu bagian yang dianggap aurat. Dan menutup aurat adalah bagian dari akhlak dan adab...ntah akhlak di depan manusia secara umum dan tentunya adab terhadap Allah.

--> Akhlak di depan manusia: karena dengan jilbab seorang wanita dengan keanggunan Islami membawa kehormatan dan menjaganya, sehingga manusia secara normal akan menganggap ia berakhlak; terlepas dari masalah batin, karena manusia hanya dibolehkan menghakimi sesuatu yang zahir.

--> Adab terhadap Allah: karena segala pelaksanaan kewajiban Islam adalah adab terhadap Allah dan segala pelanggaran kewajiban Islam adalah kekurang adaban atau ketiadaan adab terhadap Allah. Adakah mungkin seorang hamba disebut beradab terhadap rajanya ketika ia melanggar perintah sang raja?

 Kemudian terbetik fakta bahwa:

"Sebagian wanita yang tak berjilbab akhlaknya justru lebih baik dari yang berjilbab!"

Tanggapan:

Justru karena itulah, jika seorang muslimah memang ingin menjalani kewajiban agamanya, jangan secara zahirnya--harfiyyahnya--kulitnya saja. Tapi jalankan dengan baik sesuai dengan syariat Dzat Yang Memerintahkan kewajiban tersebut.

Artinya, seorang muslimah yang berjilbab seharusnya lebih tahu malu dengan jilbabnya dalam bertingkah, karena ia otomatis menampakkan agamanya. Dan jika seseorang menampakkan agamanya, ia memiliki konsekuensi untuk berlaku sebagaimana aturan agamanya.

Bukankah seorang ustadz dengan label 'ustadz'nya terbebani secara tidak langsung dengan kewajiban menjaga wibawa dan akhlaknya?

Bukankah seorang doktor dengan gelar 'doktor'nya terbebani secara tidak langsung dengan keharusan menjaga citra dan kualitas keilmuannya?

Nice. Kalau begitu, seorang jilbaber dan seorang berbaju muslim, secara tidak langsung terbebani dengan keharusan menjaga citra diri, akhlak mulia dan nama agamanya; kecuali bagi yang melakukan kewajiban atau sunnah setengah-setangah....mungkin setengahnya pahala, sisanya dosa.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/269170399791019

Friday, October 28, 2011

ILMU

oleh Hasan Al-Jaizy

Ilmu yang bermanfaat adalah yang diamalkan kemudian
Seperti air sedaya kau timba...digunakan kemudian
Ilmu yang tak bermanfaat adalah yang sekedar dikumpulkan
Seperti air sepayah kau timba...hanya untuk disimpan

Ilmu yang sekedar koleksi...kelak hilang terbang terlepaskan
tiada ilmu yang betah dengan orang pelit mengamalkan
Air yang sekedar disimpan...dikeruhkan bersama zaman
tiada guna setelah terbaur dengan debu dan juga kotoran

Jika sulit mengais ilmu...lebih sulit ia saat diamalkan
Jika mengamalkan adalah kemudahan
maka ilmu berikutnya lebih mudah terilhamkan
insya Allah

http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/268424979865561

Wednesday, October 26, 2011

Tentang Sebuah Renungan

oleh Hasan Al-Jaizy

Dulu ia adalah anak di fajar belasan tahun yang bersekolah di pesantren tradisional. Belajar ilmu Nahwu, Shorof, dan ilmu agama dari Kyai-nya.
Dulu ia hanyalah si kecil yang lusuh berpeci...dengan baju koko kumal sebelum azan maghrib terpakai
Jauh dari ibu bapak sanak saudara...dekat dengan Al-Qur'an dan kitab kuning...

Zaman berlari...ia adalah dosen di sebuah kampus ternama
Manusia...muda dan tua saling berlomba bertanya padanya
belajar ilmu Al-Qur'an, Arabic dan ilmu kehidupan fana dan baka

Sekarang, tinggal kenangan ia terkenang
oleh murid-murid...segala doa kebaikan tertanam
Pahala bagi ilmunya, jerihnya, ikhlasnya....
mengalir selalu meski telah tak tersisa usia

Bercermin:

Betapa adanya Allah angkat derajat seseorang meski tanpa nasab ia termulia atau harta terpunya.

