oleh Hasan Al-Jaizy
Seorang gadis peminis berpakaian minimalis mungkin karena
berkarakter ekonomis -irit- bertemu dengan seorang gadis manis berpakaian
maksimalis karena berkarakter agamis.
Sebut saja nama gadis peminis : Sinta. (Sinta berasal dari Cinta.
Sinta sebenarnya gurunya Wiro Sableng, ia tiba-tiba menghilang sebelum Wiro
diwasiatkan olehnya agar turun gunung demi membela kebenaran dan memburu Rana
Weleng yang telah membunuh ayah dan ibunya. Ya, dialah Sinto Gendeng, gurunya
gendeng muridnya sableng. Ia menghilang. Mungkin sedang berada di Sirdab.)
Sebut saja nama gadis agamis: Habibah. (no comments)
Sinta: "Pakaianmu nutupi seluruh tubuh, apa ga kegerahan,
sis?"
Habibah: "Tentu tidak. Kan sudah saya beri Combantrin."
Sinta: "Hellooow? Sekarang 2013, iklan 90-an jangan
dibawa-bawa."
Habibah: "Ngafwan, ukh. Ana suka yang jadul-jadul."
Sinta: "Oooh...Kamu ga kegerahan ya? Apa ga ada selain
pakaian semacam ini?"
Habibah: "Selain ini? Yang lebih mahal banyakk!"
Sinta: "Jadi, fine-fine aja ya sis pake beginian?"
Habibah: "Na'am"
Sinta: "Bukannya lebih berpotensi mengeluarkan
keringat?"
Habibah: "Na'am"
Sinta: "Tapi kamu suka ya sis sama style beginian?"
Habibah: "Na'am"
Sinta: "Jadi kamu ga pernah pake style yang aku punya?"
Habibah: "Na'am"
Sinta: "Sis?"
Habibah: "Na'am?"
Sinta: "Yang serius donk!"
Habibah: "Na'am"
Sinta: "Aku mau tanya serius, jawabnya yang serius ya
sis?"
Habibah: "Na'am"
Sinta: "Kamu punya cita-cita kan?"
Habibah: "Na'am"
Sinta: "Cita-citamu apa, sis?"
Habibah: "Ibu Rumah Tangga"
Sinta: "What the hell? Itu kok dijadiin cita-cita?"
Habibah: "Hellooow? 2013 gitu loch. Kebebasan
berpendapat..."
Sinta: "Ok, aku hargai. Kok bercita-cita jadi Ibu Rumah
Tangga?"
Habibah: "Memangnya anti punya cita-cita apa?"
Sinta: "Ahli akuntansi"
Habibah: "Xixi...itu mah bakal jadi hobi ana nantinya, bukan
cita-cita"
Sinta: "Hmmm....aku juga bercita-cita jadi motivator"
Habibah: Xixi...itu juga bakal jadi keseharian ana nantinya"
Sinta: "Oke, aku juga bercita-cita jadi dokter"
Habibah: "Xixi...itu juga bakal jadi tugas ana, dokter,
suster sekaligus apoteker"
Sinta: "Hhhh....selain itu, aku juga ingin menjadi guru"
Habibah: "Xixi...helloow? Itu bakal jadi kewajiban ana
nantinya."
Sinta: "Grrr...kalau begitu, aku bakal jadi manager! Hayo,
kamu ga bisa ikut-ikutan!"
Habibah: "Xixi...wong ana sekarang sedang training 'how to be
an excellent manager' koks. Xixi"
Sinta: "Sebenarnya maumu jadi apa sih sis? Kok dihabek
semuanya?"
Habibah: "Saya cuma mau jadi emak rumah tangga! Kan sudah
saya bilang sebelumnya!"
Sinta: "Tapi semuanya diembat! How come!?"
Habibah: "Xixi....fikirkan saja sendiri. Kalau semua yang
anti harapkan tadi nggak tercapai, anti mau jadi apa?"
Sinta: "Hmmm....jadi koki saja lah. Itu sudah minimal."
Habibah: "Xixi...itu mah bakal jadi kerjaan keseharian ana,
ukht."
Sinta: "Tuh kan, diembat lagi."
Habibah: "Xixi..."
Sinta: "Grrr..."
Habibah: "Ya sudah, kalau jadi koki ga kesampaian, mau jadi
apa?"
