Tuesday, March 26, 2013

Kesombongan Tak Tersadari

Kesombongan lebih senang menjangkit di manusia berpunya, entah dari segi materi atau maknawi. Kesombongan lebih suka bercumbu dengan hati orang kaya. Kesombongan juga senang mengipas hati-hati orang berilmu. Kesombongan terburuk terjadi pada seorang yang miskin harta. Yang lebih buruk jika terjadi pada yang miskin ilmu, namun melabeli diri sebagai seorang yang berilmu, atau seorang pencari ilmu.

Betapa sering aku dan kamu tertipu.

Sebelum aku meneruskan, ku harap engkau kelak tak berkata, "Tidak semuanya begitu! Jangan menggeneralisir!" Diamlah dan mari mengacalah.

Kesombongan yang tak tersadari sering terjadi pada lelaki yang berbentuk tubuh kekar. Ia akan memakai kaos ketat berlengan pendek. Ia ingin dikagumi dengan pemberian Allah atas 'kesempurnaan' tubuhnya. Sementara ia tak menyadari akan kecacatan hatinya. Ia akan memamerkan kelebihan ototnya, terutama di bagian lengan, atau di bagian dada.

Kesombongan yang tak tersadari sering terjadi pada wanita yang berwajah manis atau cantik. Ia akan mengukur-ukur seberapa manis wajahnya dan menimbang apakah ada temannya yang semanis dia. Jikalau ada, ia akan iri sejadi-jadinya. Padahal, jikalau ia mempercantik akhlak dan merias bunga-bunga kesalihan hati, ia akan segera sadar bahwa kelak keriput adalah serangan untuk masa tua. Padahal seringkali wajah manis menjadi kesulitan bahkan bencana bagi dirinya. Lalu, mengapa ia merasa takjub pada pemberian yang tak seberapa, jika dibanding akhlak mulia!?


Kesombongan yang tak tersadari sering terjadi pada orang kaya. Ia akan memilah teman berdasarkan materi dan jaringan yang menguntungkan. Ketika dipertemukan manusia berjubah tertambal, ia pergi. Ketika dipertemukan manusia berjubah keemasan, ia mendekati. Padahal, serigala pun bisa berjubah domba. Sementara raja yang mulia adalah yang seragam dengan rakyatnya.

Kesombongan yang tak tersadari sering terjadi pada orang bertahta. Ia akan memilah relasi berdasarkan pangkat dan situasi. Jika bertemu yang berpangkat, tangannya minta berjabat. Jika bertemu yang tak berharkat, dirinya merasa menyilau berkilat. Kecuali jika butuh bantuan, ia akan meminjam tangan orang lemah. Itu pun demi kemaslahatan diri dan pencitraan semata. Atau, ia akan mengatasnamakan orang-orang kecil, tidak sadar bahwa ia pun bernyali kecil.

Kesombongan yang tak tersadari sering terjadi pada orang yang sedang menimba ilmu. Merasa diri termuliakan dengan ilmu, mengais cela dan mengumbar aib orang-orang yang belum dirizkikan ilmu. Merasa sudah berlepas diri dari taqlid, menuding orang-orang sebagai muqallid. Padahal jikalau ia sadar, ia mirip kucing lemah yang mengais-ngais makanan di tanah saking kelaparan. Ketika bertemu secarik tulang kering, ia meraihnya dan merasa itu semua hanyalah untuknya. Dan saat ada kucing lain mendekati, ia marah. Sungguh merugi orang lemah yang tak sadar kelemahannya. Terlebih jika memalsukan jubah dan sombong dengan tampilannya.

Kesombongan yang tak tersadari sering terjadi pada orang yang sehari-hari memang menimba ilmu syar'i. Merasa pintar berbahasa Al-Qur'an, ia merendahkan kawan yang belum dirizkikan kemampuan. Merasa mempunyai koleksi buku-buku klasik dan mampu membacanya, ia menantang kawan yang baru bisa baca terjemahan. Merasa sudah bisa berkarya, ia tidak menganjurkan dan memotivasi manusia melainkan mencemooh kawan yang ia anggap bertangan malas.

Begitu banyak...begitu sering kita tertipu akan apa yang diberi untuk diri kita. Seandainya kita ingat dan sadar sejenak bahwa yang ada pada diri kita bukanlah murni dari kita melainkan pemberian, titipan dan amanah dari-Nya, maka mata akan memendung dan sungai-sungai akan menjadi bait-bait putih di pipi.

Masihkah kita merasa lebih, dalam kekurangannya diri kita?

Sadar kemarin, lebih baik dari sadar sekarang.
Sadar sekarang, lebih baik dari sadar entah kapan.
Sadar entah kapan, itu tak menjamin adanya kebaikan.
Maka, perbaharuilah kesadaran, sesungguhnya kesadaran setelah kematian adalah sebesar-besar sesalan.


No comments:

Post a Comment