Betapa adanya Allah rendahkan derajat seseorang meski dengan nasab ia terpandang atau harta bergelimang.

Betapa pernahnya kita mencari ridha manusia, kemudian takdir memutar harapan.
Betapa pernahnya kita mengharap ridha Ilahi, lalu meski semesta membenci, tetap tentram kita punya hati.

http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/267514496623276

Tuesday, October 25, 2011

Modal Copas Total

oleh Hasan Al-Jaizy

Modal copas total membuta tak menjadikanmu bergelora dalam samudera ilmu.
Bahkan cukup copas beberapa paragraf, memaknai, menghafal dan mencermati, itu lebih baik; meski sedikit, tapi serasa kau bermandikan madu di telaganya. 

Betapa banyak yang copas puluhan artikel. Pertanyaannya: 'Akankah kau selamanya jadi lilin yang bermanfaat bagi yang lain namun tidak mencakapi diri sendiri?'

Bukan manhaj orang berilmu:

'copas buta semangat menggebu' 
Konsekuensi: akan menemukan titik jemu dan kualitas pribadi tetap layu.

Manhaj orang berilmu:

'mencari dan mencari hingga menemukan tanpa membuta'
Konsekuensi: selalu haus akan ilmu tiada jemu dan kualitas terus terasah.

http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/266939456680780

Sunday, October 23, 2011

Semangat di Awal-awal

oleh Hasan Al-Jaizy

Dalam menuntut ilmu, betapa banyak yang semangat di awal menghalilintar, di pertengahan meluntur hingga tak berbekas. 

Berikut FAKTOR-FAKTORNYA [menurut penulis; yang ingin tambahkan, silahkan wa jazaakumullah]:

 PENYEBAB:

01. Niat yang kurang ikhlas [orientasi dunia lebih besar]
02. Niat yang kurang ikhlas [terselubung riya sedari awal]
03. Niat yang kurang ikhlas [terselubung sum'ah sedari awal]
04. Niat yang kurang ikhlas [rasa ujub di awal]
05. Rasa sombong di awal + merendahkan lain pihak tanpa hak
06. Manhaj [metode] yang kurang tepat atau cocok untuk pribadi
07. Tidak mengamalkan ilmunya
08. Lingkungan dan teman-teman buruk
09. MAKSIAT 
10. Menghabiskan waktu pada hal yang penting dan banyak bercanda
11. Kurang menghormati guru dan ustadznya
12. .........silahkan ditambah wa jazaakumullah khaira


Point2 di atas disusun dan ditertibkan sesuai dengan frekuensi realitas yang terjadi menurut pandangan penulis. Semakin awal, semakin sering terjadi dalam pribadi penuntut ilmu.

Wallahu Ta'ala A'lam

Bagi yang ingin menambahkan, dipersilahkan. Zaadanallahu ilman wa hirsha


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/266196513421741

KEZALIMAN

oleh Hasan Al-Jaizy


"Kata 'kezaliman' [ظلم] dimutlakkan pada apa yang terjadi pada seorang hamba dengan sikap berlebih-lebihan atau sikap terlalu longgar dalam menunaikan hak Allah Ta'ala."

[Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid]

Kemudian, Syaikh Muhammad menambahkan:

"Dan [berdasarkan] kezaliman macam ini, tidak bisa dikatakan: 'Sesungguhnya hamba tersebut telah menzalimi Rabb-nya [Allah Ta'ala]'. Tidak.

Bahkan sebenarnya itu adalah kezaliman seorang hamba terhadap dirinya sendiri.

Alasan: Karena Allah Ta'ala tidak mendapatkan madharat [keburukan] disebabkan maksiat hamba-Nya; sebagaimana Allah Ta'ala tidak mengambil manfaat dari ketaatan hamba-Nya."