Sinta: "Teuing lah. Sabodo. Ra ngurus aku mo dadi opo ae seng
penting uring. Gue ga peduli entar kalo semua yang gue pengen ga kecape"
Habibah: "Makanya, kayak ana, ukht. Jadi emak rumah tangga
aja. Semua yang anti impikan dari cita-cita di atas, akan terwujud dan
terlaksana."
Sinta: "Hayyah, رَأسُكَ (baca: ndasmu!). Emang
gimana bisa, sis?"
Habibah: "Mau jadi ahli akuntan, nanti keuangan suami ana
yang atur. Bayar listrik, bayar sekolah anak, bayar iuran RT/RW, bayar iuran
Tukang Sampah, bayar belanjaan, bayar jajanan anak, bayar biaya pengobatan
suami-anak, bayar ongkos, bensin, kesempatan, dana umum, monopoli, perkembangan
kenaikan harga cabai, bengkoang, sayur-mayur sampai desas-desus yang ada di
pasar, semua bakal ana kuasai."
Sinta: "Hmmm...Anti memang kalau menguasai semacam itu, bisa
menjadi motivator juga? :P"
Habibah: "Xixixi...ya iyalah, masak ya iyai'en. Itu kan nama
kampus. IAIN. Ana bakal jadi motivator nantinya. Kalau suami ana sedang sakit
hati gara-gara kena tahdzir atau somasi karena dapat dana dari yayasan ga
jelas, ya ana motivasikan. Tapi kalau suami ana mendapat dana suntikan dari IT,
apalagi main mata dengannya, bakal ana tahdzir habis-habisan. Awas!"
Sinta: "Wah, kok jadi garang begitu, sis? Dana suntikan dari
IT? Kamusnya apa, sis? IT itu apa?"
Habibah: "IT = Istri Tetangga"
Sinta: "OIT...eh...OIC (baca: Oh I See)"
Habibah: “Ana juga nanti bias memotivasi anak sendiri. Kalau dia
sedang ‘down’ dan kebingungan, atau disakiti teman, sebagai emak rumah tangga,
ana bisa merangkul . Itulah emak rumah tangga, bukan emak rumah tetangga, yang
kerjaannya ngegosip dan ngurusin tetangga. Xixi….”
Sinta: “But you can’t be a DOCTOR! Amirite?”
Habibah: “No, you’re wrong. I’m gonna be a doctor. I will take care of my
lovely husband and children. I will make sure if they are in a good shape and
health every single of mornings. Before they go to their office and school.
Isn’t it beautiful? I’m also gonna be an apoteker. Xixixi… I know what to cure
and what to do. I’m a nurse also. So when my husband or children get sick, I will
belai them….”
Sinta: “Oh, My….co cwiiiit.”
Habibah: “Ana juga akan jadi guru. Yang mengajari anak ana bicara ya ana, ukht. Yang
mengajarinya makan ya ana.”
Sinta: “:P Terus suamimu ngajari apa dan siapa?”
Habibah: “Suamiku mengajariku bagaimana aku mengajari anak.”
Sinta: “Oh, My…co cwiiiiit.”
Habibah: “Kalau ana sudah bisa menjadi teacher, motiavator,
apoteker, suster, dokter, maka ana adalah seorang MANAGER. Manager yang ada di
gedung-gedung itu juga belum tentu bisa me-manage apa yang ana manage. So, I’m
a manager, am I right?”
Sinta: “Rite….(speechless)”
Habibah: “Dan tugas-tugas itu masih banyak lagi. Xixi…ana keren
kan? Jadi, kalau gadis seperti ana mau cari kerjaan, ya di rumah dan lingkungan
sendiri ajjah….buat apa jauh-jauh ngantor di gedong dan pengen jadi wah-wah….ga
punya kerjaan ya di rumah sendiri? Xixixi…”
Santi: “Ya, tapi kan bukan berarti wanita kerjaannya di rumah
ngendok (bertelur) doank.”
Habibah: “Iya…ga mungkin di rumah 24 jam. Ada saat-saatnya keluar
rumah, sesuai kebutuhan. Tapi, ana sebagai emak rumah tangga, yang menjabat
sebagai manager, teacher, motivator, dokter, apoteker dan suster, nggak perlu
ngesot-ngesot mengejar cita-cita tinggi di gedong atau lapangan. Cita-cita ana
ada di kebahagiaan suami dan anak. Kalau mereka sudah bahagia, suami ridha dan
anak jadi saleh, ciyus ngapain ngejar dunia? Xixixi….”
Don’t take it seriously…
Seriously, don’t you take it so
No comments:
Post a Comment