Tuesday, January 1, 2013

Pisau Bermata Dua + Orang Tua

oleh Hasan Al-Jaizy

Teringat di rekaman kajian Syarh Hilyatu Thalib Al-Ilm [Syaikh Bakr Abu Zaid] oleh Syaikh ibn Al Utsaimiin -rahimahumallah-, ketika membahas tentang 'Syuhrah' [kemasyhuran], beliau kira-kira berkata yang maknanya:

"Tidaklah seorang penuntut ilmu menuntunya li ajli [DEMI] kemasyhuran. Bahkan kadang penuntut ilmu yang tidak menuntut kemasyhuran dan berusaha ikhlas, Allah menjadikannya masyhur di tengah manusia."

Ucapan beliau adalah kebenaran dan seragam dengan realitas.

Kemasyhuran di satu sisi berpotensi fitnah, namun di sisi lain merupakan ladang berkah. Seorang alim yang masyhur, kemasyhurannya bisa jadi hibah dari Allah, berkah dari-Nya, dan amanat agar ia memanfaatkan kemasyhurannya untuk terus menanam bibit pahala dan manfaat di tengah manusia. 


Dan tentu saja selama seseorang masyhur di tengah manusia, akan ada manusia yang berusaha mengurangi kadarnya. Itu wajar. Itu terjadi sejak dahulu dan terus terjadi secara lazim.

Pisau-pisau bermata dua itu kiasan untuk banyak hal. Bahkan ilmu, bisa menjadi hujjah bagimu atau hujjah atasmu. Seseorang yang memiliki satu samudera ilmu bukan berarti pasti selamat dari badai ketika mengarunginya. Bisa saja ia dilalap oleh ilmunya sendiri.

Kitab-kitab, kalimat-kalimat, untaian nasihat dan seterusnya. Semua itu layak diwaspadai keburukannya jika ternyata intention kita sedari awal tidak murni.

Mungkin berikut ini tidak 'nyambung' dengan ilmu, tetapi bisa saja disambungkan. Sebagai saudara para pembaca tulisan ini, ingin sekali menyampaikan:

"Berbaktilah dan berusahalah berbakti pada kedua orang tua selagi masih hidup keduanya, atau salah satunya. Jika mendapatkan ternyata sang ayah atau ibu begitu menyakitkan hati, berusahalah sekuat hati untuk menahan diri dari membalas entah dengan kalimat menyakitkan hati atau perbuatan menyakitkan anggota tubuh.

Salah satu wasilah yang -insya Allah- menjadikan seorang pelajar diberkahi ilmu dan amalnya adalah berbakti kepada orang tua. Bahkan, dikatakan bahwa berbakti kepada keduanya lebih baik dibanding ratusan kajian yang terhadiri, puluhan kitab terlahap dan banyak risalah yang terbuat.

Karena bakti pada keduanya adalah wajib mutlak di setiap kondisi; bahkan setelah wafat keduanya.

Sungguh rugi...rugi sekali seorang pelajar yang :

--> menggunung derajat ilmunya, namun merendah derajat sayangnya pada orang tua
--> memperhatikan puluhan kitab, namun hilang perhatiannya akan kabar orang tua
--> faham banyak teks dan matan, namun tak faham kondisi orang tua, kekecewaan dan kesenangannya
--> hafal banyak hal, namun membantu orang tua pun masih berat dan mengeja niat
--> menghadiri ratusan kajian, dan ingatan akan orang tua tidak pernah hadir

Katakanlah orang tua kita kerja di ladang. Ilmu mereka tak seperti kita. Tapi, merekalah dahulu yang menangis haru ketika kita terlahir tanpa ilmu, tanpa baju, tanpa harta dan tanpa apa-apa. Lalu mereka membelai kita, mengajari kita arti bahasa dan arti kasih melalui bahasa. Kemudian mereka mengangkat kita hingga mampu berdiri. Mereka mendorong kita hingga mampu berjalan. Mereka mengarungi bumi demi suapan-suapan nasi menuju mulut kita. Yang dengannya kita tumbuh.

Dan setelah kita kini bekerja di gedung, kita lupa dahulu kita pernah berlarian di ladang selagi mereka bekerja keras di terik panas....demi kita.

Berbaktilah...
dan tahanlah diri jika ada yang kita benci dari keduanya...
insya Allah, upaya kita itu akan diganjari...
pahala, anak yang saleh-salehah...
dan keberkahan umur insya Allah...

Terutama untuk yang memang mencari ilmu. Sangat terasa insya Allah hasil dari 'memuliakan orang tua' terhadap ilmu yang kita gali."


http://www.facebook.com/hasaneljaizy/posts/481662115208512

No comments:

Post a Comment