Muqaddimah dari fatwa beliau di: http://islamqa.com/ar/ref/170723

http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/266184586756267

Mengkritisi RIP

oleh Hasan Al-Jaizy

Apa maksud dari RIP? REST IN PEACE! Beristirahat dengan tenang/damai di alam kubur.

MASALAHNYA, jika seorang Muslim yang tidak sholat, lisannya tak dijaga dan bersifat munafiq saja BELUM TENTU TENANG di alam kubur, bagaimana dengan yang tidak Muslim?????????

MARCO SIMONCELLI, apakah ia Muslim? Jika bukan, kenapa anak2 muda Muslim pada LATAH menulis: RIP Marco Simoncelli di status2 mereka?


Itu berarti:

--> Mereka mendoakan sesuatu yang tak mungkin terjadi. Ketenangan di alam kubur adalah sesuatu yang MUSTAHIL bagi yang tak beriman.

--> Mereka meyakini orang2 kufur bisa tenang di alam kubur. Ini bisa menyebabkan kekufuran itu sendiri di diri seorang Muslim.


Ditanggapi:

1.
"Jangan merasa paling benar!"

Jawaban:

Ketika Superman diprotes dan dipertanyakan perihal celana dalam yang dipakai secara tidak lazim, ia berkata, "Jangan merasa paling benar!"

2.
"Apa salahnya mendoakan orang non-muslim di alam kubur?"

Jawaban:

Salahnya adalah keengganan kita belajar agama/aqidah dan ketika disampaikan masalah aqidah, kita kabur.


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/266144433426949

Saturday, October 22, 2011

Derajat Muqallid

oleh Hasan Al-Jaizy

Orang2 awam [umum] seperti kita [para muqalliduun] -however- tak merasakan tepatnya rasa berat, letih dan sulitnya mencapai derajat seorang alim mujtahid. 

Mempelajari Bahasa Arab, membaca 10 [saja] kitab ulama salaf dan mentahqiq suatu masalah furu'....belum bisa mewakili tepatnya rasa-rasa itu. Itu pun bagi kita beratnya minta ampun dan seringkali menyerah di tengah jalan.

Lalu, bagaimana dengan yang emoh berbahasa Arab, membaca sekedarnya--semaunya--seminimalnya [ mencukupi kitab terjemahan] namun sudah memberanikan diri:

--> men-jarh seorang alim dari ulama [meskipun yang agak beda manhajnya]
--> mentahdzirnya
--> mengkritiknya
--> menyebarkan kesalahan ijtihadnya

Kembali ke perkataan emas ini:

المستعجل لابد وأن تكون نيته دخيلة لأنه يرغب الظهور والتصدر

Maknanya: "Seseorang yang tergesa [dalam menuntut ilmu], dipastikan telah merasuk dalam niatnya [hal yang tidak layak]; karena [sejatinya] ia menginginkan agar dirinya 'tampak'."

[Syaikh Ahmad ibn Umar Al-Hazimy]

Baru setahun belajar bahasa, Fiqh, membaca 2-3 kitab, namun sudah GETOL menebar kritik sana-sini? 

Insya Allah, 5 tahun lagi ia akan menertawakan tingkahnya sendiri sembari berharap tak seorang pun mengungkit tingkahnya 5 tahun sebelumnya.

22 Oktober 2012 
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/265799770128082

Thursday, October 20, 2011

Ibaku Pada Kepalsuan Rasa

oleh Hasan Al-Jaizy

Ketika melihat sepasang kekasih non-formal, ibaku pada sang daranya; kerana ada 2 possibility terbesar:

1. Kelak dua insan kan mencapai garis 'boredom'...dan berpisahlah
2. Kelak sang buaya senang mangsa lain...dan bertengkarlah

"Gadis yang baik kelak bersanding dengan pria yang terbaik baginya insya Allah"

Ibaku tertuju pada gadis yang ingin baik, namun kepalsuan rasa terlanjur menenggelami akal.

20 Oktober 2011
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/264922853549107

Wednesday, October 19, 2011

oleh Hasan Al-Jaizy

Tidak sama orang yang menangis baca Al-Qur'an namun tak tahu makna bacaannya dengan tangisan pembaca yang faham maknanya. [So, mari belajar Arabic]

Tidak sama orang yang beribu kata menulis status nasihat pada orang/kelompok lain dengan yang mengukir seratus nasihat untuk diri sendiri dalam kesendirian. [So, hati2 rasa ujub]

Segala yang tampak depanmu, berupa status kita yang bagus, bermakna dan indah...atau bahkan keras, dahsyat dan sensasional...TIDAK MENJAMIN bahwa empunya se-salih zahir di muka.

Meskipun kita dianjurkan hakimi orang secara lahir; karena batin, Allah-lah Yang Maha Mengetahui

 Jika media adalah lapangan segar bagi para artis, begitu pula Facebook. 

Mungkin hari ini kau temukan kami mencela suatu golongan, namun sejatinya kami lebih rendah dari golongan tersebut.

Mungkin hari ini kau temukan kami lantunkan kalimat indah, namun kami ternyata lebih buruk dari seburuk-buruk kalimat buruk.

Mungkin kami mengajak pada PERSATUAN, dan sedianya status-status kami begitu 'JAGOAN' dan memecah belah.

Mungkin kami mengajak pada yang terbaik, dan sayangnya hari-hari kami sering dilumuti yang terburuk dari lisan dan tulisan.

Doakanlah kami, saudara-saudari dari saudara-saudari sekalian, maka insya Allah kita semua adalah saudara-saudari yang saling mencintai.


19 Oktober 2011
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/264377576936968

Tuesday, October 18, 2011

Khithaab Asy-Syaari'

oleh Hasan Al-Jaizy

APA YANG DIMAKSUD DARI 'KHITAB ASY-SYAARI' [خطاب الشارع]?

Maksud dari Khitab adalah Kalam
Maksud dari Syaari' adalah Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang mensyariatkan syariat.

Syaikh Muhammad Hasan Abdul Ghaffar berkata:

خطاب الشارع: هو كلام الله جل وعلا، ويقصد به القرآن، وأيضاً تدخل معه السنة، 

"Khitab Asy-Syaari' adalah kalam Allah Jalla wa Ala. Yang dimaksud dengannya adalah Al-Qur'an, dan Sunnah pun masuk [dikategorika
n] sebagai Khitab Asy-Syaari'."

والسنة تنسب إلى رسول الله، لكننا نقول أيضاً: السنة وحي من الله، والدليل قوله تعالى: {وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ} [الحشر:7]،

"Dan sejatinya sunnah memang dinisbatkan kepada Rasulullah, namun kita [bisa] katakan pula: Sunnah adalah WAHYU dari Allah. Dalilnya:

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah." [Q.S. Al-Hasyr: 7]

Source:

Kitab Taysiir Ushul Fiqh lil Mubtadi'iin
Syaikh Muhammad Hasan Abdul Ghaffar


Dalil tambahan yang menunjukkan bahwa Sunnah Nabi adalah wahyu dari Allah:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4) 

"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)" [Q.S. An-Najm: 3-4]

18 Oktober 2011

Duhai Motivator!

oleh Hasan Al-Jaizy

Seorang 'motivator' seringkali menyebut kata 'Tuhan' dan membijakkan perkataannnya disemati aroma agak religius. Tapi, belum tentu sang motivator mengenal Tuhannya dengan baik.

Dan jika seorang dikenal sebagai motivator dan bijak dalam berkata, semoga segala ucap dan lakunya tidak ditujukan agar diridhai manusia semata dan disetujui.

Bukan berarti su'udzan, tapi...

siapa yang MENJAMIN bahwa seorang motivator yang 'bijak', ketika ia menghembuskan kalimat bijak tentang 'asa' dan 'harapan' dalam berdoa pada Tuhan, maka ia sendiri rajin berdoa?

Siapa yang berani MENJAMIN kala ia tampak tersenyum dan percaya diri akan hidup, dan ternyata memang hidupnya benar2 bijak?

Art adalah seni. Dan artis bergelimangan di mana-mana, di berbagai lapangan. Kita tidak tahu siapa yang terjaga dari kepalsuan.

Kasarnya, kepalsuan merajalela...idealisme seringkali runtuh

18 Oktober 2011
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/263973043644088

Sunday, October 16, 2011

Ijtihad - Taqlid 3

oleh Hasan Al-Jaizy

Kaedah:

اعتقاد الحق ولو عن تقليدٍ معرفة، وإنكار الحق ولو عن تفكيرٍ جهالة

"Meyakini kebenaran walau dengan cara taqlid adalah pengetahuan
Mengingkari kebenaran walau dengan cara berfikir adalah kebodohan"

[Mustafa ibn Husny As-Sibaa'iy]


Taqlid:

"Taqlid tidak bisa dikatakan salah semuanya atau benar semuanya."

[Syaikh Abdul Kariim An-Namlah, pakar Ushul Fiqh]

Realitas 1:

Sebagian pertama melarang sebagian kedua untuk taqlid buta, sementara sebagian pertama juga yang bertaqlid.

Realitas 2:

Ketika kita melarang orang untuk taqlid buta berdasarkan kalimat-kalimat hasil taqlid, maka kita tetap adalah orang yang bertaqlid.


Realitas 3:

Pemahaman tentang taqlid dan ijtihad seringkali dianggap simple oleh banyak thullab ilm, sehingga ketika seorang awam berusaha mencari kebenaran dengan cara taqlid, tiba2 dihentak begitu saja oleh thalib ilm yang juga sejatinya seorang muqallid [belum mampu berijtihad]


Fakta:

Bahkan dengan menukil, meng-copy-paste tulisan dan fatwa seorang syaikh/ulama, adalah bentuk taqlid. Status ini adalah hasil dari taqlid. 

Karena itu, "Taqlid tidak bisa dikatakan salah semuanya atau benar semuanya."

....karena kita harus melihat dan menimbang metode taqlidnya


16 Oktober 2011
http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/263159923725400

Saturday, October 15, 2011

Salafi?

oleh Hasan Al-Jaizy

Kalimat ini sahih:

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." [Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah]

Kalimat ini [juga] sahih:

Merupakan suatu aib bagi seseorang menampakkan dan menisbatkan d
iri atau nama pada manhaj Salafus Salih di hadapan orang lain namun

Ijtihad - Taqlid 2

oleh Hasan Al-Jaizy


Seseorang yang bertaqlid, mungkin pula ia tercela, mungkin pula ia terpuji. Bagaimana mungkin?

Karena taqlid tidak terjadi dalam satu gambaran saja [yaitu gambaran yang banyak dikenal kita]; seperti: mengikuti segala perkataan seorang Syaikh, Imam,
 Ustadz, Habib tanpa mengkritisi atau meneliti alias taqlid buta yang bahasa kasarnya 'membeo'. 

Taqlid terbagi menjadi beberapa macam [secara hukum]:

--> Taqlid yang haram, yaitu taqlid membuta membeo. Inilah yang dicela oleh para ulama.

--> Taqlid yang mustahab. Contoh: membaca fatwa, menukil perkataan ulama

--> Taqlid yang wajib. Contoh: Jika terjadi suatu kejadian namun hukum yang terlahir akibat kejadian tsb tidak diketahui [majhul], maka wajib bagi seorang yang tidak tahu untuk bertanya pada ulama. Dia harus bertaqlid pada ulama.

Bahkan, membuat notes/catatan, menukil perkataan ulama, menterjemahkannya, semua itu adalah bentuk taqlid, namun itu terpuji jika benar isinya.

Dan taqlid pada ulama selama masih dalam batas wajar, syar'i dan tanpa sikap 'membeo' adalah ITTIBA'. Kenapa? Karena firman Allah:

"Maka bertanyalah pada Ahl Dzikir [yang mengetahui] jika kalian tidak mengetahui."


15 Oktober 2011
http://www.facebook.com/groups/295655443784404/permalink/307785222571426/